Dadaku berdebar-debar. Rasa bahagia dalam hatiku tak terbendung. Ingin rasanya segera bertemu dengan ibu.
Kupercepat langkahku. Mataku terasa panas. Seperti ada yang membuncah di ujung mataku. Tak sabar, aku berlari sekuat tenaga dengan tangan menggamit rapotku.
Sesampainya di rumah, ibu tak ada. Aku berlari lagi. Kutemukan ibu di kebun belakang rumah.
"Bu, aku berhasil dapat peringkat 2 lho. Aku senang sekali."
"Alah, baru peringkat 2 gitu kok. Bukan peringkat 1." Kata ibuku sambil melengos.
Bagai runtuh duniaku saat itu. Aku yang masih duduk di kelas 4 SD merasakan rasa kecewa yang amat dalam. Kenapa ibu tak sedikitpun bangga dengan apa yang aku peroleh? Kenapa? Ah, boro-boro bangga, mengucapkan selamat saja tidak.
***
Kamu pasti setuju kalau setiap ibu memiliki gaya yang berbeda-beda dalam mendidik dan membesarkan anaknya. Sama halnya dengan ibuku. Beliau punya cara istimewanya sendiri.
Aku yang sampai hari ini ditakdirkan menjadi anak tunggal, dibesarkan oleh ibu yang gemar sekali meremehkanku. Tak sekalipun ibu pernah memuji atau membanggakan apa yang telah aku terima atau peroleh.
Pernah saat aku jadi lulusan terbaik saat SMP, apa kata ibuku?
"Baru gitu saja kok Ibu harus bangga. Kalau kamu memang lulusan terbaik, harusnya kamu bisa buktikan dengan masuk di SMA favorit." Remeh ibuku.
Sampai detik itu hingga aku lulus kuliah, aku masih merasa, ya Allah, kenapa ibuku tidak pernah bersyukur punya anak sepertiku? Kenapa?
Kemudian saat aku benar-benar sudah hidup di masyarakat dan menikah, ibu mulai jarang sekali meremehkanku. Ibu hanya bilang, "Ya memang seperti itu. Kamu nanti tahu rasanya." Begitu nasihatnya setiap kali aku menemukan hal baru/masalah.
***
"Allah tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya."
Sepakat tidak dengan kalimat di atas? Aku banget banget sepakat.
Kini aku sadar betul, kenapa aku dilahirkan dari ibu yang suka meremehkanku? Karena ibuku ingin menjadikanku sebagai perempuan yang tangguh, tegar, dan mandiri.
Ya, secara tidak sadar itulah yang terbentuk dalam diriku. Puluhan tahun selalu diremehkan ibu membuatku tahan banting layaknya anak laki-laki, tidak cengeng, pantang menyerah, tidak mudah puas, tidak bergantung pada orang lain, dan selalu berusaha memperjuangkan sesuatu sampai mati-matian.
Suatu hari, saat di luar hujan dan Kakak Ghifa -anakku tidur di antara kami- aku dan ibu sedang mengobrol ringan di kamar.
Ketika kami mulai terdiam kehabisan bahan pembicaraan, tiba-tiba,
"Kalau sekarang ibu harus dipanggil, ibu sudah siap, Ka. Ibu sudah tenang. Insya Allah kamu sudah benar-benar mandiri. Kamu bisa tanpa ibu untuk menjalani kehidupanmu."
Mak nyes. Dingin hatiku.
"Ibu ngomong apa sih?"
Saat itu aku ingin sekali memeluk ibuku. Tapi aku terlalu gengsi. Aku tak mampu. Kami sama-sama diam.
Sejak obrolan itu aku semakin sadar, kenapa ibu selalu meremehkanku? Ibu hanya ingin menjadikanku sebagai perempuan yang kuat. Baik secara fisik maupun mental. Beliau ingin melihatku jadi manusia yang tangguh dan mandiri.
Jujur saja, menjadi anak tunggal itu tidak mudah. Semua harus ditanggung sendiri. Aku merasakan hal terberat sepanjang hidupku saat ibu jatuh sakit. MasyaAllah, luar biasa rasanya. Merawat orang sakit itu sangat melelahkan. Apalagi ini tidak ada yang menggantikan. Kalau dulu ibu tidak meremehkanku, aku tak yakin hari ini aku masih bertahan. Ya, aku merasa aku terlalu tegar. Bahkan aku sendiri merasa WOW, kok bisa? Semua karena ibu.
Aku, sebagai anak, tak luput dari yang namanya berburuk sangka. Bahkan puluhan tahun aku memiliki perasaan itu kepada ibuku sendiri. Tak tahunya, ibu rela dibenci oleh anaknya asalkan anaknya bahagia di kemudian hari.
Maafkan aku, Bu.
Jujur saja, menjadi anak tunggal itu tidak mudah. Semua harus ditanggung sendiri. Aku merasakan hal terberat sepanjang hidupku saat ibu jatuh sakit. MasyaAllah, luar biasa rasanya. Merawat orang sakit itu sangat melelahkan. Apalagi ini tidak ada yang menggantikan. Kalau dulu ibu tidak meremehkanku, aku tak yakin hari ini aku masih bertahan. Ya, aku merasa aku terlalu tegar. Bahkan aku sendiri merasa WOW, kok bisa? Semua karena ibu.
Aku, sebagai anak, tak luput dari yang namanya berburuk sangka. Bahkan puluhan tahun aku memiliki perasaan itu kepada ibuku sendiri. Tak tahunya, ibu rela dibenci oleh anaknya asalkan anaknya bahagia di kemudian hari.
Maafkan aku, Bu.
***
Dua bulan yang lalu,
"Bu, aku menang lomba menulis lho.”
”Juara 1?"
"Juara 3.”
”Alah, kirain juara 1. Rezekimu itu receh banget ya."
Aku tertawa terbahak-bahak. Ibu kaget dan tanya kenapa, kujawab.
”Ke mana saja Ibu selama ini? Aku kangen banget diremehin Ibu."
"Bu, aku menang lomba menulis lho.”
”Juara 1?"
"Juara 3.”
”Alah, kirain juara 1. Rezekimu itu receh banget ya."
Aku tertawa terbahak-bahak. Ibu kaget dan tanya kenapa, kujawab.
”Ke mana saja Ibu selama ini? Aku kangen banget diremehin Ibu."
Selalu ada kabar baik di balik semua ucapan nya. No manja
BalasHapusYes, itulah keinginan ibuku, Mbak. Meskipun anak tunggal, nggak boleh manja.
HapusRecehan, bisa jadi duit gede. Ya sudahlah. Nanti kalau sudah punya anak, apakah mba mau menerapkan apa yg ibu lakukan
BalasHapusHahaha. Mungkin maksud ibuku juga gitu Mbak.
HapusEhm, sebisa mungkin aku nggak akan menerapkan hal ini kepadaku anakku, Kak Ghifa, Mbak. Karena ini tak mudah. Kalau nggak kuat bisa stres. Karena aku tahu rasanya diremehkan itu luar biasa.
Selalu ada kabar baik di balik semua ucapan nya. No manja
BalasHapusIya mbak, no manja banget. Soalnya aku anak tunggal nggak boleh manja.
HapusHahahaa.. dulu rasanya nyees diremehkan sekarang kangen diremehkan Ibu..
BalasHapuspersis ibuku, cara mendidik 3 anak perempuannya cuek banget dan meremehkan, tapi ternyata itu caranya menyayangi agar anaknya bisa survive, mandiri. kangen diremehkan Mamaku jugaa
Iya nih Mbak. Mungkin ibu merasa sudah tidak waktunya lagi aku diremehkan. Tapi karena terlanjur sering diremehin kalau nggak diremehin tuh rasanya bedaaaaa, seperti ada yg kurang
HapusSama halnya ibuku...diremehin aja terus... Tapi justru kalau ibu pas ga ada dirumah... Itu yang kurindukan
BalasHapusAku jarang pisah sama Ibu, mbak. Karen ibu memang menuntutku nggK boleh pergi jauh2.
HapusMama dulu juga begitu, Mbak.Selalu memandang sebelah mata sama aku. Bahkan sering bandingin aku sama kawan. Rasanya ya nyesek, jengkel
BalasHapusCuman masa itu udah lewat, semenjak 12 tahun lalu. Setelah aku merantau jauh dari Mama, bahkan hingga beda pulau. Ketemu yang belum tentu setahun sekali. Bahkan pernah hingga 2,5 tahun baru ketemu. Sikap Mama mulai berubah
Manfaatnya yah aku rasain sekarang, jauh dari ortu dan gak ada saudara di perantauan. Hati harus selalu kuat
Aku juga sempat kos mbak pas kuliah dan saat ibu lihat tempat kos ku, pertama kalinya aku lihat ibuku yang sangar itu menangis. Kasihan mbak lihat aku hidup di rantau seperti itu. Ternyata ya sekeraa apapun ibu hatinya Ya Allah....
Hapuscara seorang ibu mendidik anak nya beda-beda ya mbak , tapi percaya banget pasti itu semua terbaik untuk sang anak . dibalik ucapan "remehan" seorang ibu ada semangat didalamnya ya mbak ..
BalasHapusSepakaaaat banget, Mbak. Sayangnya aku baru dar hal itu sekarang. Dulu aku selalu mendoakan yg nggak baik buat ibu.
HapusMirip Bapak. Hahahaha. Kalo Ibuku enggak gitu. Kalo Bapak, remehin aja trus, bahkan juara 1 pun Bapak bilanh, "sertifikate iso gawe sangu ning suwarga?" 😀😀😀
BalasHapusKalau bapakku malah sebaliknya, Mbak. Suka banggain aku di depan orang tapi pas nggak ada aku sih.
Hapussama aja kayak ibuku juga gitu mba :)
BalasHapusYeay, ada temennya.
HapusWaduuh kalo aku yg digituin udah mutung pasti mbak tapi beda orang beda cara ya tapi pasti ibu punya tujuan mulia dibalik semua itu
BalasHapusIya Mbak, Mbak Muna kan lembut banget hatinya.
HapusRemehkan itu cara kedekatan ya.. Bisa jadi obat untuk candaan dengan ibu.. Kunjungi blog ku juga ya
BalasHapusTerima kasih, Mae, sudah mampir.
HapusSegala sesuatu kalau dilihat sisi baiknya pasti lebih menentramkan hati ya mba. Jd inget ortu ku dg gaya militerisme dlm mendidik anak. Dulu ya aku gk suka, skrg br ngerasain manfaatnya
BalasHapusKelihatan banget kalau mbak Noe tahan banting, lha wong ternyata ortu cara didiknya ajaib juga.
HapusIbuku dulu keras banget waktunmendidik aku, tapi ya hasilnya jadi kayak aku sekarang. Nggak manja
BalasHapusAh...Mbak ika, peluuuuuk
HapusOut Of The Box Ibunya mba, semoga ibu sll sehat yaa..Aamiin
BalasHapusAamiin Mbak Icha, makasih ya.
HapusDibalik meremehkan ada cinta yang tersimpan. Sama kayak emak ku, dulu perasaan gak perhatian eh sekarang gak pulang bentar udah di tunggu.
BalasHapusIyes, Mbak. Jeleknya dulu pas masih kecil ngira yg nggak2 ke Ibu.
HapusSemua ibu pasti menginginkan yang terbaik buat anak2nya ya mbak. Ada yg keras supaya anak gak manja dan tahan banting TFS
BalasHapusSukses buat lombanya ya mbak..saya gak ikutan dulu nih. Mabok ngedraft tulisan lomba-lomba akhir tahun kemarin.
BalasHapusJustru lisan atau sikap meremehkan, sebetulnya membuat kita jadi sosok yang tegar dan tangguh serta tidak mudah nenyerah ya mbak. Bukan dengan selalu memuji dan berbohong demi kebaikan
BalasHapusSemoga ibunya selalu sehat ya, mbak... Ibuku kadang-kadang juga gitu. Dan sekarang setelah jadi ibu, baru ngerti deh..
BalasHapusaku juga kadang gitu ahahah ibu emang ngangenin.
BalasHapusDiremehkan bukan berarti selalu menjatuhkan ya mba.
Semoga sekeluarga dan ibu sehat selalu aamiin.
Ibuku juga begitu mbk, krn kata ibu nggak boleh cepat puas. Hidup ini kejam jadi jangan cepet puas hahaha
BalasHapusJadi kangen sama ibu
BalasHapussama mbak, ibuku juga cenderung keras sejak aku kecil, padahal hatinya mah baik banget. lain di mulut lain di hati. Mungkin itulah cara beliau mendidik supaya ga manja
BalasHapusJadi baper baca tulisan ini :(
BalasHapusSalam untuk ibunya ya Mbak..
Duh aku jadi kangen ibu ku, pengen meluk ibuku :(
BalasHapusmungkin maksud ibu berkata seperti itu untuk menempa anak supaya terus berusaha, tidak cepat puas. Ibuku... ku kasih voucher hadiah menang lomba aja biar ga banyak komen. Hehehe
BalasHapusAku dulu zaman masih sekolah juga sering diremehin mbak. Karena aku anak paling tua kali ya. Tapi anehnya di depan orang lain, ayah tetep yang paling bangga-banggain aku. Sekarang baru kerasa alasannya..
BalasHapusMamahku juga gitu kok keras dan disiplin jadi aku pun jadi perfect atas apa yang kulakukan dan pengen cepat beees segala sesuatunya 😀
BalasHapusGa tahu kenapa, mataku ngembeng baca ini : Bagai runtuh duniaku saat itu. Aku yang masih duduk di kelas 4 SD merasakan rasa kecewa yang amat dalam. Kenapa ibu tak sedikitpun bangga dengan apa yang aku peroleh? Kenapa? Ah, boro-boro bangga, mengucapkan selamat saja tidak
BalasHapusyesss gak mudah mbak untuk bisa tetap setrong ketika mendapat ucapan yg meremehkan, well selalu ada sisi positif dari ucapan ibu ya
BalasHapusIbuku juga gak pernah memuji anak2nya. Tipe cuek emang seperti itu, tapi aslinya ya perhatian sih
BalasHapus