Tidak seperti biasanya, ketika
bangun tidur aku mendapati suasana yang berbeda. Ya, liburan semester empat ini
seperti biasa, mumpung mau puasa juga sekalian berkunjung ke makam mbah kakung
di Pati. Keluarga besar Ibuku yang selalu hangat dan selalu ingin ku kunjungi
meskipun hanya sehari.
Dan pagi ini, 19 Juli 2012, ketika
sedang mengantar Ibu ke pasar Pakis, aku mendapatkan pesan singkat dari teman,
yang intinya “wajib datang ke kampus untuk mengumpulkan berkas berkaitan dengan
transkrip nilai”.
Sejak kemarin, dibingungkan dengan
adanya kabar mengenai portal. Tidak hanya itu saja sampai – sampai teman –
temanku ada yang mengumpat lewat sosial media. Hanya karena jengkel dengan perubahan
yang ada di kampus kami. Tapi sebenarnya itu semua lumrah. Karena ini semua
adalah hal baru di tempat kami. Jadi,
tidak bisa langsung bisa sempurna. Butuh waktu untuk bisa tampil semaksimal
mungkin.
Oke, lanjut lagi. Dengan adanya
kesimpangsiuran kabar mengenai transkrip dan portal tersebut, akhirnya aku
membuat sebuah status di facebook ku yang intitnya memang berkutat pada
transkrip dan portal itu tadi. Aku lebih memilih untuk tetap di Pati dibandingkan ke kampus untuk
mengumpulkan transkrip. Yang aku pikir buat apa? Lagian juga sudah sesuai. Jauh
– jauh ke kampus meninggalkan keluarga. Nenek saja sampai bilang, “Apa tidak
bisa besok aja?”. Aku bisa melihat kekecewaan di wajah nenekku yang nantinya
akan benar – benar nyata ketika aku harus pulang dan memilih ke kampus. Tapi
untunglah, Ria temanku juga ternyata lebih memilih jalan sepertiku.
Dan yang lebih ramai lagi adalah mengenai
statusku di facebook. Ada dua temanku yang sangan getol banget berargumen.
Semua berawal dari temanku yang namanua Ude. Dia berkomentar yang menurutku
agak “ngecee”. Dan keluarlah komentarku mengenai “buat apa banyak mencoba kalau
salah terus”. Akhirnya muncullah tiba – tiba temanku yang namanya Rofi dengan
komentar, “(“buat apa banyak mencoba kalau salah terus”), andai saja ilmuan
jaman dulu memiliki pemikiran yang seperti itu pasti dunia ini akan gelap dan
sunyi”(kurang lebih seperti itu). Nah Ude pun dengan sangat getol menyetujui
apa yang diucapkan oleh Rofi.
Aku. Tipe orang yang tidak mau
dikalahkan. He, jujur. Tapi yang pasti aku punya ;pnedapat lain tentang apa
yang diucapkan oleh Rofi. Memang benar, ilmuan dahulu menganut cara try try
try.........try sampai akhirnya mendapatkan apa yang dituju.
Tapi, itu dulu. Berubah jamannya,
berubah juga apa itu kebutuhan, tuntutan, bahkan cara pandang. Semua ini
tidakmengecualikan bahwa cara ilmuan terdahulu itu juga patut ditiru. Tapi
bagaimana? Apakah itu bisa diterapkan dengan keadaan saat ini? Yang semua serba
cepat dan tepat.
Kalau Ude bilang, “ah...kamu terlalu
mengedepankan logika”. Oh. . benar! Kita harus realistis. Jangan sampai hidup
ini kita samakan dengan sebuah permainan. Apalagi dengan permainan kesukaanku,
“Angry Bird” yang apabila kita tidak suka maka bisa di ulang atau “Try Again”.
Itu hanya akan membuang waktu, tenaga, dan pastinya secara materi.
Tapi kembali lagi masing – masing
orang memiliki pandangan tersendiri. Tidak bisa kita memaksakan kehendak kita
untuk diterima oleh orang lain. Tapi yang pasti kita perlu maju, dan tidak
hanya belajar secara teori saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar