Pada
tanggal 22-25 Desember 1928 menjadi titik terang sejarah Hari Ibu. Pada waktu
itu bertempat di Gedung Dalem Jayadipuran, Yogyakarta yang sekarang berfungsi
sebagai kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional yang
beralamatkan di Jl. Brigjen Katamso, berlangsunglah Kongres Perempuan Indonesia
I. Kongres tersebut dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di
Jawa dan Sumatra. Salah satu hasil dari kongres itu adalah terbentuknya Kongres
Perempuan atau dikenal dengan Kongres Wanita Indonesa (Kowanii).
Melalui
Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959, Presiden Soekarno menetapkan bahwa tanggal
22 Desember adalah Hari Ibu (Hasil dari Kongres Perempuan III )dan dirayakan
secara nasional hingga sekarang. Berbeda dengan perayaan Mother’s Day layaknya
orang barat yang memberikan penghargaan prestasi domestik, Hari Ibu Indonesia
lebih luas dari itu. Hari Ibu di Indonesia diperingati untuk mengungkapkan rasa
sayang dan terima kasih kepada para ibu, memuji keibuan para ibu yang telah
bersedia mendidik generasi bangsa. Berbagai kegiatan pada peringatan Hari Ibu
beranekaragam bentuknya, mulai dari pemberian kado istimewa, penyuntingan
bunga, pesta kejutan bagi para ibu, aneka lomba masak dan berkebaya, atau
membebaskan para ibu dari beban kegiatan domestik sehari-hari. (Wikipedia.com)
Apapun
kegiatan yang dilakukan untuk memperingati Hari Ibu pada intinya semua untuk
kebahagiaan ibu. Karena tidak ada sebuah kebohongan mutlak bahwa ibu adalah
seseorang yang begitu berarti bagi kita. Berikut ini ada pendapat dari beberapa
orang yang telah berhasil tim mading PGSD wawancarai dalam rangkan menyambut
datangnya Hari Ibu mengenai pertanyaan sebagai berikut, “Kenapa ada Hari Ibu
tapi tidak ada Hari Ayah di Indonesia?”
Bagaimana pendapatmu? Apakah sama dengan
mereka? Atau kamu memiliki pendapat yang berbeda dengan mereka? Apapun pendapat
kamu, yang terpenting adalah bahwa Ibu akan selalu lebih bahagia dihari
bahagiamu. Ibuku, ibumu adalah ibu yang terhebat di dunia.
Untuk kamu yang saat ini sudah tidak lagi
didampingi oleh ibu, jangan pernah berhenti berdoa untuknya. Dimanapun ia
berada, ia akan selalu bahagia melihatmu menjadi anak yang memang anaknya.
Untuk kamu yang saat ini terhalang jarak
dengan ibumu, jangan pernah lupa SMS atau telpon walaupun hanya sekali.
Tanyakan kabarnya!
Untuk kamu yang saat ini sedang marah
dengan ibu, pulanglah dan peluklah ibumu, serta katakan, “Ibu, maafkanlah
anakmu...” (Ika Hardiyan Aksari, 5D)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar