Minggu-minggu ini, sekolah sering libur. Terutama untuk anak-anak. Ada beberapa lomba dan event besar di desa letak sekolah saya berada. Mumpung libur, saya tidak melewatkan kesempatan ini pastinya.
Saya dan suami memutuskan untuk menginap di tempat mertua (saya). Jujur, saya penasaran dengan event besar di desa asal suami sekaligus tempat saya mengajar. Selama ini hanya mendengar cerita dari orang, terlebih suami yang sering meng-iming-iming keseruan acara tersebut.
Eh, eh, bukan acaranya yang seru tapi kejadian yang saya alami bersama suami-lah yang seru. Bagaimana tidak? Pukul 04.00 tidak tahu setan apa yang lewat tiba-tiba suami batuk tak ada henti-hentinya. Semua penghuni rumah pada bangun karena kejadian tersebut.
Satu jam, setelah saya kerok punggung, leher, dan dadanya, alhamdulillah suami bisa kembali tidur pulas. Saya juga ikutan tertidur. 10 menit kemudian bangun, sholat subuh.
Selesai sholat subuh, saya ikut ke dapur membantu mertua yang sedang memasak. Biar dikira mantu yang pengertian. Hehehe. Tak lama suami bangun.
“Mi, mandi di kali, yuk?” ucap suami sambil berlalu hendak wudhu. Saya hanya mengangkat alis sambil mengaduk susu coklat untuk suami.
“Umi ikut ke kali tapi nggak ikut mandi ya? Abi saja.”
“Oke.naik motor atau jalan kaki?”
“Jauh?”
***
Suami sudah mengeluarkan motor dan memanaskan mesinnya. Saya nunggu di kursi teras sambil memegang sabun mandi dan sampo. Saya penasaran, kali yang diceritakan suami selama ini itu seperti apa.
Kami pun berangkat. Jarak kali dan rumah mertua kira-kira 250 meter. Sepanjang perjalanan masih banyak pohon jati dan jalannya pun masih menggunakan batu kuning. Jadi, kalau hujan pasti becek dan banyak airnya. Jangan ditanya ya bagaimana udaranya, masih sejuk banget lho. Jarang-jarang saya mendapatkan udara yang seperti ini. Sayangnya tempatnya sepi, serem.
Setelah melewati jembatan tua, tampaklah sungai selebar 3 meter di depan mata. Saya yakin sekali mata suami saya pasti sangat berbinar-binar melihat pemandangan ini *lebay. Motor segera di parkir dan suami tak langsung terjun ke kali justru memandangi hamparan sawah di samping kali tersebut.
Suami sambil menenteng celana ganti memandang hamparan sawah nan hijau |
"Belum ada dua bulan, rasanya sudah pangkling."
Hahaha, Suami mulai lebay. Kangennya tak ketulungan. Maklum kalau di rumah tidak bisa lihat yang seperti ini.
Setelah puas memandangi sawah, suami pun tak sabar ingin segera terjun ke kali.
Suami tak sabar ingin terjun ke kali |
"Yakin?" suami bertanya apakah saya tidak ingin ikut mencicipi air kali yang tampak tidak bening (habis hujan) ini. Saya hanya geleng-geleng.
"Abi renang ke sini ya?" pinta saya yang menunggu suami di atas jembatan beton.
Suami siap-siap terjun ke kali |
Suami makin girang setelah merasakan air kali yang segar. Di belakang suami sana ada juga ho rombongan anak-anak yang sedang mandi. |
"Sini, Bi. Sini, Bi."
"Haiiiii...." |
Duh, senengnya yang renang sana-sini. |
Pukul 07.00 tepat, suami mentas dari kali. Wajahnya tampak seperti anak-anak yang mendapatkan permen setelah merengek minta permen pada ibunya.
"Seger bener. Enak ya, Bi?"
"Bukan enak. tapi kangen mandi di kali. Sejak kecil kalau badan abi mulai tidak enak, misalnya pilek, batuk-batuk, pasti mandi di sini. Dan alhamdulillah sembuh. Bukan suatu kepercayaan sih, tapi kalau sudah slulup di kali itu rasanya plooong." saya hanya diam mendengarkannya.
Kami pun pulang. Di jalan, tiba-tiba abi bersin. Apakah itu tanda mak plong? Subuh tadi saat batuk, riak dalam tenggorokan suami tak bisa keluar, apakah ini keluar lewat ingus bersin suami? Ah, sudahlah.
Saat saya menuliskan postingan ini, batuk suami sudah sembuh karena semalam minum obat batuk. Semua kembali pada Allah. Terpenting, suami sumringah karena bisa membalas rasa kangennya, yaitu mandi di kali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar