[27 Februari 2017]
Rasanya aku ingin terbang saja. Atau kalau bisa malah menghilang dalam sekejap agar segera sampai di rumah sakit. Gemas rasanya melihat suami mengendarai motor nggak was wus was wus (padahal saat itu baru saja kelar adzan dzuhur).
Aku menghela napas.
Selama di perjalanan, otakku tak waras. Pikiranku mengambang ke mana-mana. Mikir A, mikir lagi misal B. Hah! Dalam hatiku, "Ya Allah ijinkan aku merawat anakku lagi."
Di saat seperti itu, terselip penyesalan dalam hatiku.
"Kalau saja aku tidak ngaboti bayaran 300.000 anakku tak akan sampai rumah sakit seperti ini."
"Aku janji, setelah ini akan lebih perhatian lagi. No gadget saat bersama Kak Ghifa."
Ku lepas helm dan berlari ke meja informasi. Ku tanyakan keberadaan anakku.
"Maaf, Mbak, tidak ada."
"Barusan saja masuk, Mas. Coba dicari lagi." aku tak sabar.
"Oh, berarti masih di IGD. Ruang sebelah sana."
Aku berlari, sempat menoleh mencari suamiku. Dia sudah berlari menuju ke arahku.
Di depan pintu ruang IGD ku lihat ibuku sedang menggendong anakku yang layu selayu-layunya. Wajahnya pucat, bibirnya putih.
"Ya Allah, ada apa dengan anakku?" ku ambil alih anakku. Ku dekap erat. Matanya yang sayu melihatku.
"Ummi di sini, Kak. Kuat. Kak Ghifa kuat." Ibuku terus-terusan menangis sambil menceritakan kronologi kejadian anakku sampai dibawa ke rumah sakit.
Pagi itu Kak Ghifa makan dengan lahapnya. Semua terasa baik-baik saja. Meskipun 10 hari belakangan dia sering BAB. Biasanya yang sehari 1 kali BAB, ini bisa 4 sampai 5 kali. Sudah ku bawa ke bidan, katanya tak apa asal BABnya tidak cair, anak masih aktif, makan banyak, dan minumnya pun cukup. Aku pun anggap semuanya baik-baik saja.
Selain itu, aku juga pernah buat status di FB soal BAB Kak Ghifa. Sebagian besar bilang tak apa. Ada pula yang menyarankan untuk membeli semacam multivitamin tambahan yang baik untuk ususnya. Sudah ku coba juga. Ku pikir semua aman.
"Ummi kerja dulu, ya. Kakak nggak boleh nakal di rumah." Kak Ghifa mencium tanganku dan melambaikan tangan kanan dengan gaya khasnya.
Sekitar 11.30 WIB, aku ketawa-ketiwi dengan teman sejawat karena bercerita suatu hal. Selepas itu, aku hendak menyapu kelasku. Eh, senjatanya tak ada. Pergilah aku ke kelas sebelah untuk meminjam sapu. Saat kembali ke kelas, layar HP ku menyala. Seperti ada yang telepon tapi tak terjawab. Saat ku lihat, ada 2 kali panggilan tak terjawab dari nomor suamiku. Heran.
Ku telepon balik. Tak bisa. Hendak kucoba lagi tapi nama suami sudah ada di layar HPku.
Di seberang sana, "Mbak, cepetan pulang. Sekarang. Kak Ghifa nangis terus."
DEG!
Kenapa bukan suara suamiku tapi adikku? Pikiranku langsung ke mana-mana. Ini pasti ada yang tidak beres.
Ku lempar sapu sekenanya. Ku saut jaket dan tas ku. Ijin kepada teman yang ada di kantor dan ku lajukan sepeda motorku, sekencang mungkin. Aku sudah tak peduli lagi dengan keadaan sekitar. Di otakku hanya satu, ada apa dengan Kak Ghifa?
Sekitar pukul 10.00, Kak Ghifa bangun tidur. Tak seperti biasa, tidur siangnya hanya 1 jam. Saat bangun dia hanya gelimpungan di kasur. Sesekali dia nungging.
Ibuku bingung. Dibawanya dia ke dukun bayi. Diurutlah badannya. Sepulangnya, bukan makin membaik, Kak Ghifa malah makin lemas dan pucat seperti mayat.
Dibawalah ke puskesmas terdekat. Di ruang IGD,
"Tadi kejang, Bu?"
"Tidak."
"Panas?"
"Tidak."
"Rujuk saja, rujuk."
Tubuh ibuku seketika gemetar. Tak membayangkan cucu kesayangannya harus dilarikan ke rumah sakit tanpa sebab yang pasti.
Di sepanjang perjalanan ke rumah sakit, sirine ambulans mengaung-ngaung.
"Dek Ghifa. Bangun, Dek." petugas puskesmas berkali-kali memanggil Kak Ghifa yang tak sadarkan diri.
"Apa kata dokter?" ku posisikan Kak Ghifa senyaman mungkin dalam gendonganku sambil nenen. Sesekali dia mengerang, ku duga perutnya sakit.
"Belum tahu. Ini saja tadi infusnya diganti lagi (sudah diinfus dari Puskesmas). Ditusuk-tusuk lagi tangannya. Aku nggak tega." Ibuku menangis lagi.
Tak selang beberapa lama, dokter di IGD memanggil nama Kak Ghifa. Mereka mau ambil darah Kak Ghifa (lagi). Sempat terjadi cekcok antara ibu dan petugas.
"Bukannya tadi sudah diambil darahnya? Kok tega banget to Mbak lihat anak kecil nangis histeris gitu. Mbok yang tadi saja. Jangan diambil lagi!"
Akhirnya, kami mengalah. Diambilnya (lagi) darah Kak Ghifa. Aku menyaksikan sendiri bagaimana mereka menusuk-nusukkan jarum di lengan Kak Ghifa. Rasanya ngilu, sengilu tangisan Kak Ghifa.
"Istighfar Kakak, astaghfirullah. Kakak kuat. Biar cepat sembuh ya, Kak."
Kalau bukan demi Kak Ghifa mendapat pengobatan secepatnya, sudah mencak-mencak aku. Pelayanan di sana membuat kami kecewa. Nunggu dapat ruangan saja sampai 3 jam. Itu kami pakai umum lho bukan BPJS. Oh, Indonesiaku. Pantas saja, banyak rakyatmu meninggal karena lambatnya pelayanan kesehatan di negerimu.
Baca juga: Kacamata Gratis dari BPJS
Tinggalkan drama soal pelayanan rumah sakit tersebut!
Hasil lab pun keluar. Leukosit Kak Ghifa tinggi, sekitar 18.000an. Padahal normalnya sekitar 15.000. Dokter bilang ada infeksi dalam tubuhnya, sehingga mau tidak mau Kak Ghifa dirawat inap. Karena harus dievaluasi BABnya (keluhan selama beberapa hari belakangan).
Selama menunggu ruangan, aku dan ibu bergantian menggendong Kak Ghifa yang tertidur. Oiya, Kak Ghifa juga sempat muntah sekali, banyak banget. Kata dokter karena efek obat yang disuntikkan melalui selang infusnya. Kami sudah panik duluan, karena selama di rumah nggak pernah muntah.
Tiba-tiba Kak Ghifa terbangun. Dia mengerang lagi, pantatnya ditunggingkan, dan "Duuuuuuttttttt" lagi "Duuuuuutttttttt"
Baunya, luar biasa!
Dia tertidur lagi. Sangat pulas. Nyaman. Wajahnya, tubuhnya, dan kepalanya pun mulai menghangat. Sampai-sampai kami menduga, Kak Ghifa seperti itu karena tidak bisa kentut. Jadi, setelah kentut bisa lega.
Sorenya, saat dokter anak tiba, Kak Ghifa masih tertidur pulas. Tak banyak informasi yang kudapat darinya. Menurutku, beliau kurang ramah dan informatif. Kalau kita nggak ngoyo tanya ya nggak dijelaskan. Apa semua dokter anak seperti ini? Nggak kan? Di tempat kamu bagaimana?
Lucunya, setelah bangun tidur, Kak Ghifa cerah ceria. Dia aktif lagi seperti biasanya. Bahkan, saat ada tetangga yang datang, dia hepi banget. Minta turun ke lantai ikutan bercanda bersama mereka. Makanan apapun yang dia temukan, dimakan dengan lahap. Seperti tidak sedang sakit. Semua yang ada dalam kamar pada heran.
Alhamdulillah juga, malam itu Kak Ghifa langsung BAB. Jadi, langsung kami serahkan ke petugas. Tapi, hasilnya ya besok pagi.
Keesokan harinya, hasil lab menyatakan kalau pencernaan Kak Ghifa memang bermasalah. Ada bakteri di dalamnya.
Tapi, Kak Ghifa sudah tidak bisa diam.
"Adik sakit apa, Mbak?" tanya keluarga pasien sebelah.
Setelah kami jelaskan kebanyakan dari mereka pada heran. Herannya, kok Kak Ghifa nggak bisa diam. Ada-ada saja yang dilakukan. Seperti anak yang tidak sakit. Nggak percaya? Lihat saja nih video berikut. Makan salak aja lebay banget. Hihi.
Semula, kami memang berencana kalau Kak Ghifa rawat jalan saja. Bukan perkara hemat biaya, tapi karena Kak Ghifa itu aktif banget. Aku takut infusnya akan diganti lagi melihat polahnya yang amazing banget. Tidurnya pun harus dalam keadaan yang sangat aman dan sunyi. Makanya, melihat perkembangan yang bagus, aku dan keluarga bersikukuh untuk membawa pulang Kak Ghifa sore itu, rawat jalan.
Apa kata dokter? Sebenarnya dokter minta tinggal 1 hari lagi. Tapi, kami tetap minta pulang. Berikut alasan kami.
***
Pagi itu Kak Ghifa makan dengan lahapnya. Semua terasa baik-baik saja. Meskipun 10 hari belakangan dia sering BAB. Biasanya yang sehari 1 kali BAB, ini bisa 4 sampai 5 kali. Sudah ku bawa ke bidan, katanya tak apa asal BABnya tidak cair, anak masih aktif, makan banyak, dan minumnya pun cukup. Aku pun anggap semuanya baik-baik saja.
Selain itu, aku juga pernah buat status di FB soal BAB Kak Ghifa. Sebagian besar bilang tak apa. Ada pula yang menyarankan untuk membeli semacam multivitamin tambahan yang baik untuk ususnya. Sudah ku coba juga. Ku pikir semua aman.
"Ummi kerja dulu, ya. Kakak nggak boleh nakal di rumah." Kak Ghifa mencium tanganku dan melambaikan tangan kanan dengan gaya khasnya.
Sekitar 11.30 WIB, aku ketawa-ketiwi dengan teman sejawat karena bercerita suatu hal. Selepas itu, aku hendak menyapu kelasku. Eh, senjatanya tak ada. Pergilah aku ke kelas sebelah untuk meminjam sapu. Saat kembali ke kelas, layar HP ku menyala. Seperti ada yang telepon tapi tak terjawab. Saat ku lihat, ada 2 kali panggilan tak terjawab dari nomor suamiku. Heran.
Ku telepon balik. Tak bisa. Hendak kucoba lagi tapi nama suami sudah ada di layar HPku.
Di seberang sana, "Mbak, cepetan pulang. Sekarang. Kak Ghifa nangis terus."
DEG!
Kenapa bukan suara suamiku tapi adikku? Pikiranku langsung ke mana-mana. Ini pasti ada yang tidak beres.
Ku lempar sapu sekenanya. Ku saut jaket dan tas ku. Ijin kepada teman yang ada di kantor dan ku lajukan sepeda motorku, sekencang mungkin. Aku sudah tak peduli lagi dengan keadaan sekitar. Di otakku hanya satu, ada apa dengan Kak Ghifa?
***
Sekitar pukul 10.00, Kak Ghifa bangun tidur. Tak seperti biasa, tidur siangnya hanya 1 jam. Saat bangun dia hanya gelimpungan di kasur. Sesekali dia nungging.
Dibawalah ke puskesmas terdekat. Di ruang IGD,
"Tadi kejang, Bu?"
"Tidak."
"Panas?"
"Tidak."
"Rujuk saja, rujuk."
Tubuh ibuku seketika gemetar. Tak membayangkan cucu kesayangannya harus dilarikan ke rumah sakit tanpa sebab yang pasti.
