Penulis : HB Arifin (Editor)
Tahun
terbit : 2012
Kota : Yogyakarta
Percetakan : Resist Book dan CBE Publishing
Genre : Teori sosial dan pendidikan
Masih hangat uforia siswa-siswa kelas
XII, IX, dan terakhir kali siswa kelas VI SD merayakan kelulusannya. Putihnya
baju dipenuhi selang-seling warna yang beradu tombak menggambarkan sebuah
kepuasaan. Ya, mereka lulus Ujian Nasional (UN). Tak perduli lagi kelanjutan
cerita ke depan, saat itu pula ketika amplop bertuliskan kata LULUS sudah di
tangan lonjakan badan mengisyaratkan sebuah kemenangan.
Di lain sisi, wajah yang terlipat, dagu
yang menempel dada, airmata yang tak keluar, seakan menjadi tanda dunia telah
berakhir. Tangisan di pojok gedung sekolah meraungi nasib yang tak berpihak
pada dirinya, “Aku TIDAK LULUS.”
Inilah potret anak bangsa yang menjadi
korban Ujian Nasional (UN), jeritan mereka. Layaknya jeritan berbagai kalangan
seperti Ahmad Rizali bersama kawan-kawan pada sebuah buku yang berjudulkan
“Buku Hitam Ujian Nasional”.
Buku dengan 387 halaman ini berisi
tentang kritik terhadap negara tentang pelaksanaan Ujian Nasional di Indonesia.
Ujian Nasional yang diadakan selama beberapa hari dan dijadikan acuan sebagai
kelulusan siswa tingkat SD, SMP, sampai SMA setelah belajar bertahun-tahun.
Selain itu ada lagi aturan tentang batasan nilai-nilai minimal yang hanya akan
membuat siswa merasa terbebani dan stress. Ditambah lagi ada program dari
beberapa sekolah negeri yang menggunakan nilai Ujian Nasional sebagai tiket masuk
penerimaan siswa baru. Masih pantaskah ada Ujian Nasional?
Dengan sistem tersebut, sebenarnya
pemerintah hanya menerapkan pemahaman yang sempit terhadap asseessment.
Asseessment hanya dianggap sebagai ujian. Bahkan seakan-akan negara kita lupa
wasiat Ki Hajar Dewantara: “Anak-anak dan pemuda-pemuda kita sukar dapat
belajar dengan tenteram, karena dikejar-kejar oleh ujian yang sangat keras
dalam tuntutannya. Mereka belajar tidak untuk perkembangan hidup kejiwaannya,
sebaliknya mereka belajar untuk dapat nilai-nilai yang tinggi dalam raport
sekolah atau untuk dapat ijazah. Dalam soal ini sebaliknyalah kita para
pemimpin perguruan bersama-sama dengan Kementerian PP dan K mencari bagaimana
caranya kita dapat memberantas penyakit examen cultus dan diploma jacht
(mengkultuskan ijasah dan diploma)”.
Berbagai argumen tentang ketidaksesuaian
pelaksanaan Ujian Nasional terhadap tujuan pendidikan. Sesungguhnya
penyelenggaraan sistem pendidikan nasional jika sesuai dengan UU No. 20 Tahun
2003 menganut aliran pemikiran bahwa kelulusan tidak ditentukan secara nasional
melainkan oleh masing-masing satuan pendidikan. Kenapa ada Ujian Nasional?
Dipandang dari kepentingan terwujudnya
fungsi pendidikan dan tercapainya tujuan pendidikan nasional, penyelenggaraan
Ujian Nasional sebagai penentu kelulusan tidaklah relevan.
Berbagai negara dihadirkan untuk
membandingkan bagaimana pelaksanaan ujian di masing-masing negara. Mulai dari
Finlandia sebagai negara tersohor dengan pendidikan terbaiknya kemudian
Amerika.
Dipandang dari hakikat pendidikan sebagai
yang ditetapkan pada pasal 1 ayat (1) diselenggarakannya Ujian Nasional sebagai
penentu kelulusan akan menghambat upaya menciptakan suasana dan proses
pembelajaran yang akan memungkinkan peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya.
Dipandang dari prinsip penyelenggaraan
pendidikan sebagai proses pembudayaan, Ujian Nasional sebagai penentu kelulusan
akan menjadi kendala bagi berlangsungnya proses pembudayaan gemar membaca,
menulis, mengembangkan kemauan dan kreatifitas peserta didik.
Ditetapkannya Ujian Nasional sebagai
penentu kelulusan hakikatnya bertentangan dengan ketentuan umum UU No. 20 Tahun
2003 pasal 61 ayat (2) yang memberikan wewenang kepada satuan pendidikan yang
terakreditasi untuk menyelenggarakan ujian yang menentukan kelulusan.
Ujian Nasional sebagai penentu kelulusan
yang berangkat dari asumsi bahwa setiap peserta didik memiliki kemampuan,
minat, dan bakat yang seragam hakikatnya bertentangan dengan ketentuan pasal 12
ayat 1 (b) UU No. 20 Tahun 2003 yang tertulis; “setiap peserta didik pada
setiap satuan pendidikan berhak: (b) mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai
dengan bakat, minat, dan kemampuannya.”
Sekarang, masih perlukah Ujian Nasional?
Bisa pesan dak bukux?
BalasHapus