"Cuma kerja begitu kok ya bisa makan ya?"
Pernah nggak punya pikiran demikian saat melihat orang lain dengan pekerjaan yang bagi kita (maaf) agak remeh?
***
Aku ingin bercerita tentang penjual jajanan anak sekolah di tempatku mengajar. Apabila tak sama dengan keadaan penjual jajanan di tempat kamu, ya wajar saja ya. Beda ladang beda penghasilan.
Aku sering bertanya-tanya, "Berapa ya pemasukannya setiap hari? Apa cukup untuk menghidupi keluarganya? Kenapa nggak cari pekerjaan lain saja yang lebih menggiurkan penghasilannya? Kok ya mau gitu nglakoni (menjalani) pekerjaan seperti itu?"
Bermodalkan sepeda tua, keranjang bantuan negara (PNPM), setiap hari penjual di atas menjajakan dagangannya di sekolah. Jarak yang ditempuhnya pun tak dekat.
Hari gini masih ada yang naik sepeda buat jualan? Padahal yang lainnya sudah pakai motor semua lho. Dan aku ngerasa selalu haru kalau melihat penjual-penjual seperti itu. Apalagi kalo yang sudah berusia lanjut. Mendorong gerobak dalam keadaan jalan menanjak ke atas dengan napas yang ngos-ngos-an, kasian banget.
Kalau boleh aku bertanya, kenapa Allah tak menciptakan semua hambanya dengan harta yang bergelimangan saja? *ini pertanyaan bodoh banget yak*
Kalau boleh aku bertanya, kenapa Allah tak menciptakan semua hambanya dengan harta yang bergelimangan saja? *ini pertanyaan bodoh banget yak*
Dalam hati aku berdialog sendiri, tetanggaku yang profesinya sama dengan laki-laki yang kuceritakan di atas, rumahnya kok bagus ya. Anaknya sekolah semua sampai SMA. Ehm, berarti penghasilannya memang banyak ya walau hanya jualan jajan seperti itu.
Lain lagi tetangga yang juga jualan jajan semacam itu. Setiap Ramadan tiba, otomatis suaminya kan tidak berjualan. Tapi, aku pernah lihat istrinya mengajak semua anaknya untuk belanja baju lebaran lho. Bukankah itu artinya memang penghasilan suaminya cukup untuk hidup?
Lha aku?
Meringis kecut.
Usut punya usut, aku dapat info dari tetangga, ternyata begini rahasia mereka (tepatnya istri penjual jajanan).
Pertama,
Setiap hari istrinya menabung. Pasti. Penghasilan suaminya sebagian dimasukkan celengan, buat makan sehari, uang saku anaknya, uang lain-lain, dan buat beli bahan untuk jualan lagi.
Benar saja, saat aku melihat salah satu istri penjual jajanan itu di pasar, sedang membelikan baju anaknya, uang yang dibawa itu recehan lho. Ada dua ribuan, seribuan, dan lima ratusan. Bisa jadi itu memang uang celengan yang disimpan untuk keperluan semacam lebaran.
*Pelajaran penting nih, aku kadang kalau belanja pakai uang receh suka malu.*
Ngomong-ngomong soal nabung. Ini butuh komitmen yang kuat. Benar kata pakar ekonomi, kalau nabung itu di awal bulan. Jangan sisa uang bulanan! Lah dapat berapa ntar kalau uang sisa?
Aku sendiri belum bisa nyisihin uang penghasilanku. Tapi, di rumah aku mengajarkan Kak Ghifa untuk menabung dari kecil. Caranya? Aku beliin celengan dua ribuan itu lho. Isinya dari mana? Uang recehan sisa belanja. Kembalian 500 aku masukin. 1000 aku masukin. Itu setahun (aku bukanya pas mau lebaran) bisa dapat 250-300 ribuan lho. Lumayan kan? Padahal ini nabungnya se-sempatnya, seingatnya. Gimana kalau niat ingsun ya?
Dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya, sekarang aku menyediakan 2 celengan buat Kak Ghifa. Satu untuk recehan, yang satunya untuk uang kertas. Kalau uang kertas ini Kak Ghifa ngumpulin uang dari uang sakunya yang didapat dari orang. Misalnya, ke rumah nenek dapat uang saku, ada teman Abi main ke rumah, eh, dapat uang. Seringnya sih Mbah Kakung yang ngisi pas pulang dari pasar.
"Ayo masukin celengan, Kak. Nanti kalau sudah penuh buat beli sepeda!" Kata Mbah Kung diikuti Kak Ghifa yang segera mengambil celengannya.
Jujur saja, aku sendiri sebenarnya lebih suka menabung dalam bentuk barang, misalnya emas. Akan tetapi, menyesuaikan penghasilan juga karena Abi kan wiraswasta. Penghasilannya tidak tentu.
Enaknya kalau nabung itu, uangnya bisa dipakai saat kita butuh dana dadakan. Dua tahun terakhir, karena Kak Ghifa belum paham uang, aku sering menukarkan uangnya dengan emas. Lumayan lah ya kalau setahun dapat segram atau dua gram emas tua.
Inginnya, aku bisa seperti istri penjual jajan itu deh. Nabung dengan niat yang kuat untuk menyisihkan sebagian penghasilanku dan suami. Jadi, nabungnya bukan karena uang sisa. Biar kalau ada kebutuhan dadakan nggak gedandapan. Kalau kamu bagaimana?
Kedua,
Makan yang sederhana tapi tetap bergizi. Hari ini makan lauk apa? Sayur lodeh, kerupuk, tempe, tahu, dan ayam? Belum lagi buah di kulkas yang segambreng?
Aku teringat nasihat Pak RTku, "Makan seadanya yang penting bergizi. Kurang kerjaan banget kalau sampai tetanggamu ngintip dapurmu. Yang penting anak sekolah tinggi."
Biasa sih yang disampaikan. Tapi, ada benarnya juga kan? Kalau bisa makan dengan sayur bening, sambal, dan tahu, kenapa harus pakai ayam dan tempe juga. Bukankah ini pemborosan? Sayang juga kalau nanti nggak habis, kan ujung-ujungnya dibuang. Kalau mau dimasak lagi besoknya, rasa dan kandungan gizinya kan juga sudah berkurang.
Aku habis kok!
Lah, itu rakus namanya.
Begitulah pola makan keluarga penjual jajanan di sekolah. Kalau ada yang bilang, ntar anaknya bodoh kalau makannya cuma sama tahu tempe. Ih, kata siapa? Nyatanya anak-anaknya pinter kok, di sekolah mereka sering masuk 10 besar. Bahkan ada yang dapat beasiswa.
Kadar kesederhanaan setiap keluarga menyiapkan menu makanan memang berbeda. Tapi, setidaknya sebagai ibu/istri, kita harus pintar membagi uang belanja dari suami bukan? Kalau biasanya uang 100 ribu hanya bisa buat makan sehari tapi karena berhemat bisa jadi lauk 2-3 hari, kenapa tidak diterapkan pilihan yang kedua saja?
Ketiga,
Tidak latah dengan apa yang dimililiki tetangga. Tetangga kredit baju, ikutan kredit baju. Tetangga beli kulkas baru, ikutan beli kulkas baru. Eh, tetangga berangkat nonton film bioskop terbaru, ikutan juga (sesekali boleh lah ya). Hihihi.
Ada yang seperti itu?
ADA DONG.
Hahaha. Semangat banget.
Di daerahku sini, banyak banget orang yang sering nawarin kredit baju lah, panci lah, kipas anginlah, sampai kredit jajanan lebaran juga ada. Kalau nurutin nafsu, semua dijabanin deh. Giliran mau nyicil, nggak bisa, kelilit hutang deh.
Semua itu demi apa? Demi ngikutin gaya hidup tetangga? Kamu gitu juga nggak? Duh, untung aja kreditan gamisku sudah lunas. Hahaha.
Masih menurut pengawasan (cieh, kayak intel aja nih) tetangga, keluarga penjual jajanan itu mana pernah ikutan nimbrung kalau ada tukang kredit menjajakan dagangannya di depan rumah tetangga. Prinsip mereka gini, kalau ada uang ya dibeli. Kalau nggak ada ya jangan dekat-dekat deh.
Kamu bisa nggak seperti itu? Aku? Kan mumpung ada kreditan ya, bayarnya juga dikit-dikit. Ah, alesan! Hahaha.
Setiap hari istrinya menabung. Pasti. Penghasilan suaminya sebagian dimasukkan celengan, buat makan sehari, uang saku anaknya, uang lain-lain, dan buat beli bahan untuk jualan lagi.
Muridku di sekolah juga nabung lho |
Benar saja, saat aku melihat salah satu istri penjual jajanan itu di pasar, sedang membelikan baju anaknya, uang yang dibawa itu recehan lho. Ada dua ribuan, seribuan, dan lima ratusan. Bisa jadi itu memang uang celengan yang disimpan untuk keperluan semacam lebaran.
*Pelajaran penting nih, aku kadang kalau belanja pakai uang receh suka malu.*
Ngomong-ngomong soal nabung. Ini butuh komitmen yang kuat. Benar kata pakar ekonomi, kalau nabung itu di awal bulan. Jangan sisa uang bulanan! Lah dapat berapa ntar kalau uang sisa?
Aku sendiri belum bisa nyisihin uang penghasilanku. Tapi, di rumah aku mengajarkan Kak Ghifa untuk menabung dari kecil. Caranya? Aku beliin celengan dua ribuan itu lho. Isinya dari mana? Uang recehan sisa belanja. Kembalian 500 aku masukin. 1000 aku masukin. Itu setahun (aku bukanya pas mau lebaran) bisa dapat 250-300 ribuan lho. Lumayan kan? Padahal ini nabungnya se-sempatnya, seingatnya. Gimana kalau niat ingsun ya?
Dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya, sekarang aku menyediakan 2 celengan buat Kak Ghifa. Satu untuk recehan, yang satunya untuk uang kertas. Kalau uang kertas ini Kak Ghifa ngumpulin uang dari uang sakunya yang didapat dari orang. Misalnya, ke rumah nenek dapat uang saku, ada teman Abi main ke rumah, eh, dapat uang. Seringnya sih Mbah Kakung yang ngisi pas pulang dari pasar.
"Ayo masukin celengan, Kak. Nanti kalau sudah penuh buat beli sepeda!" Kata Mbah Kung diikuti Kak Ghifa yang segera mengambil celengannya.
Jujur saja, aku sendiri sebenarnya lebih suka menabung dalam bentuk barang, misalnya emas. Akan tetapi, menyesuaikan penghasilan juga karena Abi kan wiraswasta. Penghasilannya tidak tentu.
Enaknya kalau nabung itu, uangnya bisa dipakai saat kita butuh dana dadakan. Dua tahun terakhir, karena Kak Ghifa belum paham uang, aku sering menukarkan uangnya dengan emas. Lumayan lah ya kalau setahun dapat segram atau dua gram emas tua.
Inginnya, aku bisa seperti istri penjual jajan itu deh. Nabung dengan niat yang kuat untuk menyisihkan sebagian penghasilanku dan suami. Jadi, nabungnya bukan karena uang sisa. Biar kalau ada kebutuhan dadakan nggak gedandapan. Kalau kamu bagaimana?
Kedua,
Makan yang sederhana tapi tetap bergizi. Hari ini makan lauk apa? Sayur lodeh, kerupuk, tempe, tahu, dan ayam? Belum lagi buah di kulkas yang segambreng?
Aku teringat nasihat Pak RTku, "Makan seadanya yang penting bergizi. Kurang kerjaan banget kalau sampai tetanggamu ngintip dapurmu. Yang penting anak sekolah tinggi."
Biasa sih yang disampaikan. Tapi, ada benarnya juga kan? Kalau bisa makan dengan sayur bening, sambal, dan tahu, kenapa harus pakai ayam dan tempe juga. Bukankah ini pemborosan? Sayang juga kalau nanti nggak habis, kan ujung-ujungnya dibuang. Kalau mau dimasak lagi besoknya, rasa dan kandungan gizinya kan juga sudah berkurang.
Aku habis kok!
Lah, itu rakus namanya.
Begitulah pola makan keluarga penjual jajanan di sekolah. Kalau ada yang bilang, ntar anaknya bodoh kalau makannya cuma sama tahu tempe. Ih, kata siapa? Nyatanya anak-anaknya pinter kok, di sekolah mereka sering masuk 10 besar. Bahkan ada yang dapat beasiswa.
Kadar kesederhanaan setiap keluarga menyiapkan menu makanan memang berbeda. Tapi, setidaknya sebagai ibu/istri, kita harus pintar membagi uang belanja dari suami bukan? Kalau biasanya uang 100 ribu hanya bisa buat makan sehari tapi karena berhemat bisa jadi lauk 2-3 hari, kenapa tidak diterapkan pilihan yang kedua saja?
Ketiga,
Tidak latah dengan apa yang dimililiki tetangga. Tetangga kredit baju, ikutan kredit baju. Tetangga beli kulkas baru, ikutan beli kulkas baru. Eh, tetangga berangkat nonton film bioskop terbaru, ikutan juga (sesekali boleh lah ya). Hihihi.
Ada yang seperti itu?
ADA DONG.
Hahaha. Semangat banget.
Di daerahku sini, banyak banget orang yang sering nawarin kredit baju lah, panci lah, kipas anginlah, sampai kredit jajanan lebaran juga ada. Kalau nurutin nafsu, semua dijabanin deh. Giliran mau nyicil, nggak bisa, kelilit hutang deh.