Di sepanjang perjalanan ke rumah sakit, sirine ambulans mengaung-ngaung.
"Dek Ghifa. Bangun, Dek." petugas puskesmas berkali-kali memanggil Kak Ghifa yang tak sadarkan diri.
***
"Apa kata dokter?" ku posisikan Kak Ghifa senyaman mungkin dalam gendonganku sambil nenen. Sesekali dia mengerang, ku duga perutnya sakit.
"Belum tahu. Ini saja tadi infusnya diganti lagi (sudah diinfus dari Puskesmas). Ditusuk-tusuk lagi tangannya. Aku nggak tega." Ibuku menangis lagi.
Tak selang beberapa lama, dokter di IGD memanggil nama Kak Ghifa. Mereka mau ambil darah Kak Ghifa (lagi). Sempat terjadi cekcok antara ibu dan petugas.
"Bukannya tadi sudah diambil darahnya? Kok tega banget to Mbak lihat anak kecil nangis histeris gitu. Mbok yang tadi saja. Jangan diambil lagi!"
Akhirnya, kami mengalah. Diambilnya (lagi) darah Kak Ghifa. Aku menyaksikan sendiri bagaimana mereka menusuk-nusukkan jarum di lengan Kak Ghifa. Rasanya ngilu, sengilu tangisan Kak Ghifa.
"Istighfar Kakak, astaghfirullah. Kakak kuat. Biar cepat sembuh ya, Kak."
Kalau bukan demi Kak Ghifa mendapat pengobatan secepatnya, sudah mencak-mencak aku. Pelayanan di sana membuat kami kecewa. Nunggu dapat ruangan saja sampai 3 jam. Itu kami pakai umum lho bukan BPJS. Oh, Indonesiaku. Pantas saja, banyak rakyatmu meninggal karena lambatnya pelayanan kesehatan di negerimu.
Baca juga: Kacamata Gratis dari BPJS
Tinggalkan drama soal pelayanan rumah sakit tersebut!
Hasil lab pun keluar. Leukosit Kak Ghifa tinggi, sekitar 18.000an. Padahal normalnya sekitar 15.000. Dokter bilang ada infeksi dalam tubuhnya, sehingga mau tidak mau Kak Ghifa dirawat inap. Karena harus dievaluasi BABnya (keluhan selama beberapa hari belakangan).
Selama menunggu ruangan, aku dan ibu bergantian menggendong Kak Ghifa yang tertidur. Oiya, Kak Ghifa juga sempat muntah sekali, banyak banget. Kata dokter karena efek obat yang disuntikkan melalui selang infusnya. Kami sudah panik duluan, karena selama di rumah nggak pernah muntah.
Tiba-tiba Kak Ghifa terbangun. Dia mengerang lagi, pantatnya ditunggingkan, dan "Duuuuuuttttttt" lagi "Duuuuuutttttttt"
Baunya, luar biasa!
Dia tertidur lagi. Sangat pulas. Nyaman. Wajahnya, tubuhnya, dan kepalanya pun mulai menghangat. Sampai-sampai kami menduga, Kak Ghifa seperti itu karena tidak bisa kentut. Jadi, setelah kentut bisa lega.
Sorenya, saat dokter anak tiba, Kak Ghifa masih tertidur pulas. Tak banyak informasi yang kudapat darinya. Menurutku, beliau kurang ramah dan informatif. Kalau kita nggak ngoyo tanya ya nggak dijelaskan. Apa semua dokter anak seperti ini? Nggak kan? Di tempat kamu bagaimana?
Lucunya, setelah bangun tidur, Kak Ghifa cerah ceria. Dia aktif lagi seperti biasanya. Bahkan, saat ada tetangga yang datang, dia hepi banget. Minta turun ke lantai ikutan bercanda bersama mereka. Makanan apapun yang dia temukan, dimakan dengan lahap. Seperti tidak sedang sakit. Semua yang ada dalam kamar pada heran.
"Wah, besok langsung pulang nih! Lha polahnya aja kayak gitu." seloroh tetangga.
Alhamdulillah juga, malam itu Kak Ghifa langsung BAB. Jadi, langsung kami serahkan ke petugas. Tapi, hasilnya ya besok pagi.
