Aku mau nyeritain diriku sendiri. Ini bukan aib sih. Kusebut cara berpikir yang beda saja.
Aku rasa benar kata orang, semakin dewasa, semakin sering berkumpul dengan banyak orang, maka cara berpikir kita akan berbeda. Apalagi kalau sudah kepentok dengan keadaan.
Seperti hari ini, adik bapak mertuaku punya gawe. Beliau menikahkan anaknya. Letak rumahnya itu gang depan sekolah tempatku mengajar.
www.pixabay.com |
Sebelumnya aku sudah ngobrolin soal ini ke suami. Kesepakatan kami adalah aku berangkat ngajar dulu, pulang jemput Kakak Ghifa bersama Abi baru ke rumah Pak Lek. Oke, Fix.
Kenapa aku nggak ambil libur mengajar? Ada banyak alasannya, aku nggak tega ninggalin anak didikku, hari ini ada imunisasi pula, aku nggak mau merepotkan guru lain. Ya tahu sendiri ngurus kelas 1 SD tak jauh beda dengan anak TK. Hampir semua pada angkat tangan. Kupikir oke lah, sekolah jalan, kondangan juga jalan. Tidak ada yang harus dikorbankan.
Eits, bukan hidup namanya kalau tidak ada gejolaknya.
Ada saja yang komentar, kan bisa suami sama anakmu ke rumah mertua dulu (rumah mertua dekat sekolahku juga). Nanti selesai ngajar tinggal ke rumah Pak Lek. Daripada bolak-balik.
Ah, situ nggak tahu anakku seperti apa sih. Nggak tahu suamiku seperti apa sih. Hihihi.
Ah, situ nggak tahu anakku seperti apa sih. Nggak tahu suamiku seperti apa sih. Hihihi.
Ada juga yang komentar, lha iparmu yang sudah PNS saja ambil cuti dari kemarin, kamu yang masih wiyata malah sok-sok-an disiplin. *mari elus dada*
Dapat komentar seperti itu aku pengen garuk-garuk tembok. Jujur saja, ada yang aneh dalam hatiku. Seperti ada rasa takut, apakah langkah yang kuambil ini salah? Tapi, aku ingat saja kesepakatan bersama Abi. Jadi, bismillah, mantab saja.
Siang, pukul 13.00 aku sudah di TKP. Dan semua baik-baik saja. Semua pun berjalan lebih baik dari apa yang aku pikirkan.
Heranku, ada yang komentar, "Bu Ika sudah sampai sini lagi? Tak pikir nanti sore, Bu. Kan biasanya ngelesi dulu." Komentar ini datang dari wali muridku yang hanya kenal aku sekilas saja. Beliau bisa ngertiin posisiku banget. *peluk*
Yah, ada yang membawa diri kita jatuh sejatuh-jatuhnya, tapi Allah juga mengirimkan orang yang mau mengangkat kita ya. Bukan begitu?
Pelajaran apa yang kudapat dari kejadian itu? Yap, ternyata aku bisa hidup keluar dari omongan orang. Dulu, kalau ada yang komentar dikit saja tentangku, langsung jadi pikiran. Aku selalu ingin merasa terlihat sempurna di depan orang. Padahal, kita nggak bisa ya nyenengin semua orang.
Mari, kita hidup sesuai jalan pikiran dan pilihan kita masing-masing. Bukan malah hidup karena komentar orang lain. Kuat sampai kapan sih? Melelahkan banget lho.
Pernah mengalaminya juga? Apa yang kamu rasakan?
I feel you, mb. Susah emang terkadang di situasibkayak gitu. Maunya kita begini, eh orang ngebicarainnya lain. Capek klo didengerin. Kita jadi gak bisa menikmati diri sendiri
BalasHapuskadang kita emang kudu pasang kacamata kuda dan kuping semut hehehe jadi percaya diri sendiri. semangat, pasti ada aja yang gitu :*
BalasHapusSaya juga jarang memperdulikan komentar orang, biasanya ini tentang mendidik anak.
BalasHapuspadahal saya tau apa yang saya lakukan juga untuk kebaikan sang anak versi saya, tapi ada aja yang ikut2n ngatur, padahal itu sudah kuno juga menjaga anak seperti demikian kalau menurut saya
Yakini langkah kita saja dik, yang penting kita sudah mempertimbangkan semuanya. Yang penting kompak sama suami.
BalasHapusSepakat, Mbak..
BalasHapusMau tidak mau kita harus keluar dari penilaian dan perkataan orang. Cuma ya jangan terlalu jauh juga kali yak.. :D
Dilema banget ya mba, aku pun pernah juga di posisi kita gamang banget ntar dibilang gini, gitu yg pada akhirnya menyiksa
BalasHapusKadang orang luar belum paham tentang kita, mereka hanya liat 'luarnya' saja dan langsung memberi komentar.
BalasHapusEmang ya Mbak, orang bisa dgn mudah aja bilang A, B, C ke kita padahal mereka gak tahu pasti keadaan kita macam mana. Hiikss, saya pun suka baper Mbak klo orang bilang ini itu inu ttg saya, ikkss.
BalasHapusTapi sabodoo, emang mereka mau tahu aslinya kayak gimana, biarin aja deh apa kata mereka, mulai batu juga, gak peduli yg penting kita gak melanggar. *malah jd curcol jg :D
aku dari dulu orangnya bodo amat sih. Ada rada khawatir juga tentang omongan orang, tapi ya tetap bodo amat. Yang penting ga keluar jalur norma aja
BalasHapusKalau aku gak peduli omongan orang lain, yang penting aku di jalan yang benar dan tak melanggar agama dan aturan, dan yang penting lagi bagiku suamiku dan ortuku mendukung, maju terus pantang mundur, wong gak dikasih makan dan gak disekolahin dari yang ngomongin kok hehe
BalasHapusIkuti kata hati saja mb, orang lain hanya menilai brdasar pemikiran mereka, tanpa ingin tau kita seperti apa
BalasHapusiyesss,, bener banget mbak. kalau semua omongan org mau dipikir'n, kita sendiri yg bklan stres. bawa enjoy aja y mbak,,
BalasHapusYa bener banget mbak. Omongan orang gak akan pernah selesai. Mau berbuat baik atau buruk omongan orang selalu ada aja...
BalasHapusBiasa Mba, kita yang jalani, orang yang komentari. Hihi ga usah diambil pusing. *hugs
BalasHapusAku pun setuju untuk masa bodoh terhadap semua omongan orang lain mbak.. Bisa stres kita ntar, kalo semua omongan orang kita masukin hati..
BalasHapusYang paling tahu diri kita ya kita..segala keputusan yg kita ambil adalah hak kita..
BalasHapusOmongan org yg bakalan bikin kita down ..mending skip aja..
Di dunia ini orang tuh prioritasnya beda-beda. Ada yang prioritasnya mendengarkan (semua) orang (lain). Ada juga yang prioritasnya menjaga integritas dirinya sendiri.
BalasHapusKalau sudah punya prioritas jaga integritas diri sendiri, maka omongan orang lain pun tidak akan jadi perhatian utama.
Betul, kita sesungguhnya bisa hidup survive dan bahagia tanpa mikirin omongan orang lain.
BalasHapusPatut di contoh sikap yg kyak gini ni. Kunbal y
BalasHapus