Terdengar lirih kabar duka itu dari toa masjid di pojok Selatan desaku. Anak usia 2,5 tahun meninggal tenggelam di sungai. Hatiku ngilu.
Di grup WA IIDN dan Gandjel Rel, Mbak Dedew melempar kabar kalau ada anak 1 tahun ketinggalan di BRT. Mak-nya sudah turun. Lupa atau apa aku tak tahu pasti. Makin ngilu hatiku.
Piye to?
Ke mana ibunya?
Sepulang ngelesi aku dapat cerita dari ibuku tentang anak usia 2,5 tahun yang meninggal itu. Ceritanya, dia itu ikut nenek tirinya. Ibunya? Sedang di penampungan hendak jadi TKW. Miris banget kan?
Pas kejadian, anak tersebut dititipkan pada buleknya sedangkan neneknya tandur di sawah. Saat hendak belanja anak tersebut sengaja ditinggal di rumah dengan pintu tertutup.
Namanya anak yang lagi aktif-aktifnya, anak tersebut bisa keluar dan main mobil-mobilan plastik yang bisa dinaikkin itu lho. Dia bermain sampai di jembatan yang bawahnya sedang mengalir air (banjir) yang cukup deras. Memang sudah takdir Allah ya, bisa jadi dia jatuh terjungkal atau apa, mobil-mobilannya masih tetap di atas dan anak tersebut jatuh ke sungai.
Sejam kemudian apa yang terjadi? Keluarganya baru tersadar. Dicarilah anak tersebut. Digogohilah di bawah jembatan pas ada mobil-mobilan anak tersebut. Allahuakbar, anak itu masih di sana dalam keadaan tak bernyawa.
Duh le, selamat jalan. Jadilah malaikat di surga-Nya, Allah.
Aku merinding seketika.
Bagaimana perasaan ibunya yang ada di penampungan? Hancur hatinya. Iya, kalau dia bisa ijin pulang? Kalau nggak?
Ehm...Aku tak mau menyalahkan siapa-siapa. Toh siapa aku? Karena setiap orang punya jalan cerita sendiri.
Aku pun ngaca pada diriku sendiri. Piye aku menjaga Kak Ghifa selama ini?
Aku teringat beberapa hari lalu saat menemani Kak Ghifa bermain. Tablet tak lepas dari genggamanku. Aku asyik dengan tablet, Kak Ghifa asyik dengan mainannya. Ia berdiri dan hendak turun dari kasur. Brak! Kak Ghifa jatuh. Aku berteriak. Ibuku lari ke arah kami. Dengan hati berdebar-debar aku peluk Kak Ghifa yang menangis sambil mendengar omelan ibu.
Tapi apa? Aku mengulanginya lagi. Kak Ghifa terjatuh lagi dengan keadaan terlentang karena ingin naik kursi. Aku ngapain? Mau ambil tablet di tas. Ibuku ngomel lagi.
"Kamu itu abot (berat) hapene! Momong 5 menit anak dibuat jatuh, nangis!!!
Tak bersyukur ya diriku ini? Iya. Sangat! Di luar sana banyak yang ingin punya keturunan, nah aku, malah menyepelekan anakku sendiri.
Aku teringat pesan seorang teman, "Kamu akan ditanya soal pertanggungjawaban mendidik anakmu, bukan soal mencari uang."
Mati aku!
Mencari uang dalam hal ini ngeblog. Saat itu aku memang sedang asyik membalas komentar teman.
Ah, aku tak mau lagi mengulanginya. Sungguh sakit hati ini melihat Kak Ghifa menangis. Sudah cukuplah kebodohanku selama ini. Aku cari uang untuk siapa? Untuk anakku. Tapi untuk apa kalau aku cari uang malah justru melukai, mengabaikan, menomor duakan anakku sendiri. Maafkan, Ummi, Nak.
Tak ada lagi gadget di tangan sebelum anakku tidur. Itu janjiku. Aku tak ingin ada sesal di kemudian hari. Aku ingin anakku merasakan kehadiranku yang sebenarnya. Tak hanya fisikku saja, tapi juga hati dan pikiranku, hanya untuknya.
Aku tak ingin seperti mereka di atas. Aku ingin menemani Kak Ghifa sepenuh hati. Sudah cukuplah aku kerja sana-sini meninggalkan Kak Ghifa. Kalau di rumah ya hanya untuknya.
"Jaga anakmu baik-baik." pesan ibu.
Rasa-rasanya aku malu misalnya di kemudian hari bertanya kenapa Kak Ghifa lebih dekat dengan neneknya dibanding denganku. Salahku sendiri.
Ah, melow banget. Saat menulis ini, Kak Ghifa sedang nenen di pelukanku. Masih dengan bapil dan kembungnya. Peluk Kakak... Maafkan, Ummi, ya.
Nah, hikmahnya dalam sekali mbak... Gadged itu bak pisau bermata dua, kadang bermanfaat, kadang bisa melalaikan kita...
BalasHapusSalam kenal ya mbak, kunjungan perdana nih
Huum lho mbak anak otu harta termahal dan anugerah terindah, aku dan suamiku masih menanti 8 taun taun ini kehadiran si buah hati, kalau dirupiahkan tak terhitung harganya ☺
BalasHapusHarus ada skala prioritas ya Mbak. Anak tetaplah segalanya. Miris baca kisah di atas
BalasHapusInalillahi wa innailaihi raji'un. Miris yaa mba. me too, ngasuh anak sambil megang hp terus kalau pas ibu main pasti di tegur "kamu itu hapean terus".
BalasHapusbener juga si yaa, kita harus pandai mengatur waktu dan mengendalikan diri dari hp. Tapi yo masih nggak sadar2, gusti pangampurane :(
Iya gadget bisa melalaikan, duuh aq jg kadang gitu :(
BalasHapusEmang ujian bagi para ibu yg punya batita.jadi inget dulu mbarepku lagi bisa jalan tertatih2 11 bulan.Trus nyelonong ke dapur, pas ujan lagi.Langsung kepleset jaatuh dgn kepala dulu.
BalasHapusSalahku terlalu asyik trima telpon dan tak pikir aman dgn mama mertua.Tapi skrg dia udah remja ABG hehehe
Betul, mbak. Saya memang belum menikah, tapi saya punya dua ponakan. Hape itu bisa dibilang musuh sih kalau saya lagi jagain ponakan pertama. Pernah ponakan saya hampir aja mendarat di tanah dengan kepala terlebih dahulu karena saya lebih asyik merekam tingkah lakunya daripada mengawasi langkahnya. Untuk reflek sih buang hape dan tangkap badannya. Semenjak itu enggak lagi deh pegang hape kalau main sama ponakan. :')
BalasHapussedih... thanks for sharing mbak. thanks for reminding us
BalasHapusdi tempat tinggalku juga 2x denger kabar duka balita meninggal mak, faktornya cenderung karna kelalaian juga,miris rasanya..tapi jadi teguran buat diri sendiri juga. Kadang qt ngerasa tanggung, dikit lagi ngetiknya, padahal ada yang lebih penting untuk diperhatikan ya
BalasHapusJadi ingat dengan keempat anakku yang boleh dibilang tumbuh bersama. Waktu itu pekerjaanku cuma urus anak, anak dan anak. Soalnya saya termasuk ibu yang gak percaya dengan pengasuhan orang lain. jauh sedikit dari anak, saya sudah membayangkan yang tidak-tidak. Btw, turut berduka dan semoga anak-anak kita selalu dalam lindungan-Nya. Aamiin.
BalasHapusYa Allah kak Ika, sedih banget bacanya.
BalasHapusUdah tabiat manusia ya kak, kadang nyepelein yang dipunya. Padahal malah itu yg jadi prioritas loh sebenernya. Huhu. Semoga Ghifa selalu sehat ya, kak Ika. :)
semoga kita pandai mengatur waktu y mba :) reminder bgt ^^
BalasHapusMiris membaca berita anak yang jatuh ke sungai itu .... duh.
BalasHapusTapi ada saatnya juga memang kita tidak bisa sepanjang mengawasi anak kita. Ada masanya, anak belajar dari jatuh .. selama itu tidak berakibat fatal.
Ghifa sudah umur berapa? Titip cium yaa, sudah lama gak main ke mari.
memamng saat anak mlai aktif berjalan maunya dia eksplore kemaan2 makanay kita gak boleh lengah. kalau aku kerja ARTku hanay ngasuh anakku gak boleh pegang yang lain karena anak segitu gak bisa ditinggal
BalasHapusSubhanallah huuaah mewek aku bacanya mba.. hiks sedihnya... Ini peringatan buat para orangtua yg suka ninggalin bayi sendirian :((
BalasHapussemoga tidak ada lagi yang mengalami duka akibat sungai ya sist, sungguh menyedihkan
BalasHapus