Semua itu demi apa? Demi ngikutin gaya hidup tetangga? Kamu gitu juga nggak? Duh, untung aja kreditan gamisku sudah lunas. Hahaha.
Masih menurut pengawasan (cieh, kayak intel aja nih) tetangga, keluarga penjual jajanan itu mana pernah ikutan nimbrung kalau ada tukang kredit menjajakan dagangannya di depan rumah tetangga. Prinsip mereka gini, kalau ada uang ya dibeli. Kalau nggak ada ya jangan dekat-dekat deh.
Kamu bisa nggak seperti itu? Aku? Kan mumpung ada kreditan ya, bayarnya juga dikit-dikit. Ah, alesan! Hahaha.
Benar kata orang, istri adalah manajer keluarga. Kalau sampai manajer-nya emnyeh-emnyeh, ya wassalam deh.
Harus ada tekad dan niat yang kuat ya biar keuangan keluarga nggak mudah terombang-ambing. Kalau dari tiga poin di atas, rasanya memang gampang-gampang susah kalau diterapkan. Apalagi yang poin ketiga ya. Tak dipungkiri kita kan hidup bermasyarakat. Setiap hari bergesekan dengan mereka. Kuat nggak kita sama prinsip hidup kita. Kalau nggak kuat? Ya, bahaya.
Ngomong-ngomong soal prinsip, terutama untuk prinsip ekonomi, ini sebaiknya memang sudah dibicarakan sejak awal menikah. Ya, paling tidak ada pembenahan ke arah yang lebih baiknya sambil jalan lah ya. Karena kalau dari awal tidak ada prinsip yang harus dipertahankan sampai kapanpun ya uang blabas mulu.
Sampai sini, kira-kira ada yang perlu dibenahi dengan prinsip ekonomi keluargamu? Pesanku, yang baik dari tips hemat belanja ala istri penjual jajanan ini diambil. Yang tidak ya ditinggalkan. Mana yang bisa disesuaikan dengan ekonomi keluargamu. Karena yang tahu bagaimana keadaan ekonomi keluargamu secara pasti ya kamu dan pasangan. Selamat berbenah ya^^
Ngomong-ngomong soal prinsip, terutama untuk prinsip ekonomi, ini sebaiknya memang sudah dibicarakan sejak awal menikah. Ya, paling tidak ada pembenahan ke arah yang lebih baiknya sambil jalan lah ya. Karena kalau dari awal tidak ada prinsip yang harus dipertahankan sampai kapanpun ya uang blabas mulu.
Sampai sini, kira-kira ada yang perlu dibenahi dengan prinsip ekonomi keluargamu? Pesanku, yang baik dari tips hemat belanja ala istri penjual jajanan ini diambil. Yang tidak ya ditinggalkan. Mana yang bisa disesuaikan dengan ekonomi keluargamu. Karena yang tahu bagaimana keadaan ekonomi keluargamu secara pasti ya kamu dan pasangan. Selamat berbenah ya^^
Iyaa mba, sygx masyarakat kita makin banyak duit, cicilan makin banyakk... Jadilah sering merasa ga cukup...
BalasHapusKalo dkeluargaku sih, kami mmg anti nyicil, pokokx jgn deh.. Takut riba. Yg ptg makan enak, tidur enak, udah gitu aja hehe
Yuk menabung hahahaa
BalasHapusIa harus pintar t mengatur keuangan nya . .
BalasHapusHabiskan gaji di awal bulan (diamplop2in sesuai kebutuhan), dan minimalkan banget utang or cicil2..
BalasHapussaya setuju dengan tipsnya mbak..trima kasih..
BalasHapusBetul..gak perlu intip dapur dan dompet orang lain.
BalasHapuskadang aku juga sering mikir gitu lho mbak, "kerjaannya (maaf) cuma gitu, tapi bisa makan, bisa sekolahin anak2."
BalasHapustapi ya begitulah Alloh ngasih rejeki ke makhluknya. Dan sebaiknya rejeki tsb memang harus dimanage dengan baik, kayak tips diatas :)
Wah patut ditiru nih sering belum habis bulan udah kehabisan dana, trus ngosrek2 receh yangnada di laci hahaha
BalasHapusAduh pas banget ini... tipsnya oke mbak. Dan itu bener banget, menabung di awal bulan. Kalau di akhir ya suka bablas -_- besok gajian harus langsung nabung. Hihihi...
BalasHapusAku ama suami sbnrnya sama2 boros mba. Tp kita mulai sadar sjk ada anak. Hrs mikirin lah uang sekolahnya dr skr dll kebutuhan dia. Dr situ kita mulai investasi mulai dari saham, forex, emas dan proteksi jg k asuransi. Dan aku lgs potong semua budget investment td di awal gajian. Dan apa yg tersisa, ya itu uang utk kita traveling, dan hidup sehari2 :D. Dan memang niat hrs kuat sih. Kalo aku mikirnya krn takut nanti anak2 telantar, itu udh cukup bikin niat kita berdua kuat buat nabung ke investasi
BalasHapusBelajar bisa dari mana aja ya mba... :)
BalasHapusSip! Makasih tipsnya mbak. Meski dari keluarga sederhana,prinsip hidup si penjual di sekolah itu malah justru patut ditiru
BalasHapusNabung ya mbak, bener banget nih... aku juga pengen beli celengan ah buat anakku supaya dia ngerti konsep menabung :D
BalasHapusThanks for sharing, kadang hal-hal kaya gini terlupakan ya
aku juga paling ga suka ambil kreditan, mba. Aku paling hindari itu. Soalnya selain harganya jadi lebih mahal bisa bikin kebiasaan juga. Jadi pas lunas ngambil lagi. Mending sabar aja, beli langsung di pasar kalu udah cukup uangnya
BalasHapusUdah nyelengi di celengan kaleng tapi sering tergoda buat nyuthiki 😁😁
BalasHapusIntinya hidup sederhana dan apa adanya ya mbak gak jadi korban style....
BalasHapusMemang ya, ibu rumah tangga juga harus pintar mengatur keuangan. jangan sampai belum gajian sudah habis duluan.
BalasHapusNiatnya tuh tiap bulan mo nyisihin buat tabungan tp tiap bulan juga selalu kepake buat macem2 dan yg nyebelin kadang buat hal yg ga penting
BalasHapusRezeki itu kdg kyk teka teki.. Kayaknya ga cukup, tp bisa juga kok cukup.. Memang yg penting ngatur keuangannya harus tepat, makasih sharingnya ini mbak, bikin semangat :)
BalasHapusNah ini nih... tips bagus, walau belum punya suami, lumayan lah tambah-tambah ilmu..haha. Belum punya suami aja kadang duit juga sering abis.. :(
BalasHapusBiasanya receh suka jadi penyelamat saya. Pernah beberapa kali pas mau bayar parkir hingga kirim barang, lupa bawa cash. Akhirnya cari di laci mobil. Alhamdulillah dapat sejumlah yang diinginkan :D
BalasHapusemnyeh-emnyeh...wadududuh..buru-buru introspeksi nih. hahaha...
BalasHapusnice post mbak ika. love it!
Anak2ku milih ga makan daripada harus makan sama tempe n tahu. Terus ga mau sayur juga, pdhl ema bapaknya suka banget sayur.
BalasHapusKalo uang recehnya ditabung, anak2ku ga bisa jajan 😂
Makin semangat nabung...makasih mbak Diya :)
BalasHapusnabung memang harus diawal bulan Mba, kalo nunggu akhir bulan gak akan pernah bisa nabung :(
BalasHapussalah satu cara menabung yang saya jalankan adalah tabungan sistim debet dari rekening utama dan ikut arisan dengan nilai yang besar jadi sekali terima arisan bisa langsung didepositokan uangnya :)
Setuju, Mbak. Saya sekarang juga mulai menabung secara tradisional--masukin celengan. Uang receh kembalian saya kumpulin buat dipakai parkir atau belanja di minimarket pas nilainya pecahan. Jadi tak ada kata terbuang. Kadang kalau cukup banyak, kami masukkan ke rekening tabungan anak. Anak senang bisa nabung walau pakai uang recehan hehe.
BalasHapusBetul lagi, makan mah yang penting sehat bukan yang enak. Ini yang kupetik setelah tinggal dekat ibu. Apalagi yang ketiga, bahaya kalau udah ikut-ikutan gaya orang. Beda kondisi ekonomi, beda kebutuhan juga. Tak perlu latah sebab hidup kan bukan persaingan.
Ibuku yang rajin banget nabung emas, Mba. Kalo aku cuma nyimpen uang di rekening khusus aja, paling juga nabung saham. Itu pun ga getol. Kayaknya udah hrs lebih komit lagi deh. Istri penjual jajanan ini aja bisa nabung, masak kita engga ya?
BalasHapusKudu komit emang ya!
Thanks sharingnya,Mba.nice reminder.