Misi melunasi mimpi ibu
Kita semua ingin memberikan yang terbaik untuk kedua orang tua, terutama ibu. Sekalipun apa yang kita lakukan itu tak bisa membalas semua yang telah beliau lakukan selama ini. Awal bulan lalu, alhamdulillah saya bisa melunasi satu mimpi ibu yang kemungkinan bagi orang sepele tapi bagi ibu saya justru sangat berarti. Apa itu? Berkunjung ke Masjid Agung Jawa Tengah.
Semua berawal dari...
Pernah suatu ketika ibu saya berandai-andai, “Kapan ya ibu bisa lihat Masjid Agung Jawa Tengah?” Mendengar pertanyaan ibu, hati saya mak gregel (terenyuh). Bagaikan kilat menyambar di siang yang cerah ceria. Halo...kemana saja saya selama ini? Masjid Agung lho ya? Masih satu provinsi, itupun bisa digapai dengan sepeda motor dalam waktu satu jam, ibu sampai ngiler mau ke sana tapi belum kesampaian juga.
Saya juga sih yang egois. Sok-sok-an sibuk bekerja dan tak ada waktu untuk menuruti permintaan ibu. Padahal kalau dipikir-pikir, tugas mengurus rumah yang tak ada habisnya dan ditambah tanggungan momong cucu pasti membuat ibu sangat lelah. Hanya keinginan untuk berkunjung ke Masjid Agung Jawa Tengah saja tak bisa saya tunaikan? Anak macam apa saya ini?
Dalam hati, saya pun selalu berdoa agar Allah memberikan kesempatan itu kepada ibu. Sampai suatu hari...
“Buk, Jumat siang (3 Juni 2016), kita berangkat ke Semarang, yuk!” kata saya mengajak ibu.
“Lho, ada acara apa?” tanya ibu heran.
“Kita ke Masjid Agung. Ibu kan pengen ke sana. Pas, kalau hari Jumat kan payungnya dibuka. Jarang lho orang-orang bisa dapat kesempatan melihatnya.” jelas saya.
“Wah, siap-siap. Tapi ibu nggak punya uang.” bibirnya merekah.
"Gampang...yang penting berangkat."
"Gampang...yang penting berangkat."
Akhirnya, hari Jumat itu datang. Saya sengaja ijin kepada kepala sekolah untuk pulang lebih awal. Kalau tidak niat seperti itu, kapan lagi? Sesampainya di rumah, saya bersiap-siap. Saya pun tak lupa menyuapi Kak Ghifa terlebih dahulu agar tidak rewel pas di perjalanan. Sebenarnya saya bisa naik motor untuk sampai di Masjid Agung, akan tetapi karena melihat cuaca sedang tidak bersahabat, naik bus jadi pilihan. Itung-itung ngenalin Kak Ghifa pada kendaraan umum yang satu itu.
Perjalanan menuju Masjid Agung Jawa Tengah pun dimulai. Kami berangkat pukul 11.00 siang. Tak lupa saya mampir untuk membeli camilan untuk di perjalanan. Sesampainya di pertigaan, tak lama bus pun datang. Karena baru pertama kali naik bus, Kak Ghifa cukup anteng mengawasi sekitarnya. Sesekali dia ngoceh nggak jelas dan akhirnya tertidur dengan kondisi bus melaju ugal-ugalan dan pengap dengan asap rokok dan solar.
Perjalanan dari pertigaan (rumah) sampai dengan terminal Penggaron memakan waktu sekitar 1 jam. Setelah turun dari bus, saya mengajak ibu untuk melipir ke depan SPBU dekat terminal. Sepanjang kami berjalan, banyak sekali calo yang bertanya, “Mau ke mana Buk, Mbak?” Kalau Anda juga mengalaminya, jawab saja, “Ada yang jemput, Mas.” Mereka pasti tutup mulut. Maklum, mendekati ramadan, calo-calo itu makin menjamur.
Pas sampai di depan SPBU, ibu bertanya, “Memangnya siapa yang mau jemput kita, Nok?” Saya hanya senyum-senyum dan tak menjawab. Saya menyapu pandangan ke sekeliling SPBU. Ada taksi mendekat. Heran saya, kok nggak langsung mendekati kami ya? Kan saya menerangkannya sudah jelas, ‘Bertiga, bawa bayi, pakai baju pink bunga-bunga’. Ah, saya dekati deh.
Orderan saya saat memakai aplikasi My Blue Bird yang lama |
Apa yang terjadi? Pengemudi taksi itu malah ketus banget. Ya iyalah, lah ternyata bukan taksi itu yang saya pesan. Itu mah taksi sebelah yang warnanya mirip banget. Duh duh duh. Malu-maluin.
Akhirnya saya cek lagi deh posisi pengemudi taksi yang saya pesan dengan aplikasi My Blue Bird. Ternyata memang belum sampai, masih OTW (on the way).
“Kita naik taksi ya ke Masjid Agung?” tanya ibu.
“Iya, Bu. Kalau naik angkot nanti ribet. Kita harus jalan jauh untuk ke Masjidnya. Kata teman Ika sih gitu. Kalau naik taksi kan bisa turun pas di Masjid Agung.”
Ibu hanya manggut-manggut. Tak berapa lama, taksi pesanan saya datang. “Pak Agung, ya?”
“Iya, Bu Ika? Tadi saya telepon kok nggak bisa nyambung.” tanya pengemudi taksi Blue Bird.
“Oh, HP saya di dalam tas. Mungkin nggak dapat sinyal kali ya.”
“Mari, naik.” ajak Pak agung yang tampangnya sangar.
Itu adalah kali pertama saya naik taksi dengan menggunakan aplikasi My Blue Bird yang saya unduh di Play Store. Namanya pertama kali, ya gitu deh kesannya. Agak katrok. Tapi untung, aplikasinya mudah digunakan.
Tampilan dan langkah-langkah aplikasi My Blue Bird yang lama |
Pas di dalam taksi, setelah Pak Agung menanyakan tujuan kami kemudian saya bertanya, “Pak, bayarnya bisa pakai voucher?” dan Pak agung jawab bisa, suasana dalam taksi hening. Tak ada pembicaraan. Kak Ghifa pun masih tertidur pulas. Apalagi taksinya ber-AC, sekelilingnya bersih, harumnya tak menyengat dan bikin nyaman. Makin nyenyak deh tidurnya. Sampai Pak Agung membuka pembicaraan, “Ini tadi dari rumah, Bu?”
“Oh ya, memang sengaja mau ke Masjid Agung, Pak.” jawab saya sigap. Pembicaraan pun mulai ngalor ngidul sampai cerita saya kesasar di daerah Tlogosari pas jaman-jaman kuliah. Hihihi. Saya mah gitu orangnya, harus dipukul dulu baru berisik. Ibu hanya diam mendengarkan obrolan kami sambil menikmati perjalanan. ‘Sebentar lagi Ibu akan melihat Masjid Agung Jawa Tengah yang sebenarnya, Bu.’ batin saya. Ada rasa bahagia yang menyelip dalam hati saya. Ya, sekalipun perjalanan ini dipersembahkan oleh voucher gratisan karena menang lomba menulis. Yang penting ibu bisa lihat Masjid Agung Jawa Tengah.
“Bu, ini mau lewat mana? Atau saya pilihkan yang tidak macet saja, ya?” tanya Pak Agung yang ternyata ramah banget.
“Oh, ya, Pak. Cepat sampai itu lebih bagus.” gurau saya.
Akhirnya, setengah jam perjalanan dari terminal Penggaron sampai Masjid Agung pun terlewati. Saya serahkan voucher taksi sebesar Rp 50.000 kepada Pak Agung. Saat saya hendak turun, Pak Agung memberikan uang kembalian sebesar Rp 10.000. Saya kaget. Awalnya saya kira tidak akan dapat uang kembalian meskipun di argo tertulis Rp 39 ribu sekian. Wah, sudah aman, nyaman, kami sampai dengan selamat, ditambah bahagia pula karena sudah sampai di Masjid Agung terus dapat kembalian juga.
Di Masjid Agung, kami duduk-duduk di bawah payung besar kebanggan warga Jawa Tengah ini. Tak lupa saya ambil gambar ibu bersama Kak Ghifa. Di sana Kak Ghifa pun betah dan tidak rewel. Untung saja, tadi saya sempat memasukkan mobil-mobilannya ke dalam tas. Sambil menyuapinya, Kak Ghifa pun bermain dengan asyiknya.
“Nok, nanti naik taksi lagi?” tanya ibu saya saat kami berkemas.
“Iya, Bu. Ini sudah pesan. Bentar lagi sampai.” terang saya.
“Ternyata enak ya naik taksi. Kayak punya sopir pribadi Hihihi.” cerita ibu yang baru pertama kali naik taksi.
Akhirnya, taksi yang kami pesan pun datang. Saat kami baru naik, pengemudinya sempat menegur saya karena tiba-tiba membatalkan pesanan. “Tadi saya mau ambil Mbak-Mbak yang di jalan. Soalnya Mbak sudah membatalkan pesanan.” kata pengemudi yang di tengah obrolan kami mengaku sudah 7 tahun jadi pengemudi taksi Blue Bird.
"Saya kira Bapak tadi sudah menaikkan penumpang lain, Pak." bela saya.
Buat pelajaran bersama, saat memesan taksi lewat aplikasi My Blue Bird ini, jangan khawatir kalau taksi yang kita pesan bakalan disrobot orang lain. Karena yang pertama dilayani oleh pengemudi taksi ya yang pesan lewat aplikasi terlebih dahulu, bukan yang menyetop di jalan.
"Saya kira Bapak tadi sudah menaikkan penumpang lain, Pak." bela saya.
Buat pelajaran bersama, saat memesan taksi lewat aplikasi My Blue Bird ini, jangan khawatir kalau taksi yang kita pesan bakalan disrobot orang lain. Karena yang pertama dilayani oleh pengemudi taksi ya yang pesan lewat aplikasi terlebih dahulu, bukan yang menyetop di jalan.
Lagi-lagi, sepanjang perjalanan pulang menuju terminal Penggaron, pengemudi taksi Blue Bird mengajak kami mengobrol. Mereka terkesan sangat ramah. Kami mengobrol ini dan itu. Seperti, banyaknya acara yang diadakan oleh pihak Blue Bird Semarang sampai perkara upah untuk masing-masing pengemudi. Akan tetapi, pengemudi taksi kali ini agak nakal. Sesampainya di tujuan, ia langsung tancap gas tanpa memberikan uang kembalian seperti pengemudi taksi satunya sesuai ongkos yang ada di argo. Tapi, ya sudahlah. Melihat ibu bahagia, uang Rp 10.000 tidak ada artinya lagi buat saya.
***
Rabu, 15 Juni 2016, saya ada janji dengan teman di daerah Jalan Majapahit, Semarang. Cuaca saat itu mendung banget. Makanya ibu tidak mengijinkan saya untuk bawa motor sendiri. Lagipula sedang berpuasa, takut kalau saya tidak kuat. Akhirnya, saya pun memilih untuk menuruti permintaan ibu, yaitu naik bus saja. Rencananya, setelah sampai di terminal Penggaron, saya akan naik taksi Blue Bird karena masih punya voucher.
Sesampainya di terminal Penggaron, seperti biasa, calo-calo pada berkeliaran. Karena sudah tahu triknya, saya pun santai saja dan duduk di depan toko sambil mengeluarkan HP. Saya buka aplikasi My Blue Bird yang baru saya upgrade dan saat itu juga saya register ulang.
Setelah berhasil register atau log in, otomatis aplikasi memunculkan pernyataan seperti di bawah ini.
Kalau saya pilih Ya, maka otomatis Wi-fi dan GPS di HP akan on sedangkan kalau Tidak, ya tidak akan on. Apa untungnya kalau saya pilih Ya? Yaitu penemuan lokasi saya berada akan lebih akurat akan tetapi baterai HP saya pun akan cepat habis. Selain itu, penggunaan Wi-Fi dan GPS membutuhkan sinyal yang sangat bagus. Terbukti saat cuaca mendung, yang ada muter mulu nggak ketemu-ketemu deh lokasinya. Saya sampai harus mengulang beberapa kali dan restart HP siapa tahu HP saya yang sedang error. Ternyata memang butuh sinyal yang bagus untuk menggunakan aplikasi My Blue Bird yang baru ini.
Kalau tahu ceritanya bakal ada insiden lama cari lokasi keberadaan saya, tahu gitu saat di bus saya pesan terlebih dahulu deh taksinya. Jadi, saat sampai di terminal tinggal capcus deh ke kantor teman. Kalau perlu pesan pula taksi untuk pulang dari kantor teman.
Setelah beberapa kali mencoba untuk memasukkan lokasi keberadaan saya secara manual tanpa GPS dan Wi-Fi (dan sering gagal), akhirnya ketemu juga. Saya pun segera memilih jenis mobil dan segera tampak (hanya) satu taksi yang ada di sekitar saya. Saya pun mem-booking saat itu juga.
Cepat sekali booking saya direspon. Saat itu memang hanya ada 1 taksi yang paling dekat dengan keberadaan saya. Yaitu, taksi yang dikendarai oleh Pak Arif yang letaknya hanya 0,8 km yang kira-kira butuh waktu 2 menit untuk menjemput saya. Sekitar 10 detik dari saya booking, tiba-tiba HP saya berbunyi. Tertera nomor baru, setelah saya angkat ternyata itu dari Pak Arif yang meminta keterangan lebih lanjut keberadaan saya.
"Saya di dekat pintu masuk terminal dan pakai baju abu-abu, Pak."
Ini nih bedanya aplikasi My Blue Bird yang baru dengan yang lama. Kalau yang lama kita harus capek-capek ngetik buat ngisi satu-satu dulu kotak posisi pasti kita dan memberi ciri-ciri seperti yang saya lakukan di cerita atas. Kalau dengan aplikasi yang baru cukup satu kotak dan respon pengemudi pun lebih cepat. Kalau semua pengemudi taksi Blue Bird responnya set-set-set, penumpang bakalan makin cinta deh sama pelayanan Blue Bird.
Sambil menunggu taksi saya datang, saya perhatikan tampilan HP saya. Tampak taksi pesanan saya makin dekat posisinya. Kalau lama tak datang-datang, saya bisa menggunakan fitur Call Driver untuk memastikan posisi taksi pesanan saya atau meng-cancel bookingan dan ganti taksi lain.
Akhirnya, Pak Arif pun datang. Saya pun masuk dan mengutarakan tempat tujuan saya. Seperti biasa, sopir taksi Blue Bird itu ramah-ramah. Pak Arif pun tak sungkan-sungkan bercerita tentang pengalamannya selama bekerja 1,5 tahun di Blue Bird. Dan betapa dunia itu sempit banget, ternyata Pak Arif ini asli orang Kudus. Tempat tinggalnya pun tak jauh dari kampus saya. Tetangga teman saya pula. Hihihi. Saking asyiknya mengobrol, saya baru sadar kalau terkena macet di perempatan dekat pasar bayangan di daerah Penggaron. Agar teman saya tidak khawatir dengan posisi saya saat itu, saya share deh di mana keberadaan saya dengan fitur Share My Journey yang ada di aplikasi My Blue Bird yang baru.
Tak selang beberapa lama saya share posisi saya, ada WA masuk. "Oke, hati-hati ya."
Saya hanya nyengir. Berhasil deh saya meyakinkan teman saya itu. Males juga kalau dibilang suka ngaret dan tukang kibul. Kalau ada fitur seperti di My Blue Bird akan jadi meyakinkan.
"Berhenti sini saja, Pak." pinta saya kepada Pak Arif.
"Baik, Bu. Tolong dicek dulu, siapa tahu ada yang ketinggalan." jawabnya.
"Oke, Pak. Terima kasih." kata saya sambil menyodorkan voucher. Beliau segera mengambil uang kembalian Rp 15.000.
Sambil keluar dari taksi, saya membatin, sudah ramah, jujur pula. Perlu diaperesisasi nih. Saya langsung ambil HP saya dan memberikan 4 bintang untuk Pak Arif.
Dengan fitur Driving Rating ini, menurut saya sangat menguntungkan Blue Bird. Karena mau tak mau setiap harinya akan ada evaluasi diri dari si pengemudi taksi. Kalau dirinya tidak pas memberikan pelayanan kepada penumpang, dia sendiri yang akan rugi karena tidak akan dipilih oleh penumpang kalau melihat ratingnya tidak bagus. Sekaligus akan dapat teguran dari pimpinan.
Selesai memberikan rating untuk Pak Arif, saya pun menemui teman saya yang ternyata sudah menunggu saya sejak lama. Bincang sana-sini, tak terasa hampir 1 jam dan saya harus pulang.
"Naik taksi?" tanya teman saya.
"Iya, di luar juga mau hujan, Mbak."
Saya buka lagi aplikasi My Blue Bird. Lama sekali mencari lokasi keberadaan saya. Pasti karena di luar sana mendung banget jadi sinyalnya kurang bagus deh. Saya buat secara manual (tanpa GPS) pun juga sama. Saya otak-atik. Matikan HP, aktifkan lagi, sama. Sampai setengah jam. Sambil nunggu sinyal stabil saya buka-buka email, ternyata ada email masuk berisi struk dari Blue Bird.
