Oleh:
Ika Hardiyan Aksari
Dilahirkan di kota Pati tak membuat
saya mengenal secara dalam kota kecil yang berada di jalur Pantura ini. Ibu saya
asli orang Pati, tapi sayangnya kalah dengan jagonya hingga akhirnya harus
diboyong ke Demak semenjak usia saya satu tahun.
A dan B adalah posisi PT. Dua Kelinci dan Waroeng Pati di Google Maps |
Nenek saya tinggal di Desa
Kedungsari RT 03 RW 01 Kecamatan Tayu Kabupaten Pati, tepatnya di Jalan Raya
Tayu-Pati Km 4. Waktu yang harus saya bayar agar dapat bersua dengan nenek adalah selama 2,5 jam. Ah, tak perlu menunggu lebaran, seringkali ketika ada
libur kuliah saya berkunjung ke sana. Sekalipun tanpa bapak dan ibuk. Tak
lengkap memang, tapi nenek sudah sangat senang, apalagi saya ini cucu tertua
dan terjauh rumahnya. Iya, cucunya yang lain kan rumahnya di samping rumah nenek
semua.
Layaknya tamu agung, setiap kali
saya datang, nenek selalu saja masak ini dan itu. Kulkas penuh dengan jajan dan
buah, es krim juga tak pernah ketinggalan. Bukan saya namanya kalau nggak
melek lihat makanan yang cemawis. Hi, libas semua. Kenyang? Tidak. He, ada satu makanan yang sudah jadi langganan setiap kali saya ke tempat nenek. Mau tahu apa? Kasih tahu nggak ya? He, Bakso.
Kiri: penampakan bakso pakai kol Kanan: minuman wajib tiap kali santap bakso |
Bersumber dari Wikipedia, bakso atau baso adalah jenis bola daging yang paling lazim dan pertama kali ditemukan oleh Mas Fredy dalam masakan Indonesia. Bakso umumnya dibuat dari campuran daging sapi giling dan tepung tapioka, akan tetapi ada juga bakso yang terbuat dari daging ayam, ikan, atau udang. Dalam penyajiannya, bakso umumnya disajikan panas-panas dengan kuah kaldu sapi bening, dicampur mi, bihun, taoge, tahu, terkadang telur, ditaburi bawang goreng dan seledri. Bakso ini merupakan makanan khas Thionghoa Indonesia lho. Karena Indonesia orangnya beragam, banyak juga yang melakukan inovasi terhadap makanan bernama bakso ini.
Saya adalah penikmat makanan
berkuah yang satu itu. Dan di tempat nenek ada satu warung yang sudah jadi
langganan setiap saya ke sana. Bakso
Barokah Cabang Pak Dalimin Pasar Tayu. Warung bakso ini dulunya hanya
seukuran 3x3 meter, tapi sekarang? Wah, sukses berat deh yang punya. Sebenarnya
hanya kehadiran sayur kol saja yang membedakan bakso ini dengan bakso yang
lainnya. Dan ini adalah kali pertama saya makan bakso dengan campuran kol. Jadi saya nobatkan makanan ini sebagai makanan khas dari Pati.
Dari pintu rumah nenek warung ini terlihat. |
Kol. Seringkali ibuk saya berujar
kalau kol itu malah justru membuat rasa baksonya hambar. Tapi, inilah sensasinya.
Nyatanya pengunjung selalu ramai dan pelataran depan warung yang sudah megah ini
selalu penuh dengan parkiran motor.
Kiri: mas pelayan kuwalahan nih. Mau bantu bawa mangkoknya? Kanan: belakang tante pengunjung sampai bejubel |
Ada satu lagi makanan, tepatnya buah yang saya nobatkan sebagai makanan khas Pati. Ada yang tahu buah apa itu?
Durian! Salah. Sudah biasa itu. Ace? Biasa banget, yang lain dong. Nyerah?? Namanya matoa. Matoa ini kalau
diperhatikan bentuknya seperti kedondong buah (dondong ukuran kecil). Warnanya hijau
bercampur dengan ungu. Rasanya manis, legit dan ada bau duriannya. Bisa
dibayangin nggak? Seperti kelengkeng dan rambutan teksturnya. Enak deh
pokoknya. Saya saja kalau makan nggak mau habis. Untung saja di depan dan
belakang rumah nenek ada. Lahap terus deh.
sumber gambar di sini penampakan matoa |
Bersumber dari Wikipedia, pohon matoa ini ternyata buah khas dari Papua. Menurut tante saya yang
ada di Penang, Malaysia di sana juga ada. Nah, kok di Pati juga ada ya?
Wah, berkah nih. Bijinya dibawa kabur sama kelelawar mungkin ya? He. Dan apakah ada yang tahu harga pasaran matoa di Pati berapa? Perkilonya
bisa sampai 12-25 ribu. Termasuk mahal untuk macam buah dengan bentuk yang
besarnya hampir menyamai bola pimpong ini. Masih banyak orang yang belum mengenal
kenikmatan buah ini, kalau mau mencoba, datang saja ke Pati setiap bulan
Juli-Oktober. Karena di saat itulah musim panen tiba, akan banyak yang jualan
matoa di pinggir jalan. Dan paling banyak ditemukan adalah di sekitar Pati
Utara (daerah Tayu dan sekitarnya). Oya, ternyata buah matoa ini juga ada di beberapa daerah di Kudus. Meskipun sedikit jumlahnya.
sebelah kiri pohon matoa yang ada di depan rumah nenek |
Satu lagi, mungkin ada yang penikmat
bakso juga. Saya ada satu tempat yang rekomended banget. Yaitu bakso milik Pak Tarno. Letaknya tepat di depan
Pasar Puri, Pati. Kalau bakso Pak Tarno ini saya acungi jempol deh. Sama dengan
bakso yang lain dalam bentuknya, tapi setiap kali mau berangkat atau pulang
dari rumah nenek tetap saja racikan bumbunya selalu pas. Tidak malam tidak
siang bakso tempat Pak Tarno selalu ramai. Tidak mobil tidak motor semua pada
mampir.
Bakso sudah, matoa sudah sekarang
apalagi ya? Ada satu tempat yang dari dulu ingin sekali saya
kunjungi setiap kali di Pati. Sering lewat di depannya. Tapi karena seringkali melihat orang-orang yang bermobil
serta berdasi yang sering mampir di sana, saya selalu mengurungkan diri untuk
mampir. Saya hanya pengguna sepeda motor, pikir saya seperti itu. Wajar bukan kalau memiliki pikiran tersebut? Terlebih lagi ketika saya bertanya pada teman-teman di kampus, ternyata mereka juga belum ada yang ke sana. Alasannya sama dengan saya.
"Sepertinya mahal deh."
"Tempatnya mewah banget."
"Masak kita naik motor mau mampir di tempat mewah kayak gitu."
Beda cerita kalau bakso-bakso yang pernah saya kunjungi, memang banyak yang pakai mobil, tapi tempatnya kan beda, merakyat. Kalau tempat yang satu ini beda banget. Rasanya minder. Saya rasa hal ini wajar dan banyak yang merasakan hal yang sama dengan saya.
"Sepertinya mahal deh."
"Tempatnya mewah banget."
"Masak kita naik motor mau mampir di tempat mewah kayak gitu."
Beda cerita kalau bakso-bakso yang pernah saya kunjungi, memang banyak yang pakai mobil, tapi tempatnya kan beda, merakyat. Kalau tempat yang satu ini beda banget. Rasanya minder. Saya rasa hal ini wajar dan banyak yang merasakan hal yang sama dengan saya.
Waroeng Pati namanya.
Sabtu, 24 Agustus 2013, sepulang
dari tugas PPL di SD Negeri 1 Mlati Lor, Kudus. Akhirnya saya nekat. Bermodalkan uang ala mahasiswa, saya segera meluncur di Jalan Raya
Pati-Kudus Km 6,3. Butuh waktu sekitar setengah jam untuk sampai di
sana. Di sepanjang perjalanan saya menemui baliho-baliho bertuliskan “Waroeng Pati”. Tepatnya mulai di daerah Pentol (daerah Kudus) dengan terpampang jelas
15 km lagi. Dalam hati saya hanya berbisik, “Iya, saya ini juga mau ke sana.”
Tepat jam makan siang saya tiba di Waroeng Pati
yang letaknya satu komplek dengan PT. Dua Kelinci. Karena ini adalah kali pertama, maka mencari informasi dari orang sekitar adalah kunci sukses mbolang ala saya.
Bertemulah dengan satpam (laki-laki) yang
jaga di luar kompleks parkiran di depan PT Dua Kelinci. "Pak kalau mau ke Waroeng Pati, parkirnya di situ (depan pabrik-seberang jalan ada parkiran luas banget) atau di depan pabrik Pak?" tanya saya. Setelah mendengar penjelasan pak satpam, saya memarkirkan motor saya di dalam pabrik sebelah
kanan yang ada tulisannya, “Sepeda Motor Tamu”. Lepas helm, beberes sebentar, saya hampiri ibu satpam
yang ada di sebelah kiri pintu masuk pabrik.
Dengan ramahnya, ibu satpam itu
menunjukkan pintu samping untuk masuk ke Waroeng Pati. Pintunya sangat mungil, ya muat untuk satu orang. Saya berpikir, ini mah pintu kelinci. Hihihi. Warung yang buka setiap hari
dari pukul 10.00 WIB sampai 21.00 WIB kecuali weekend sampai pukul 22.00 WIB
ini, bangunan pertama kali yang saya lihat adalah mushola. Mushola ini muat untuk seorang
imam dan 5 jamaah. Dindingnya terbuat dari kayu, sederhana memang, tapi justru terlihat unik dan
nyaman.
Pintu masuk dari samping :) bangunan sebelah kiri itu adalah musholanya. |
Bagi yang muslim tidak perlu susah-susah cari tempat sholat. Letaknya kalau dari ruang utama, keluar lurus saja. Dekat ayunan. Tersedia mukena dan sajadah juga lho. |
Ada pintu samping pasti ada pintu
utama ya? Ya, pintu utamanya itu berada tepat sebelah timur Kios Kelinci. Jadi
kalau pengunjung menggunakan mobil, bisa langsung turun dan masuk lewat pintu
depan. He, mungkin juga saya yang nyasar lewat pintu samping.
Saya di pintu masuk utama, sebelah kanan itu adalah Kios Kelinci, yang mampir? Boleh banget. |
"Selamat datang." kata hatiku demikian ketika masuk ke Waroeng Pati.
Namanya juga mbolang, harus siap sedia untuk selalu bertanya. Makanya saya pun bertanya pada mbak-mbak cleaning service yang ada di sana, "Mbak kalau mau pesan makanan saya langsung atau....?" Belum selesai bertanya, dengan sigap mbak-mbaknya langsung menerangkan dengan senang hati. Tahu banget kalau saya ini baru pertamakali ke sini ya? Hihihi.
Waroeng Pati mengusung cara "jemput tamu", maka dari itu saya memilih tempat duduk di luar sambil menikmati keasrian tempat itu.
Dan tak lama ada pelayan cantik dan masih muda datang menawarkan menu kepada saya.
"Mbak, nggak milih tempat di dalam saja? Di sini kan agak panas?" tanyanya.
"Nggak papa mbak, saya pengen suasana beda saja, nanti kalau kepanasan saya pindah ke dalam boleh kan?"
"Oh...boleh banget mbak." terang pelayan ramah itu.
Wajar saja kalau pelayan tersebut menawarkan tempat lain kepada saya. Karena di Waroeng Pati ada tiga tempat yang bisa dipilih sebagai tempat ternyaman untuk menikmati hidangan. Antara lain kursi yang ada di luar (pilihan saya), lesehan di luar, dan juga di ruang utama.
Namanya juga mbolang, harus siap sedia untuk selalu bertanya. Makanya saya pun bertanya pada mbak-mbak cleaning service yang ada di sana, "Mbak kalau mau pesan makanan saya langsung atau....?" Belum selesai bertanya, dengan sigap mbak-mbaknya langsung menerangkan dengan senang hati. Tahu banget kalau saya ini baru pertamakali ke sini ya? Hihihi.
Waroeng Pati mengusung cara "jemput tamu", maka dari itu saya memilih tempat duduk di luar sambil menikmati keasrian tempat itu.
Dan tak lama ada pelayan cantik dan masih muda datang menawarkan menu kepada saya.
"Mbak, nggak milih tempat di dalam saja? Di sini kan agak panas?" tanyanya.
"Nggak papa mbak, saya pengen suasana beda saja, nanti kalau kepanasan saya pindah ke dalam boleh kan?"
"Oh...boleh banget mbak." terang pelayan ramah itu.
Wajar saja kalau pelayan tersebut menawarkan tempat lain kepada saya. Karena di Waroeng Pati ada tiga tempat yang bisa dipilih sebagai tempat ternyaman untuk menikmati hidangan. Antara lain kursi yang ada di luar (pilihan saya), lesehan di luar, dan juga di ruang utama.
Suasana duduk di luar sebelah kanan ini ada almari kaca yang di dalamnya ada miniatur kelici yang lucu-lucu lho |
lesehan di luar |
Suasana di ruang utama kental dengan ornamen Jawa |
"Kalau perlu apa-apa bisa panggil saya di sana (ruang utama), Mbak."
Setelah memesan makanan, saya pun memilih berkeliling untuk mengeksplor apa saja yang ada di Waroeng Pati ini. 15 menit cukup lama untuk menunggu, tapi tak rugi, saya justru menemukan beberapa keunikan di sana. Diantaranya:
Setelah memesan makanan, saya pun memilih berkeliling untuk mengeksplor apa saja yang ada di Waroeng Pati ini. 15 menit cukup lama untuk menunggu, tapi tak rugi, saya justru menemukan beberapa keunikan di sana. Diantaranya:
1. Joglo banget
Ruang utama
dengan lekuk dinding yang indah. Joglonya itu lho. Seperti rumah sendiri. Ya, mungkin tema
seperti itulah yang ingin diusung oleh Waroeng Pati. Beda dari yang lain. Ada
salah satu sudut ruangan utama, yaitu “gebyok” sebagai ikon ruangan tersebut.
tampilan ruang utama dari luar |
2.
Kolam ikan koi
Ikan koi, orang
mengenal sebagai ikan keberuntungan. Terutama untuk masalah financial. Terlepas
dari itu, kolam ikan ini bisa jadi tempat favorit anak-anak ketika datang ke
Waroeng Pati. Dan nyatanya memang seperti itu, anak-anak yang datang ke sini selalu tertarik untuk menjajal kolam yang penuh dengan ikan sebesar paha orang dewasa. Suara gemericik dari air terjun mini semakin menambah asri
tempat makan yang berdiri di kawasan PT. Dua Kelinci dengan luas sekitar 12 Ha.
Ikan koinya bikin ngiler pengen nyemplung |
3.
Lampu unik
Lampu taman yang
unik. Itulah pikir saya ketika pertama kali melihatnya. Digantungkan di antara
ranting-ranting pohon, ada pula pohon yang menggunakan lampu tersebut sebagai buahnya.
Kalau malam pasti sangat indah. Tak tahu pasti terbuat dari bahan apa, tapi
tetap saja ada etnik yang menarik di lampu tersebut.
Nih, lampu uniknya :) |
4.
Ayunan
Kolam ikan
menarik bagi anak, tapi ayunan yang satu ini juga tak kalah memikat hati anak-anak. Tapi sayangnya ayunannya
hanya satu. Bagaikan di rumah sendiri deh ketika melihat Helen (usia anak TK
Besar) yang datang bersama keluarganya dari Jepara. Ayunan ini alas duduknya
terbuat dari kayu yang dari warnanya tampak rapuh tapi ternyata kuat banget.
Helen naik ayunan |
5.
Logo dua kelinci
Masih penuh
dengan benda-benda yang unik, saya juga tertarik dengan pajangan dinding yang
satu ini. Seperti logo Dua Kelinci yang sengaja dipajang di pintu masuk depan
sebelah kanan (arah depan).
Malah jadi kebayang acara peletakkan batu pertama, kalau yang satu ini peletakan "logo pertama" |
6.
Cermin Gedhe
Keunikan di Waroeng Pati itu adalah bertebarannya kaca atau cermin. Mulai dari pintu depan sebelah kiri (arah
depan), toilet, dan di ruang utama di beberapa sudut. Namun, ada satu cermin yang
gedhe banget. Sampai-sampai semua isi
di ruang utama bisa terlihat di sana. Banyak pengunjung mengira kalau itu bukan
cermin, melainkan ruangan di bagian lain, termasuk saya. Ah~ tertipu. Hihihihi Selamat ya??
Ini nih, cermin penipu itu. Hihihihi |
7.
