Assalamualaikum.
Judul: Sarvatraesa; Sang Petualang
Penulis: Dian Nafi
Editor: Mohammad Fathoni
Penertbit: Diandra Pustaka Indonesia
Jumlah halaman: xii + 158 hlm
Ukuran: 13 x 19 cm
Tahun terbit: 2013
Ganteng, cerdas, supel, memiliki daya pikat, itulah Sarva. Sayang dia hanya berasal dari keluarga yang biasa. Andai dia dilahirkan dari rahim perempuan berkeluarga kaya raya, pesonanya pasti akan semakin memuncak. Mungkin juga Mayana akan langsung kecantol.
Mayana, satu-satunya perempuan yang mampu menggaet hati Sarva. Bahkan Mayana mampu membutakan hati Sarva. Dia tak peduli lagi dengan judgment teman-temannya tentang Mayana. Iya, Mayana terkenal sebagai perempuan pengoleksi cinta. Otak Sarva sepertinya sudah terpatri bahwa dia harus mendapatkan cinta Mayana. Harus.
Sarva tak pernah menyerah. Biarpun berjuta kali dicuekin Mayana tapi tetap gaspol. Hingga akhirnya ada kejadian yang membuat Mayana mau tak mau menerima cinta Sarva. Setelah diterima, muluskah jalan cerita cinta Sarva?
“Aku boleh datang ke rumahmu, kamu tidak lagi menolak jika kuantar pulang, dan buang wajah masam jika kamu berrtemu aku.” – hlm 28
Setiap kali apel malam minggu, Sarva hanyalah teman Mayana. Begitulah aku Mayana kepada ibunya. Bagaimana dengan cowok lain? Ada lho adik kelas Mayana yang sering datang ke rumah Mayana, bahkan lebih sering main dibandingkan Sarva yang berstatus pacarnya.
Saat dalam kegelisahan statusnya sebagai pacar Mayana, tiba-tiba Mayana memutuskan hubungan mereka secara sepihak. Sarva edan. Dia meracau tak karuan. Dia merasa Mayana sungguh tak adil. Hingga dia menyumpahi dirinya sendiri harus jadi laki-laki sukses dan incaran semua perempuan.
“Sudah ya Sarva. Kalau kita memang jodoh, pasti akan ketemu,” ujar Mayana dengan suara sehalus mungkin. – hlm 57
Dendam kesumat itupun terbayarkan. Makin ke sini Sarva semakin matang. Gelar dokter didapatnya. Perempuan mana yang tidak makin semrintil?
Davina, anak seorang profesor di kampus Sarva-lah yang mendapatkan hatinya. Sebenarnya fisiknya yang Davina dapatkan, sedangkan hatinya? Ya, hati Sarva masih hanya ada Mayana seorang. Pernikahan itu hanya sekedar balas budikah?
Suatu hari, bagaikan pecah telur. Sarva layaknya tersambar petir disiang bolong. Dia begitu beringasan. Harga dirinya begitu diinjak-injak. Dilecehkan. Di luaran sana jelas terdengar bahwa Sarva hanya mendompleng keluarga profesor. Semua yang diraih Sarva adalah hasil domplengan, begitu aku orang.
Gengsi Sarva memuncak. Hatinya panas. Dia merasa mertua dan istrinya tak menghargai dirinya lagi. Dia memilih minggat dari keadaan tersebut. Mengabdikan dirinya menjadi dokter tentara untuk daerah rawan konfik seperti Aceh dan Ambon, itulah pilihan Sarva. Sekalipun hatinya terluka atas perlakuan mertua dan istrinya, Sarva masih tahu diri. Sesekali ditengoknya istri dan kedua buah hatinya.
Saat gengsi Sarva mulai kian runtuh, Sarva kembali mendapat pukulan begitu berat. Ibunya meninggal dunia. Sarva terpuruk. Saat-saat seperti itu Mayana-lah yang dia ingat. Terbesit ucapan Davina yang mengijinkan Sarva untuk menjadikan Mayana sebagai madunya. Akankah Davina benar-benar ikhlas? Dan apakah Sarva begitu tega menduakan sang istri yang selama ini begitu setia menemaninya?
***
Saya gemes, gemes, gemes....banget pas di awal-awal cerita. Habisnya tak disinggung bagaimana sebenarnya perasaan Mayana ke Sarva. Mayana digambarkan sebagai perempuan penggantung hubungan. Dasar Sarvanya juga sih, sudah tahu dicuekin eh dia malah makin penasaran. Dan bisa jadi Sarva ini hanya jadi pelarian saja. Oh...Mayana.
Alur cerita di buku bersampul hitam ini termasuk ringan. Tak perlu-lah mengernyitkan dahi untuk melahapnya habis-habisan. Konflik yang diciptakan juga kurang sedikit detail. Dari judulnya Sang Petualang, akan tetapi cerita petualangan Sarva hanya digambarkan secara singkat saat di Ambon. Yaitu, saat dia menghadapi gerombolan orang pribumi tentang pembelaan agama dari blok A dan B. Sang Petualang, saya lebih mengartikan petualangan pola pikir Sarva. Di mana dia harus dihadapkan dengan keadaan keluarganya yang miskin, penolakan cinta Mayana, dendam kesumat, remehan mertua dan istrinya, dan godaan-godaan perempuan lain karena ketampanan dan kecerdasannya. Jikalau Sang Petualang ini diartikan sebagai petualangan atas godaan perempuan, itu pun tidak diceritakan secara detail.
Sasaran dari penulis buku ini tidak mengenal usia. Buku ini bisa jadi bacaan anak ABG sampai dewasa. Dari beberapa buku karya Mbak Dian Nafi yang saya baca, setiap bukunya memiliki ciri khas yang sama. Ciri khasnya yaitu logat Jawa dan religiusnya yang begitu kental.
“Tidak akan pernah dikurangi nikmat telingamu jika kamu rajin dengarkan azan, tidak akan dikurangi nikmat bicaramu jika kamu rajin baca Alquran...” hlm 141
Bagi saya pribadi, membaca buku dengan sisipan nasihat-nasihat berbau agama seperti ini sangat diperlukan. Apalagi kalau buku tersebut ditujukan untuk anak-anak ABG. Bisa jadi buku itu sebagai penanaman pendidikan karakter yang tidak terlalu dipaksakan. Banyak juga lho yang mengaku enggan membaca buku berbau agama karena bahasanya yang terlalu berat. Nah, Mbak Dian Nafi secara tidak langsung telah membantu penanaman pendidikan karakter melalui karya-karyanya. Terima kasih lho Mbak. Ditunggu ya karya selanjutnya.
Di buku keluaran tahun 2013 ini ada beberapa typo, diantaranya pada halaman 17, 20, 40, 56, 61, 62, 72, 98, 99, 109, 142, 146, dan 149.
typonya cukup banyak juga ya... bukunya cukup menarik.
BalasHapusEndingnya harus baca sendiri ya mbak Ika? Sebenarnya lumayan penasaran sih hehe :)
BalasHapusKeren nih buku, sebuah karya yang sangat inspiratif. Menyisipkan unsur agama tanpa terasa terutama bagi untuk para remaja. Ditunggu karya selanjutnya
BalasHapusWah baru tahu buku ini neh saya mba
BalasHapus