29 Agustus 2012
Sesuai perjanjian kemarin, Maya, keponakanku akan datang ke rumah untuk
les. Les yang saya laksanakan ini tanpa bayaran. Semua saya lsayakan atas
kesadaran saya ingin memulai mencerdaskan oang di sekitar saya terlebih dahulu
sebelum orang di luar sana. Tapi semua itu tak lepas dari bantuan orang – orang
di sekitar saya. Terutama Bu Darman yang telah menyumbangkan papan tulis TK
yang sudah tidak dipakai untuk urusan les ini.
Sudah hampir pukul 16.00 WIB. Tapi
Maya tidak datang juga. Saya berpiki, untuk melsayakan suatu perubahan memang
sangatlah sulit. Butuh perjuangan. Dan saya rasa perjuangan saya kali ini
dimulai dari menjempur Maya. Ya, saya pergi ke rumahnya yang letaknya tak jauh
dari rumah. 10 menit pulang pergi dengan sepeda motor.
Sesampainya di rumah Maya, ternyata
ia belum mandi. Saya tunggu dia. Tak berapa lama ia muncul dan kemudian kami
berangkat menuju ke rumah saya.
Berdoa. Saya awali les pertama hari
ini dengan berdoa. Saya minta Maya untuk memimpin. Sedikit canggung dan ia
justru ketawa – ketiwi mendengar suruhan saya. Mungkin karena baru awal seperti
itu. Tapi bagi saya berdoa sebelum belajar itu sangatlah penting. Karena apa
yang kami terima baik saya atau Maya itu tak lepas dari Ridha-Nya.
Oke. Pelajaran dimulai. Hari ini
jadwalnya adalah Matematika dan Bahasa Indonesia. Tapi sayang untuk Bahasa
Indonesia tidak terlaksana. Akhirnya hanya Matematika. Saya menerangkan sifat
perhitungan, perhitungan campuran, sampai pada FPB dan KPK.
Dari apa yang saya terangkan kepada
Maya, saya merasa kalau saya ini memang belum bahkan jauh dari kata profesional
sebagai calon guru. Meskipun sebelum ngajar saya telah belajar tapi rasa
canggung itu tetap ada.
Selama ini saya selalu membanggakan
diri saya sendiri kalau saya ini pintar, kuliah menyandang IPK 3, 78. Tapi
ternyata saya tak lain dan tidak beda dengan anak SD yang masih kagok dengan
pelajaran yang ada. Saya semakin sadar, kuliah selama dua tahun ini tidak
mendapatkan apa – apa. Saya hanya datang, duduk manis, dan pulang begitu saja
tanpa makna. Marah, jengkel ketika nilai tidak sesuai dengan harapan. Dan
sangat marah ketika ada teman sekelas yang IPK-nya lebih tinggi dari saya.
Semakin ke sini, saya semakin
sadar. IPK memang penting tapi ilmu itu jauh lebih penting. Untuk apa saya
mendapat IPK 3, 78 tapi saya tidak tahu apa yang telah disampaikan oleh dosen
saya.
Saat ini saya telah menginjakkan
kaki di semester 5. Saya sendiri berharap saya lebih bisa memaknai ilmu yang
diberikan dosen atau lingkungan. Tidak lupa beribadah dan juga selalu berdoa
memohon kelancaran segala urusan. Ya, semoga. Dan saya harus bisa mengubah
paradigam saya dari nilai menjadi ilmu. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar