"Bu, kenapa sih temboknya tidak dicat? Kan sudah jelek!?" protes Nony, gadis kecil nan kritis.
Ah, ini bukan pertama kalinya ada muridku yang protes seperti Nony. Bahkan, muridku tahun lalu juga ada yang protes seperti itu.
"Ya sayang, kapan-kapan ya kita cat bersama."
Huh!
Aku punya banyak dosa kepada muridku. Karena selama ini selalu mengingkari janji untuk mengecat kelas bersama. Apa daya? Aku sudah pernah mengajukan dana untuk membeli cat, tapi responnya kurang baik. Pernah juga mengusulkan untuk mengadakan lomba mendekorasi kelas, juga sama responnya.
Aku tak bisa menyalahkan siapa-siapa. Uang BOS (Bantuan Operasional Sekolah) memang tak seberapa. Pun banyak digunakan untuk potongan biaya A dan B, bahkan Z. Murid di sekolahku juga tak banyak. Mungkin aku yang terlalu banyak 'mau' agar sekolahku bisa bagus seperti sekolah-sekolah di kota besar sana.
Aku punya banyak dosa kepada muridku. Karena selama ini selalu mengingkari janji untuk mengecat kelas bersama. Apa daya? Aku sudah pernah mengajukan dana untuk membeli cat, tapi responnya kurang baik. Pernah juga mengusulkan untuk mengadakan lomba mendekorasi kelas, juga sama responnya.
Aku tak bisa menyalahkan siapa-siapa. Uang BOS (Bantuan Operasional Sekolah) memang tak seberapa. Pun banyak digunakan untuk potongan biaya A dan B, bahkan Z. Murid di sekolahku juga tak banyak. Mungkin aku yang terlalu banyak 'mau' agar sekolahku bisa bagus seperti sekolah-sekolah di kota besar sana.
Pembelajaran di kelas dengan dinding kelas yang apa adanya. |
Di lain sisi, aku paham betul kalau salah satu faktor yang mendukung keberhasilan proses pembelajaran di kelas adalah ruangan yang nyaman. Pun hasil penelitian dari Universitas Salford mengatakan bahwa dekorasi ruang kelas memiliki dampak yang signifikan terhadap kemampuan membaca, menulis, dan berhitung murid-murid sekolah dasar.
Lha mau bagaimana? Cat dinding kelasku saja mulai mengelupas di sana-sini. Coret-coretan tak layak bebas bertengger. Umpatan-umpatan yang tak selayaknya ada, malah terpampang manis di sana. Bahkan, pedih hatiku saat murid-muridku mengejanya dan kemudian mengadu, "Bu, ada tulisan AS* di sana!"
Lha mau bagaimana? Cat dinding kelasku saja mulai mengelupas di sana-sini. Coret-coretan tak layak bebas bertengger. Umpatan-umpatan yang tak selayaknya ada, malah terpampang manis di sana. Bahkan, pedih hatiku saat murid-muridku mengejanya dan kemudian mengadu, "Bu, ada tulisan AS* di sana!"
Tidak.
Sepanjang hari aku berusaha membuat murid-muridku untuk tidak menanyakan soal dinding-dinding kelas yang acakadut itu. Bagaimana caranya? Dengan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan tentunya. Aku berusaha mendesain pembelajaran yang selalu menggugah penasaran mereka. Tapi apa? Muncul juga pertanyaan, "Bu, kapan kelasnya mau dicat? Ini jelek, Bu. Kelas lain pada bersih, baru, kelas kita kok jelek."
Belajar di luar kelas |
Atau yang bikin aku sedih lagi saat ada muridku yang bertanya, "Bu, ayo kita belajar di luar saja kayak kemarin! Di dalam kelas bosan."
Ya. Mereka bosan. Tak nyaman di kelas yang dindingnya sudah lusuh, penuh dengan coretan sana-sini. Ditambah lagi dengan ubin yang sudah mulai copot tak beraturan.
Salah satu potret dinding kelasku. Entah sejak kapan dinding di kelas 1 ini berubah jadi papan tulis serbaguna. |
Sebagai guru, aku sempat berada di titik kejenuhan yang amat dalam, sampai-sampai, "Kenapa sih untuk mencerdaskan anak bangsa kok rekosone koyok ngene?"
Sampai akhirnya aku tak sengaja membaca caption di instagram milik @sigit.arifian, seorang pengajar muda di Papua, yang mampu menyihirku. Dia bukan lulusan dari sarjana pendidik tapi dengan caranya yang sederhana, dia mampu memberikan 'sesuatu' kepada anak didiknya. Kenapa aku tidak? Padahal kenyataan yang ada menunjukkan kalau keadaan sekolah dan muridku lebih beruntung dari muridnya.
Ah, aku ini malu-maluin banget ya? Hanya begini saja aku sudah mengeluh?
Ah, aku ini malu-maluin banget ya? Hanya begini saja aku sudah mengeluh?
Aku lebih beruntung darinya.
Akhirnya, aku memutar otak. Bagaimana caranya aku dan murid-muridku bisa mendekorasi kelas dengan semenarik mungkin tapi tak keluar dana banyak? Ide-ide gila meloncat-loncat dalam benakku. Di atas motor saat perjalanan pulang sekolah aku sampai senyum-senyum sendiri. Ingin segera mengeksekusi apa yang ada dalam benakku dan mengkombinasikan apa yang aku temukan di internet.
Hingga semua kumulai dari sini...
Hingga semua kumulai dari sini...
Mencari Ide di Internet
Kamu sepakat kan, hampir semua yang kita tanyakan ada di internet? Entah itu isinya sesuai dengan keinginan kita apa tidak, yang penting semua ada. Makanya, saat kepikiran soal mendekorasi kelasku ini, aku langsung buka laptop sekolah dan mengetikkan kata kunci 'mendekorasi kelas'. Jret jret jret. Semua bermunculan. Langsung kupilih mana yang sesuai dengan muridku kelas 1 SD dan mengunduh gambarnya.
Hasil pencarian kata kunci 'mendekorsi kelas' di Google |
Mendiskusikan Bersama Muridku
Kenapa harus diskusi? Jelas dong, kan kelas kami semua. Bukan kelasku, sebagai gurunya. Tentu persetujuan mereka sangat kubutuhkan. Terlebih lagi yang akan mendesain kelasnya kami semua, bukan aku saja.
Gambar-gambar kelas yang kudapatkan di internet kupampang di depan kelas. Mata mereka yang berbinar-binar segera menyergap. Banyak hal yang kami diskusikan. Terutama adalah bahannya yang mudah ditemukan di sekitar kami dan dekorasinya harus yang mudah. Sebenarnya ada tujuan lain, kenapa aku mengikutsertakan mereka untuk mendekorasi kelas? Agar mereka tidak hanya merasakan ini lho kelasku, ini lho hasil karyaku. Tapi juga melatih keterampilan mereka dalam mendekorasi kelasnya sendiri.
LCD masuk kelas? Baby Shark dulu, Bu. Hahaha. Sebelum presentasi ditagih dulu sama mereka. Ibu kasih. Terpenting kalian hepi di kelas. |
Kalau ada yang tanya, memangnya nggak capek mengarahkan 27 anak untuk mendekorasi kelas? Hihi. Sudah biasa. Makanan setiap hari pula. Paling ya teriakan mak lampir akan bergema setiap 5 menit sekali. Hahaha. Bahkan bisa lebih sering dari itu. Inilah jawaban dari tantangan bagi diriku sendiri. Karena dulu aku pernah maju mundur mengikutsertakan muridku saat ingin mendekorasi kelas. Tapi ternyata, hasilnya malah amazing banget. Kami bisa!
