Bermula dari SMS teman yang memintaku untuk
menggantikannya mengisi acara di suatu kampus. Sebelum memutuskan ya, aku meminta
pertimbangan beberapa orang termasuk ibuku. Semua bilang oke, maka aku menyetujui
tawaran temanku itu. Itung-itung menyalurkan hobiku.
Sehari kemudian ada yang SMS, kusebut si A,
"Mbak, bisa mengisi dongeng di acara ini?" Aku tanyakan beberapa hal
berkaitan dengan kegiatan tersebut, seperti tema, jumlah audience yang datang, dan
yang dikehendaki nanti aku mendongeng untuk siapa. Dari beberapa pertanyaan yang
aku tanyakan yang pasti jawabannya hanya target mendongengku nanti adalah anak TK.
Oke.
Aku bertanya lagi, "Acara itu kapan?"
Si A menjawab awal bulan Februari. Wah berarti masih lama ya. Sekitar sebulanan,
batinku. Satu minggu dari SMS tersebut, si A meminta ketemuan. Baiklah, akhirnya
aku pergi ke kampus tersebut dengan tujuan ya bertemu dengan si A. Aku parkir motorku
dan kemudian mengambil handphone hendak menghubungi si A untuk menanyakan
di mana posisinya.
Wah, ternyata ada 3 panggilan masuk dan
4 SMS dari si A yang menanyakan posisiku. Langsung kupencet keypad handphoneku,
"Ini sudah sampai. Saya tunggu di tempat sono." Lama aku menunggu si
A. 10 menit kemudian si A datang. Tak ada 5 menit kami mengobrol kemudian dia pamit. Batinku, lah
kok obrolannya sama dengan yang di SMS. Kalau kayak gini mending ketemunya nanti
saja kalau sudah pasti tangggal dan jam mainnya. Hadeh.
Ku anggap semua baik-baik saja. Lumrah, mahasiswa
baru mencicipi acara besar. Mungkin.
Seminggu sebelum hari H. Si A SMS aku lagi.
"Mbak jangan lupa Kamis depan ya, nanti
jam 8, ada 70 anak TK yang hadir."
Aku iya kan. Aku pun mempersiapkan dongeng apa
yang akan aku bawakan dan medianya. Sampai pada SMS dari sebuah nomor (kusebut si
B) yang mengatas namakan panitia acara tersebut.
"Mbak, besok bisa kan dongeng? Dari
...."
Aku yang baru tahu ada SMS tersebut Rabu pagi (19 Februari 2014) syok. SMS itu pun dikirim hampir pukul 21.00 disaat aku sudah tidur karena kelelahan
habis nguli seharian.
"Loh, bukannya besok ya? Kan kesepakatan
awal dari si A Kamis." balasku.
"Seharusnya hari ini, Mbak". jawab
si B lagi.
"Wah, kalau hari ini aku nggak bisa. Sudah ada acara."
Si B mengucapkan maaf dan mengutarakan kalau
aku nggak bisa nggak papa. Hem, ada sedikit rasa kecewa dalam hatiku. Setelah aku
persiapkan tapi ternyata malah seperti ini.
Aku pun sms si A untuk memastikan apakah kabar
tersebut benar adanya. Apa jawaban si A?
"Aku kurang tahu, Mbak. Aku lagi nggak
di sana (kumpul dengan panitia). Coba tanya di no ini, Mbak."
Setelah kulihat, ternyata itu nomor si B. Ah, terasa sangat
lucu semua ini. Anggota satu dengan anggota lainnya seperti tak ada komunikasi dan parahnya justru menimbulkan rasa tidak nyaman pada orang lain. Siapa lagi kalau bukan aku? Okelah, aku ini memang bukan pendongeng
ulung, usia kami juga sama, tapi setidaknya kalau ada komunikasi yang jelas, tidak akan ada yang merasa tidak dihargai karena waktu, pikiran dan tenaga telah hilang
sia-sia.
Ku kembalikan lagi ke Allah, mungkin dahulu
aku pernah (juga) tidak menghargai, suka menyepelekan orang lain sehingga sekarang
aku juga mendapat perlakuan yang sama. Aku juga berpikir ini akan ada hikmahnya.
Aku tak diijinkan pergi oleh Allah karena suatu hal. Entah apa lihat saja nanti.
Mari, belajar menghargai orang lain, sekecil apapun itu!
Wah ternyata telaten juga ngurus anak kecil :)
BalasHapusBelum terlalu Mbak, saya malah nggak sabaran orangnya,
HapusTerkesan lepas tangan si A, mestinya ada perubahan dia tahu. Ambil hikmanya mbak :). Eng, disenangi anak-anak pastinya mbak yah, aktivitasnya tak jauh dari mereka. hehe :)
BalasHapusAlhamdulillah iya Mas :) Senang bersama mereka.
HapusAsyik bgt Mbak mendongeng utk anak2 gitu.. Jgn sedih Mbak rezeki gq kmn insya allah dpt ganti job yg lbh oke :)
BalasHapusIya Mak, terimakasih. Rezeki semua sudah ada yang ngatur.
Hapus