Timbangan bakul cabe
Waktu lihat
benda yang satu ini saya bilang, “Lho kok ada timbangan bakul dipakai tataan (alas), mbak?” Dengan ramahnya
mbak pelayanan menjelaskan kalau benda tersebut memang menjadi salah satu benda
unik yang dimiliki Waroeng Pati dan sekarang dijadikan pajangan.
Narsis bersama mbak pelayan yang ramah banget. timbangan ada di sebelah kanan. Oya, belakang saya itu adalah gebyok Waroeng Pati |
8.
Toilet ber-AC
Aneh? Saya merasa
aneh. Pernah ke hotel yang cukup mewah, tapi toiletnya nggak sampai ada AC-nya. Lha ini di Waroeng Pati sampai ada AC-nya. Katroknya keluar deh! Tapi keren banget lho toiletnya. Awalnya saya mikir, ini nih ruangan apa sih? Tempo
dulu banget deh pokoknya. Pas lihat ada plang dengan tulisan “Toilet”, saya
manggut-manggut dan mencoba masuk. Bersih. Harum lagi. Nggak seperti ada di toilet.
Pojok kiri atas, tampilan WC-nya menipu banget. Hihihihi Ini seperti bukan WC deh. Standarnya WC hotel bintang 8. |
Lama berkeliling, pesanan saya pun
datang. Tak sabar ingin segera mencicipi Naga (Nasi Gandul) Pati. Nggak pakai lama, setelah dicampur dengan sambal ijo, satu sendok masuk ke mulut.
Hem~ santan. Seperti kenal rasa ini. Ya, seperti rawon atau nasi pindang dari
Kudus. Tapi yang satu ini nggak terlalu manis. Satu sendok lagi, lagi.
Sebenarnya ini adalah kali kedua
saya makan nasi gandul. Dulu pernah beli di depan Pasar Puri pas pagi hari. Jadi
rasanya anget banget di perut, tapi sama saja, saya tidak terlalu suka makanan
yang memakai santan.
Nasi gandul di Waroeng Pati memang berbeda dengan Nasi Gandul di warung lainnya. Hal itu akan terasa di mulut orang yang sering mengkonsumsi MSG. Seperti saya penyuka MSG. Sesuai dengan iklan yang ada, kalau nasi gandul di Waroeng Pati tak menggunakan MSG. Alamat baik untuk penderita asam urat, darah tinggi dan kawan-kawannya. Berbeda dengan saya, orang yang sering mengkonsumsi MSG maka lidah saya tidak merasakan tendangan dari Naga di Waroeng Pati. Fiuh~
Nasi gandul di Waroeng Pati memang berbeda dengan Nasi Gandul di warung lainnya. Hal itu akan terasa di mulut orang yang sering mengkonsumsi MSG. Seperti saya penyuka MSG. Sesuai dengan iklan yang ada, kalau nasi gandul di Waroeng Pati tak menggunakan MSG. Alamat baik untuk penderita asam urat, darah tinggi dan kawan-kawannya. Berbeda dengan saya, orang yang sering mengkonsumsi MSG maka lidah saya tidak merasakan tendangan dari Naga di Waroeng Pati. Fiuh~
Itu tuhh....yang lewat jalur Pantura jangan lupa mampir ya? Tempat ini mudah ditemukan kok. Kalau lihat baliho yang satu itu, mampir segera ya? |
Senada dengan pengunjung yang saya
wawancarai, Ian namanya. Laki-laki berkaos merah itu juga merasakan nasi gandul
di Waroeng Pati kurang nendang. “Ini kali pertama saya ke sini. Biasa aja nasi
gandulnya, memang beda rasanya sama di warung yang lainnya. Mungkin ya
gara-gara nggak ada MSG-nya itu tadi.” tandas laki-laki yang bekerja di
Semarang dan kebetulan ada tugas di Pati.
Tapi yang belum pernah nyoba nasi gandul di tempat lain, rekomended banget buat nyobain nasi gandul di Waroeng Pati. Kalau yang sudah pernah dan mau nyoba makanan lain? Bisa. Ada SORI (Soto Kemiri). Rasanya hampir sama dengan nasi gandul, bagi saya sendiri rasanya agak manis dibandingkan nasi gandul.