"Nggak telepon CS saja?" tanya teman saya yang melihat saya makin gusar.
"Sudah ada aplikasi sekeren ini kalau nggak digunakan kan sayang."
Karena tidak sabar, akhirnya saya pun keluar kantor dan memilih naik angkot yang sudah menunggu di depan. Agak kecewa sih kalau kejadian seperti itu. Sumpah deh, kalau tahu seperti itu saya booking di awal saja. Tapi kalau suruh milih pakai aplikasi My Blue Bird yang lama atau yang baru, tetap pilih yang baru lah. Hanya saja, catatan penting untuk Blue Bird agar ke depannya makin memuaskan dalam melayani pelanggannya adalah masalah sinyal. Semoga aplikasi yang baru ini bisa digunakan dalam kondisi cuaca seburuk apapun.
Naik Blue Bird? Tetap nyaman, aman, selamat, dan bahagia kok. Hihi. Kalau Anda punya pengalaman apa dengan aplikasi My Blue Bird?
Sesampainya di terminal Penggaron, seperti biasa, calo-calo pada berkeliaran. Karena sudah tahu triknya, saya pun santai saja dan duduk di depan toko sambil mengeluarkan HP. Saya buka aplikasi My Blue Bird yang baru saya upgrade dan saat itu juga saya register ulang.
Tampilan setelah register |
Setelah berhasil register atau log in, otomatis aplikasi memunculkan pernyataan seperti di bawah ini.
Kalau saya pilih Ya, maka otomatis Wi-fi dan GPS di HP akan on sedangkan kalau Tidak, ya tidak akan on. Apa untungnya kalau saya pilih Ya? Yaitu penemuan lokasi saya berada akan lebih akurat akan tetapi baterai HP saya pun akan cepat habis. Selain itu, penggunaan Wi-Fi dan GPS membutuhkan sinyal yang sangat bagus. Terbukti saat cuaca mendung, yang ada muter mulu nggak ketemu-ketemu deh lokasinya. Saya sampai harus mengulang beberapa kali dan restart HP siapa tahu HP saya yang sedang error. Ternyata memang butuh sinyal yang bagus untuk menggunakan aplikasi My Blue Bird yang baru ini.
Fitur Terbaru dari My Blue Bird yang 1 |
Kalau tahu ceritanya bakal ada insiden lama cari lokasi keberadaan saya, tahu gitu saat di bus saya pesan terlebih dahulu deh taksinya. Jadi, saat sampai di terminal tinggal capcus deh ke kantor teman. Kalau perlu pesan pula taksi untuk pulang dari kantor teman.
Setelah beberapa kali mencoba untuk memasukkan lokasi keberadaan saya secara manual tanpa GPS dan Wi-Fi (dan sering gagal), akhirnya ketemu juga. Saya pun segera memilih jenis mobil dan segera tampak (hanya) satu taksi yang ada di sekitar saya. Saya pun mem-booking saat itu juga.
Mau pilih mobil yang mana? |
Cepat sekali booking saya direspon. Saat itu memang hanya ada 1 taksi yang paling dekat dengan keberadaan saya. Yaitu, taksi yang dikendarai oleh Pak Arif yang letaknya hanya 0,8 km yang kira-kira butuh waktu 2 menit untuk menjemput saya. Sekitar 10 detik dari saya booking, tiba-tiba HP saya berbunyi. Tertera nomor baru, setelah saya angkat ternyata itu dari Pak Arif yang meminta keterangan lebih lanjut keberadaan saya.
"Saya di dekat pintu masuk terminal dan pakai baju abu-abu, Pak."
Saat hendak booking, akan tampak taksi yang ada di dekat lokasi Anda berada Fitur Terbaru dari My Blue Bird yang 2 |
Ini nih bedanya aplikasi My Blue Bird yang baru dengan yang lama. Kalau yang lama kita harus capek-capek ngetik buat ngisi satu-satu dulu kotak posisi pasti kita dan memberi ciri-ciri seperti yang saya lakukan di cerita atas. Kalau dengan aplikasi yang baru cukup satu kotak dan respon pengemudi pun lebih cepat. Kalau semua pengemudi taksi Blue Bird responnya set-set-set, penumpang bakalan makin cinta deh sama pelayanan Blue Bird.
Posisi taksi pesanan saya semakin mendekat. Selain itu, ternyata ada menu Call Driver dan Cancel Booking |
Sambil menunggu taksi saya datang, saya perhatikan tampilan HP saya. Tampak taksi pesanan saya makin dekat posisinya. Kalau lama tak datang-datang, saya bisa menggunakan fitur Call Driver untuk memastikan posisi taksi pesanan saya atau meng-cancel bookingan dan ganti taksi lain.
Fitur Terbaru dari My Blue Bird yang 3 |
Akhirnya, Pak Arif pun datang. Saya pun masuk dan mengutarakan tempat tujuan saya. Seperti biasa, sopir taksi Blue Bird itu ramah-ramah. Pak Arif pun tak sungkan-sungkan bercerita tentang pengalamannya selama bekerja 1,5 tahun di Blue Bird. Dan betapa dunia itu sempit banget, ternyata Pak Arif ini asli orang Kudus. Tempat tinggalnya pun tak jauh dari kampus saya. Tetangga teman saya pula. Hihihi. Saking asyiknya mengobrol, saya baru sadar kalau terkena macet di perempatan dekat pasar bayangan di daerah Penggaron. Agar teman saya tidak khawatir dengan posisi saya saat itu, saya share deh di mana keberadaan saya dengan fitur Share My Journey yang ada di aplikasi My Blue Bird yang baru.
Fitur Terbaru dari My Blue Bird yang 4 |
Tak selang beberapa lama saya share posisi saya, ada WA masuk. "Oke, hati-hati ya."
Saya hanya nyengir. Berhasil deh saya meyakinkan teman saya itu. Males juga kalau dibilang suka ngaret dan tukang kibul. Kalau ada fitur seperti di My Blue Bird akan jadi meyakinkan.
"Berhenti sini saja, Pak." pinta saya kepada Pak Arif.
"Baik, Bu. Tolong dicek dulu, siapa tahu ada yang ketinggalan." jawabnya.
"Oke, Pak. Terima kasih." kata saya sambil menyodorkan voucher. Beliau segera mengambil uang kembalian Rp 15.000.
Sambil keluar dari taksi, saya membatin, sudah ramah, jujur pula. Perlu diaperesisasi nih. Saya langsung ambil HP saya dan memberikan 4 bintang untuk Pak Arif.
Dengan fitur Driving Rating ini, menurut saya sangat menguntungkan Blue Bird. Karena mau tak mau setiap harinya akan ada evaluasi diri dari si pengemudi taksi. Kalau dirinya tidak pas memberikan pelayanan kepada penumpang, dia sendiri yang akan rugi karena tidak akan dipilih oleh penumpang kalau melihat ratingnya tidak bagus. Sekaligus akan dapat teguran dari pimpinan.
Fitur Terbaru dari My Blue Bird yang 5 |
Selesai memberikan rating untuk Pak Arif, saya pun menemui teman saya yang ternyata sudah menunggu saya sejak lama. Bincang sana-sini, tak terasa hampir 1 jam dan saya harus pulang.
"Naik taksi?" tanya teman saya.
"Iya, di luar juga mau hujan, Mbak."
Email yang saya terima |
Fitur Terbaru dari My Blue Bird yang 6 |
"Nggak telepon CS saja?" tanya teman saya yang melihat saya makin gusar.
"Sudah ada aplikasi sekeren ini kalau nggak digunakan kan sayang."
Karena tidak sabar, akhirnya saya pun keluar kantor dan memilih naik angkot yang sudah menunggu di depan. Agak kecewa sih kalau kejadian seperti itu. Sumpah deh, kalau tahu seperti itu saya booking di awal saja. Tapi kalau suruh milih pakai aplikasi My Blue Bird yang lama atau yang baru, tetap pilih yang baru lah. Hanya saja, catatan penting untuk Blue Bird agar ke depannya makin memuaskan dalam melayani pelanggannya adalah masalah sinyal. Semoga aplikasi yang baru ini bisa digunakan dalam kondisi cuaca seburuk apapun.
Naik Blue Bird? Tetap nyaman, aman, selamat, dan bahagia kok. Hihi. Kalau Anda punya pengalaman apa dengan aplikasi My Blue Bird?
Seumur-umur belum pernah naik taksi. Maklum tinggal di kampung :')
BalasHapusMbak, kalau kebetulan pas lewat taksi Blue Bird juga sampai kampung lho. Soalnya saya pernah booking (rumah saya desa juga) bisa lho.
HapusGampang kan kalo pake aplikasi my blue bird? hehe
BalasHapusGampang banget Mbak. Jadi ketagihan ntar kalau ke Semarang naik Blue Bird lagi.
HapusAq belom perrnah ke semarang naik kendaraan umum nih sejak ada intan.pgn cobaaaaaaa jugagg...
BalasHapusBahagia ya bisa nyenengin ibu ;)
Ayo Mbak, ajakin Intan juga. Hihihi...ntar lebaran ya saya uji coba lagi nih ngajak Ghifa mudik ke Pati naik motor.
HapusAlhamdulillah Mbak, bahagia ibu sebenranya simpel banget. Makin bahagia karena akhirnya ibu bisa ngerasain naik taksi Blue Bird juga.
Belum pernah naik taxi bluebird nih non.perlu dicoba aplikasi kerennya juga yah☺
BalasHapusHarus dong Mbak. Kalau pas di Semarang to sekali-kali pulang ke Kudus naik taksi Blue Bird.
HapusAku juga udah download aplikasi ni mbak.so far memuaskan banget pak supirnya jg ramah2. Peenah sekali dpr supir yg ramah bgt sepanjang jalan ngobrolin banyak hal. Jd ga bosen deh
BalasHapusIya, Mbak. Jadi, di dalam mobil nggak kayak patung ya, Mbak. Hihihi
HapusDuh, saya berkaca2 baca perjalanan Ibu. Pasti Ibu seneng banget ya. kebetulan rumah saya dekat dengan tempat supir mangkal, jadi jarang pakai aplikasi. Kalau butuh taksi kadang langsung telpon. Kayanya perlu juga nih instal aplikasinya biar bisa ngerasain juga.
BalasHapusIya Mbak. Alhamdulillah saya bisa mewujudkan keingan ibu. Hihihi..pas ngobrol-ngobrol sama pengemudi taksi Blue Bird keluhannya itu ternyata banyak sekali pelanggan yang belum tahu kalau Blue Bird itu ada aplikasinya, Mbak.
HapusWah jadi ga was was ya, yang pesan duluan bakal diamankan pa sopir,mokesip unduh ni aplikasi ^^
BalasHapusBtw aku juga blum pernah mb ika ke mejid agung uhuhu
Iya, Mbak. Saya awalnya juga kecewa pas lihat ada taksi yg ambil penumpang di depan saya. Tak kira itu taksi pesanan saya. Eh ternyata tidak.
HapusWah gampang banget ya, pake aplikasi Blue Bird. Suka takut naik taksi sendirian. Dulu sih pernah, sepanjang jalan gak berhenti berdoa.
BalasHapusIya Mbak. Tapi pertama kali pakai ya deg deg ser juga sih. Wkwkwk.
HapusHihi...karena saya terbiasa pergi sendiri naik taksi pun ya berani, Mbak. Apalagi ini Blue Bird. Kalau naik angkot saya malah takut karena pernah diturunin di tengah perjalanan :(
bahagianya mbak bisa bikin ibunda seneng jalan2, naik taxi yg nyaman, impian ibunda terwujud, doa ibunda pasti luar biasa ini :-)
BalasHapusAlhamdulillah, Mbak. Saya takut sekali mengecewakan ibu.
Hapusjasa transportasi sekarang sangat memanjakan customer ya mbak
BalasHapusapalagi dengan persaingan yg semakin tinggi
mereka hrs mengutamakan fasilitas, biar nggak di tinggal pelanggan
blue bird keren sekarang
Sebenarnya aplikasi My Blue Bird ini sudah lama ada, Mbak. Hanya saja kurang sosialisasi. Masih banyak yg belum tahu.
HapusKemaren aku juga naik taksi waktu di Semarang, dan aku pesenya pakai aplikasi My Blue Bird juga, bergitu pesen, EH langsung datang, udah gitu ada estimasi bayarnya juga, jadi bisa nyiapin uang buat bayarnya, kan jadi nggak takut kurang, sip deh aplikasi My Blue Bird, memudahkan saya dan semua orang pastinya dalam memesan taksi
BalasHapusIya, kalau ada estimasi biayanya gak deg2an kurang uangnya apa gak ya. Tapi estimasi juga bisa berubah sesuai kondisi lapangan. Misal macet kan tetap nambah.
Hapus