Keesokan harinya, hasil lab menyatakan kalau pencernaan Kak Ghifa memang bermasalah. Ada bakteri di dalamnya.
Tapi, Kak Ghifa sudah tidak bisa diam.
"Adik sakit apa, Mbak?" tanya keluarga pasien sebelah.
Setelah kami jelaskan kebanyakan dari mereka pada heran. Herannya, kok Kak Ghifa nggak bisa diam. Ada-ada saja yang dilakukan. Seperti anak yang tidak sakit. Nggak percaya? Lihat saja nih video berikut. Makan salak aja lebay banget. Hihi.
Semula, kami memang berencana kalau Kak Ghifa rawat jalan saja. Bukan perkara hemat biaya, tapi karena Kak Ghifa itu aktif banget. Aku takut infusnya akan diganti lagi melihat polahnya yang amazing banget. Tidurnya pun harus dalam keadaan yang sangat aman dan sunyi. Makanya, melihat perkembangan yang bagus, aku dan keluarga bersikukuh untuk membawa pulang Kak Ghifa sore itu, rawat jalan.
Apa kata dokter? Sebenarnya dokter minta tinggal 1 hari lagi. Tapi, kami tetap minta pulang. Berikut alasan kami.
- Kak Ghifa sudah sulit dikendalikan. Infusnya pengen dilepas terus. Main lari-larian di luar. Setiap kali diajak masuk kamar nangis.
- Setiap kali diukur suhu tubuhnya selalu bagus. Memang dari awal nggak demam sih. Tapi, petugas selalu ngotot kalau leukosit tinggi pasti panas. Lha kenyataan Kak Ghifa nggak gitu.
- Kak Ghifa BABnya sudah biasa, sehari sekali.
- Lahap makannya.
- Keadaan ruangan yang tidak memungkinkan. Saat itu kami menempati kelas 2, yang isinya 4 ranjang. Saat Kak Ghifa masuk hanya diisi 2 pasien, masih bisa istirahat. Paginya mulai penuh. AC di dalam kamar juga mulai nggak terasa, kamar jadi panas. Kak Ghifa selalu rewel kalau di dalam ruangan. Ini siang, belum malamnya. Aku khawatir Kak Ghifa malah tidak bisa tidur. Tidak bisa istirahat.
Sialnya, lagi-lagi kami kecewa dengan pelayanan rumah sakit. Untuk administrasi ijin pulang kami sampai mengemis-ngemis agar segera dipegang. Semua pelayanan di sana ternyata masih manual, saudara! Hari gini lho ya. *nyinyir kumat*
Akhirnya, sekitar pukul 20.00, kami sampai di rumah. Tahukah apa yang dicari Kak Ghifa sesaat setelah sampai rumah? DVD Power Rangers, iya, dia kangen nonton DVD. Setelah TV nyala dia langsung jingkrak-jingkrak menirukan gaya ala Power Rangers. Kami hanya geleng-geleng sambil tertawa.
"Ra sumbut, Kak." (Nggak sesuai kalau pas sakit)
Tak lama, Kak Ghifa berlari ke rumah sebelah, rumah adikku. Meloncatlah Kak Ghifa ke atas ranjang. Diciumilah Naura (adik keponakan, usianya 1 tahun). Sayang, Naura tak bergeming. Kak Ghifa kangen ya? Hihi.
Setelah nulis panjang lebar, apa kesimpulannya?
Hidup itu bagai roller coaster ya? Sedetik aku tertawa, sedetik kemudian kaget dapat kabar Kak Ghifa masuk rumah sakit. Sebel sama pelayanan rumah sakit, eh, dibikin ketawa sama tingkah polah Kak Ghifa.
Jujur, aku cuma mau tanya, ternyata rasanya kayak gini ya kalau anak masuk rumah sakit? Hancur sehancur hancurnya hatiku. Sumpah, merasa gagal banget jadi ibu.
Terus hubungannya sama judul postingan ini apa?
Aku cuma ingin mengingatkan diriku sendiri, lakukan yang terbaik, apapun itu. Jangan pernah menunda! Jangan terlalu banyak alasan. Selama itu tidak menyalahi aturan agama, segera kerjakan! Karena kita tak akan pernah tahu apa yang terjadi sedetik kemudian. Senang, sedih, tertawa, menangis, semua gak akan pernah bisa kita prediksi. Jangan sampai terlambat! Apalagi soal nyawa. Itu saja.
Setelah nulis panjang lebar, apa kesimpulannya?
Hidup itu bagai roller coaster ya? Sedetik aku tertawa, sedetik kemudian kaget dapat kabar Kak Ghifa masuk rumah sakit. Sebel sama pelayanan rumah sakit, eh, dibikin ketawa sama tingkah polah Kak Ghifa.
Jujur, aku cuma mau tanya, ternyata rasanya kayak gini ya kalau anak masuk rumah sakit? Hancur sehancur hancurnya hatiku. Sumpah, merasa gagal banget jadi ibu.
Terus hubungannya sama judul postingan ini apa?
Aku cuma ingin mengingatkan diriku sendiri, lakukan yang terbaik, apapun itu. Jangan pernah menunda! Jangan terlalu banyak alasan. Selama itu tidak menyalahi aturan agama, segera kerjakan! Karena kita tak akan pernah tahu apa yang terjadi sedetik kemudian. Senang, sedih, tertawa, menangis, semua gak akan pernah bisa kita prediksi. Jangan sampai terlambat! Apalagi soal nyawa. Itu saja.
iya ya, kalo dipikir-pikir kita nggak akan tahu kejadian apa yang ada di depan kita. Bahkan sedetik pun bisa berubah
BalasHapusHooh Mbak, yg bisa kita lakukan ya yg terbaik.
Hapussedih saat membaca bagian "kak ghifa harus diambil darahnya dan nangis" bayangin itu terjadi pada anakku. hiks
BalasHapusSemoga kak Ghifa selalu sehat ya, kalau saya pas anak sakit perut saya kasih serbuk laktobi mbak, FYI ya, hehehe
Iya, Mbak. Aku juga disaranin serbuk itu.
HapusAamiin aamiin Mbak. Makasih ya.
Tuh kaan perkara ga bisa kentut aja sampe masuak RS yo mbak. Moga2 ghifa sehat2 terus ya nak
BalasHapusIya nih Mbak, sepele jadi sepolo kan ya.
HapusWis reti to rasane pie? Lhaa noofa sering banget opname. Biayane makin bengkak lantaran ak masuk VIp dri kelas 1 bpjs. Alsannya yaa biar noofa bisa istirahat .. Karena sendiri. Ga bareng ma pasien lain.
BalasHapusCeria terus yaa Ghifaaaa. Love you
Pas itu aku pake umum tak pikir pelayanannya cepat, Mbak. Ternyata sama saja. Kelas 1 juga nggak ada yg kosong. Yo bejane Kak Ghifa Mbak. Ah, nak ingat sedih banget rasanya.
HapusPasien sebelahku pake BPJS ya gitu deh pelayanannya. Miris banget.
Paling ga tega kalo anak itu mulai diinfus ya mba.. Ya ampuun kalo bisa tukeran tangan, mau deh :(.. Anakku yg pertama diinfus pertamakali umur 7 bln, tp krn urat nadi tangan ga ketemu, akhirnya di kakinya infusnya ditaro.. Aku sampe kluar mba pas dipasang. Ga sanggub liatnya.. :(.. Cukup sekali itu aja lah..
BalasHapusAamiin. Jangan sampai terulang ya, Mbak.
HapusAkhir taun kemarin anakku juga opname, ditusuk sehari 3x karena infusnya gak pas. Rasanya udah gak karuan, nano nano, dan traumanya masih ada sampai sekarang. Semoga anak kita sehat terus ya mbak :)
BalasHapusKak Ghifa 4 kali Mbak, huhu...
HapusIya, aku juga trauma nih Mbak. Amit2 dh pokoknya.
Mba Ika.. makasih banyak ya tulisannya, entah kenapa, bikin aku bisa kembali bersyukur bisa menghabiskan seluruh waktuku untuk anakku. Entah udah beberapa hari belakangan aku lg banyak mengeluh, lupa benar2 kalau yg sedang aku jaga sekarang adalah amanah terbesar dari Allah. Aku harus melakukan yg sebaik2nya untuk dia.
BalasHapusSemoga Ghifa diberi kesehatan selalu ya, mba..
Sama-sama Mbak,
Hapusterkadang saat lelah sedang melanda, masalah datang bertubi2 kita lupa kodrat kita, lupa bersyukur Mbak.
Aamiin, aamiin, makasih ya, Mbak.
Sehat selalu untuk keluarga Mbak.
Kalo diare berkali2 apalagi sampai muntah apalagi anak masih bayi langsung UGD saja bisa dehidrasi, aku pake bpjs juga dan kyknya selagi anak masihh balita kita berakrab2 dgn RS n dokter anak, Alhamdulilah si kecil sdh sehat lagi
BalasHapusIni masalahnya Kak Ghifa nggak muntah, nggak panas, dan nggak rewel Mbak. Jadi, sakitnya datang tiba2 gitu.
HapusAku sampai nangis bacanya ik, secara aku mudah terharu. Alhamdulillah, Kak Ghifa sehat ya Mbak. emm..memang kita yg harus aktif tanya Mbak. Memang tetap harus ekstra waspada ya sama anak
BalasHapusDuh, maaf lho Mbak malah bikin nangis Mbak Wahyu.
HapusSetuju mbak, sedetik kedepan kita nggak pernah tau takdir apa yang akan terjadi. Karena itu aku berusaha untuk selalu mensyukuri apapun yang terjadi. :)
BalasHapusSedih bacanya, apalagi bayangin anak kecil diinfus. Tapi memang ada sih beberapa dokter anak yang pelit info, kadang kalo ditanya suka ngomel2. Kalo gitu saya pasti nandain ga akan ke dokter yang sama lagi.
BalasHapusSemoga Kak Ghifa sehat terus yaa. Biar ga perlu diopname lagi.
Oya suka kasian kalau anak kecil mesti disuntik atau fiambil darahnya, keponakanku takut ke tempat praktek dokter, liat jarum suntik nangis kejer, iya harusnya kaya di luar negeri dokter dan rs ramah anak, sehingga anak gak ketakutan ya, ya hidup memamg selalu ada ujiannya ya mbak, semoga kita selalu diberi kesehatan dan keselamatan oleh Alloh
BalasHapusMasyaAllah, bagaimana pun Alhamdulillah kak Ghifa segera membaik ya.
BalasHapusTerima kasih telah tuliskan pengalaman penanganannya dg lengkap ya mbak.
Bisa banget jadi rujukan banyak orang tua, siapa tahu yang anak2nya tunjukkan gejala yg sama spt yg kejadian di kk Ghifa.
Salam sore dari Lombok.
Lekas sehat ya Kak Ghifa.
BalasHapusAduh petugas gimana sih, aku juga berasa ngilu meski cuma baca.
Jarum kan sakit :( tapi lega pas kak Ghifa kentut hahhaha
gemesin rasanya.
Makasih sudah diingatkan Umiinya kak Ghifa :kecup:
semoga sehat terus ya kak Ghifa.. makasih ya Ika reminder nya. bener banget, kita gak pernah tahu apa yang terjadi sedetik kemudian.
BalasHapusBaca ini jd mengingatkanku ttg the hardest moment saat anakku dua2nta sakit, yg sulung diopname yg masih bayi waktu itu juga tiba2 diare dan demam, sementara aku juga baru aja recovery...huhuhu.
BalasHapusSemoga Kak Ghifa sehat2 selalu yaa, patah hati ya rasanya klo anak pas sakit
emojinya lucu mbak he3...semoga sehat terus ya kak ghifa...memang kalau masih batita itu anak2 masih rawan ya mbak...sakit ini sakit itu...anakku dulu juga gitu. nt kalau udah 5 keatas gitu biasanya udah agak jarang sakit.
BalasHapusAnakku kmren jg sempat gt mbk. Tapi leukositnya kurang bukan tinggi. Sempat disuruh opname juga. Hnmm sedih emg kalo anak sakit yaa
BalasHapusEh, kok malah rendah. Keluhannya sama smeua?
Hapuslucu ya, sampe di rumah yang dicari malah dvd poewr ranger.. :")
BalasHapushmm, pelayanan rumah sakit yang konvensional itu.. sudah tidak relevan ah dengan perkembangan zaman
Hihi...iya, Kak Ghifa lagi suka2nya sama power rangers.
HapusEntahlah, itu RS masih menggunakan sistem manual. Ada sih laporan adminstrasi yg pake komputer tapi tak banyak.
Bener mba, sedetik kemudian tak akan pernah tahu apa yang akan terjadi, itu pernah terjadi sama anakku saat opname, bikin jantung dag dig dug. Semoga anaknya selalu sehat ya.
BalasHapusMakasih ya, Lis.
HapusIya, pokoknya amit2 lah. Nggak mau lagi2.
Ini sama dg anakku bungsu dulu seusia kak Ghifa, opname dg penyebab sama smp 4 hari, padahal posisi lagi mudik Lebaran. Anak kecil rentan banget, begitu baca judulnya, aku langsung teringat cerita di blog emak blogger yg balitanya meninggal karena kecemplung itu. Benar2 harus banyak doa di tiap langkah ketika punya balita. Karena sebaik apapun kita menjaga, takdir tak pernah kita ketahui.
BalasHapusIya Mbak, sudah dijaga makannya, sebelum makan selalu cuci tangan. Selesai makan juga cuci tangan tapi kok ya diare selama 10 hari.
HapusAllah yang maha mengetahui smeuanya Mbak.
Iih mba ika. Aku dah mewek2 loh baca cerita kakak ghifa dibawa ke RS. Bayangin anakku yg seumuran kak ghifa. Trus jadi sakit apa toh? Masih kepo nih.
BalasHapusDokternya nggaknjelas sih Mbak, bilangnya diare. Tapi kalo aku sendiri ngiranya ya ada penumpukan gas di dalam perutnya. Makanya pas bisa kentut Kak Ghifa sudah waras lagi.
HapusJadi inget pelayanan salah satu RS di pwd yang gak memuaskan juga mbk, pelayanan lama, petugas jaga malam malah tidur hadeh, harusnya kan jaga,
BalasHapusKalau ngantuk harusnya gak usah kerja haha.
gak tega emang kalo liat anak bayi ditusuk tusuk aneka jarum dan selang ya
BalasHapusAlhamdulillah kak Ghifa sudah sehat kembali. Sehat selalu yaa Kak Ghifa :)
BalasHapusHuhhu hidup memang penuh dengan kejutan mbak, baik dan buruk. Jadi ingat minggu lalu. JUmat aku masih baik-baik saja, minggu nya aku kehilangan jabang bayi ku :(
BalasHapusAlhamdulillah udah kembali lagi ke rumah ya, Kak Ghifa. Moga sehat2 terus ya dan tambah pintar juga. :)
BalasHapusAlhamdulillah, Sehat terus dek Ghifa. Kalau aku buat diriku aja milih2 mba perawatnya, nyari yg udah mahir nyuntik supaya nggak terlalu sakit, apalagi buat anakku ya, kalau berani dijadikan bahan percobaan nyuntik tak kasih minum kopi jessica deh hehe.
BalasHapusKatanya nyuntik anak kecil memang susah banget mba krn pembuluhnya kecil dan sering gerak2, suamiku perawat jadi sedikit2 tau :)
Aku baca sambil bayangin ,krn dl anakku jg pernah mondok. Perkara kentut memang kok bisa bikin gawat ga anak maupun dewasa, tp kl org dewasa bisa Buru2 minum air anget sama dibalur minyak kayu putih. Kadang malah myk kayu putih ta campur air panas tak minum. Nek telat ancene bahaya. Mg sehat kak ghifa ya
BalasHapusAnak sakit, mau umur berapapun dia, pasti bikin panik. Bikin saya gak bisa berpikir jernih. Semoga Adek Ghifa sehat selalu agar Ibu Diya senyum terus.
BalasHapusAlhamdulillah mb..sekarang Ghifa dah lincah bermain lagi. Anakku yang sulung mb..yang pernah opname. Demam tinggi. Seminggu di RS, bbrp kali test nggak ketemu penyebabnya. Smntara saya punya bayi 2 bulan...rasane bnr2 ra karuan mb. Untung sekarang dah sehat semua...
BalasHapusSungguh kesehatan itu tak ternilai ya mb..