Ada yang nggak suka makanan bersantan? Tenang. Bagi yang tidak suka makanan bersantan, ada menu lain yang bisa dinikmati di Waroeng Pati. Seperti halnya dengan Bakmi Goreng Sukro. Dengan suwiran ayam, acar timun yang segar dan tambahan sayur membuat saya tidak sungkan untuk menyantap menu yang satu ini. Siapa tahu Anda juga berminat.
Ada yang nggak suka makanan bersantan? Tenang. Bagi yang tidak suka makanan bersantan, ada menu lain yang bisa dinikmati di Waroeng Pati. Seperti halnya dengan Bakmi Goreng Sukro. Dengan suwiran ayam, acar timun yang segar dan tambahan sayur membuat saya tidak sungkan untuk menyantap menu yang satu ini. Siapa tahu Anda juga berminat.
Kalau untuk adik Helen (yang naik ayunan di atas) beda lagi
ceritanya. Ketika ditanya menu pesanannya apa, dia langsung menjawab dengan lantang,
“Nasi gandul”. Ini anak lidahnya pasti belum terkontaminasi oleh MSG deh, jujur banget jawabnya.
Berfoto ria dengan adiknya Helen :) |
Mbak yang ada di Waroeng Pati, ramah bangeett... ketika masuk di ruang utama maka akan disambut oleh mereka |
Jika di makanan ada nasi gandul
sebagai makanan khas Pati, maka di jajaran minuman ada CEMOE Waroeng Pati. Namanya unik ya? Berwarna coklat
muda dan pas diaduk keluar kacang tanah yang disangrai dan potongan kelapa
kecil-kecil. Karena penasaran dengan segera saya cicipi.
Wedang ronde, ya rasanya seperti itu. Tapi rasa pedas di tekak tenggorokan sangat kuat. Cocok banget nih untuk minuman di kala malam menjelang sebagai penghangat tubuh. Kalau mau dihidangkan dengan es bisa, tapi minta untuk esnya agak banyak ya? Biar makin seger. Jadi ada sensasi segar dan ujung-ujungnya rasa pedas. Hi, asik banget.
Wedang ronde, ya rasanya seperti itu. Tapi rasa pedas di tekak tenggorokan sangat kuat. Cocok banget nih untuk minuman di kala malam menjelang sebagai penghangat tubuh. Kalau mau dihidangkan dengan es bisa, tapi minta untuk esnya agak banyak ya? Biar makin seger. Jadi ada sensasi segar dan ujung-ujungnya rasa pedas. Hi, asik banget.
Satu lagi minuman yang saya pesan,
yaitu Es Kelapa Muda. Sebenarnya minuman ini termasuk promo dengan Mie Goreng
Sukro yang dipatok brandol Rp 25.000. Minuman ini disajikan dengan gelas
berbentuk toples mini. Warnanya pink keorange-an (halah warna apa sih?), hem~ menggiurkan sekali. Langsung deh
saya srutup. Eits, rasanya kok malah asem banget. Lumayan
segar sih di siang bolong, tapi rasanya nggak secantik tampilannya. Dan satu
lagi, kan kelapa muda ya, tapi sudah muda-ketuaan deh. Habisnya terlalu kenyal
banget.
Et
all, untung saja semua bisa ditutupi dengan suasana yang tercipta di sana dan pelayanan yang sangat menyenangkan. Adem banget. Setelah puas menikmati
pemandangan di sana, akhirnya saya memutuskan untuk pulang. Namun sebelumnya nggak
tega rasanya kalau saya makan enak ibuk di rumah nggak ngerasain juga. Siap
bungkus deh.
Ya, di Waroeng Pati juga melayani box untuk makanan yang kita bawa pulang atau sengaja dibawa pulang. Sediakan kocek antara Rp 2.000-Rp 5.000 untuk mengganti biaya box-nya dan makanan aman sampai rumah.
Ya, di Waroeng Pati juga melayani box untuk makanan yang kita bawa pulang atau sengaja dibawa pulang. Sediakan kocek antara Rp 2.000-Rp 5.000 untuk mengganti biaya box-nya dan makanan aman sampai rumah.
Narsis dulu bersama karyawan Waroeng Pati |
"Alhamdulillah.."
Keinginan makan di tempat mewah itu kesampaian juga. Membayarlah saya ke kasir yang letaknya sebelah kiri dari pintu masuk. Huh~ saatnya pulang. Nah, tahukah berapa uang yang harus saya keluarkan dengan menu sebanyak tadi? Ya! Rp 47.000. Cukup terjangkau bagi kantong mahasiswa macam saya ini. Kamu? Kapan mau nyobain ke sini? Saya justru memiliki keinginan suatu hari bisa ke sini lagi bersama keluarga dan Paijo. Semoga bisa!
Keinginan makan di tempat mewah itu kesampaian juga. Membayarlah saya ke kasir yang letaknya sebelah kiri dari pintu masuk. Huh~ saatnya pulang. Nah, tahukah berapa uang yang harus saya keluarkan dengan menu sebanyak tadi? Ya! Rp 47.000. Cukup terjangkau bagi kantong mahasiswa macam saya ini. Kamu? Kapan mau nyobain ke sini? Saya justru memiliki keinginan suatu hari bisa ke sini lagi bersama keluarga dan Paijo. Semoga bisa!
Puas jalan-jalan, makan juga sudah.
Saatnya menghampiri kuda besi saya. Eh, dari kejauhan tampak ban depan kempis. He,
saya hampiri lagi ibu satpam. Lagi-lagi dengan sigap dan penuh keramahannya,
beliau menunjukkan bengkel yang letaknya tepat sebelah barat PT. Dua Kelinci.
Alhamdulillah, hanya 5 menit untuk bisa sampai di bengkel. Sepanjang perjalanan
itu saya menemukan banyak mesin ATM di depan PT. Dua Kelinci. Diantaranya ada
di bagian timur dan barat pintu masuk pabrik. Tak ada yang ingin perjalanannya
tersendat, tapi nyatanya semua pertolongan mudah didapatkan di sana. Alasan apalagi
untuk tidak datang ke tempat satu ini? Ajak keluarga dan segera cicipi menu yang ada! Kalau mau datang sama pasangannya, bisa. Ketika malam menjelang sangat rekomended bagi yang suka romantis-romantisan. Capcus deh!
Catatan penting bagi diri sendiri:
Mau kita naik motor apa mobil sekalipun, Waroeng Pati tetap saja tempat makan yang memiliki pelayanan yang sangat memuaskan. Bagi kamu yang mahasiswa seperti saya, jangan takut kantong jebol kalau mau hang out ke sana, apalagi kalau mau ngajak kencan pacarnya? Jadi kalau saya coba, kenapa Anda tidak?
Kehabisan uang? ATM banyak kok di depan Waroeng Pati. |
Ketika kuda besi saya ngambek. Waroeng Pati masih terlihat dari sini. Lihat tulisan kiri atas. |
Catatan penting bagi diri sendiri:
Mau kita naik motor apa mobil sekalipun, Waroeng Pati tetap saja tempat makan yang memiliki pelayanan yang sangat memuaskan. Bagi kamu yang mahasiswa seperti saya, jangan takut kantong jebol kalau mau hang out ke sana, apalagi kalau mau ngajak kencan pacarnya? Jadi kalau saya coba, kenapa Anda tidak?
Waroeng pati tempatnya antik, ya :)
BalasHapusHihi...foto mbak Ika sama pelayannya lucu, pake topi koki segala :D
Tentang bakso, menurut saya bakso di Jawa Tengah memang top semua rasanya. Yum yumm ^_^
Ya Mbak, memang antik banget.
HapusSampe detail-detailnya saja buat nganga mulut.
Hi, itu foto justru mbak pelayannya yang minta, jadi saya malah ngikut aja.
Bakso, saya sukkkaaaa semuanya!
Saya belum pernah ke Pati -,- , kulinernya menggoda sekali ya :D
BalasHapusAyoooo datang ke Pati mbak :)
HapusSiap jadi guide!
Ah, kayak apal aja nih aku.
Wiih baru tahu kalo ada lomba blog.Hikss minder juga karena gak bisa jeprat jepret pake kamera keren :( Smoga sukses yaa lombanya,non.
BalasHapusAyoooo ikutan mbak.
Hapusbuah Matoa, baru denger ini. kayaknya masih jarang ya. tekstur rambutan, bau Durian. trus rasanya ngikut yang mana nih? hahaha
BalasHapusRasanyaaa????
HapusHem, tidak bisa diungkapkan. Ada rasa ace-nya ada rasa kelengkengnya.
keren, deket ma rumah
BalasHapusyang mana? Waroeng Pati?
HapusYuk cobain :)