Menentukan Bahan dan Waktu Mendekorasi Kelas
Seperti yang aku singgung di atas, bahan yang aku pilih, ya, yang murah, mudah diperoleh, dan tentu tidak membahayakan muridku. Sebagian muridku membawa bahannya dari rumah, aku beli dengan uangku dulu, dan ada yang menggunakan kertas sekolah. Misalnya, kertas origami, bufallo, karton, dll. Pun alatnya mudah kok, ada benang, gunting, panci, pisau kecil, lidi, dan staples. Ditambah lagi pelengkapnya ada selotip, lem, cat air dan air.
Soal waktu, aku baru mulai mendekorasi kelasku saat minggu kedua setelah libur semester 1, kemarin. Pun tidak setiap hari. Kebanyakan sih pas hari Jumat (aku pakai kaos olahraga bisa manjat-manjat) dan Sabtu. Biasanya aku merapikan karya muridku saat mereka sudah pulang. Melelahkan? Pasti. Tapi demi melihat senyum sumringah mereka, apalah arti lelahku? Terbayar lunas.
Tantangan terbesarku saat melaksanakan misi ini adalah 'keunikan' muridku. Pokoknya kalau sudah pas tiba jadwalnya mendekor kelas, ada saja polah tingkah mereka. Ada yang tidak bawa bahan yang sudah kami setujui, ganggu temannya lah, hasil karyanya rusak, malah mainan cat air, ada yang nangis, ada yang ngadu saat temannya malah asyik makan jajanan, bahkan ada yang justru menutup sorot lampu LCD yang sedang menampilkan tutorial membuat ornamen dengan jarinya yang dibentuk bagai burung terbang. Hahaha. Luar biasa. Pokoknya seru lah. Nano-nano banget rasanya.
Pokoknya setiap kali mereka sudah mulai 'rusuh', keluar dari misi awal, berkali-kali aku bilang, "Kelas ini kelas kita. Bagaimanapun hasil karya kamu, inilah kelas kita. Bu Ika hanya ingin kamu nyaman di kelas ini." Mereka pun akan kembali bersemangat untuk mendekorasi kelas.
Dari kegiatan ini justru aku belajar banyak hal dari mereka, murid-muridku yang polos. Diantaranya, menerima kekurangan orang lain, tak selalu menuntut kesempurnaan, kreativitas tinggi, menghargai yang ada di sekeliling kita, kesederhaan yang membahagiakan, dan tentunya kerjasama yang tak terbatas usia.
Mau tahu bagaimana hasil dekorasi kelas kami sementara ini? Taraaaaaa...
Kenapa aku sebut sementara? Karena masih banyak PR ku dan anak-anak untuk mendekorasi kelas kami. Setidaknya kami akan membuat papan karyaku, berapa bintangku?, menghias langit-langit kelas dengan bulan, bintang, pelangi, matahari, menghias almari buku, dan pesanan anak-anak, seperti:
"Bu, kita print Tayo."
"Tobot saja, Bu."
"Barbie, Bu."
"Robocar Poli juga, dan banyak-banyak yang bagus pokoknya."
"Semuanya?" tanyaku menggoda.
"Iyaaaaa...." Dan mereka tertawa lepas. Begitu bahagia.
Betapa beruntungnya aku menjadi seorang guru. Setiap hari dikelilingi malaikat-malaikat kecil yang selalu membuatku terkagum-kagum atas apa yang mereka lakukan. Tak pernah ada capeknya.
Benar kata dosenku dulu, "Kamu itu enak, jadi guru di zaman modern seperti ini. Serba mudah. Rugi rasanya kalau hanya jadi guru biasa saja."
Ya, aku sepakat. Kini semua serba mudah. Hanya saja, akankah aku terlena dengan semua ini sehingga malas berinovasi? Semoga tidak.
Seperti mendekorasi kelas ini, jujur, aku sangat-sangat terbantu dengan adanya laptop. Mencari inspirasi di internet, membuat desain bunga, kupu-kupu, hiasan langit-langit kelas, proses membuat cairan hand painting, tutorial membuat rantai kertas, semuanya aku dapatkan dari internet. Kalau tidak ada laptop, kuyakin hasilnya tidak akan seperti ini.
Aku sangat bersyukur masih ada netbook jadul dengan prosesor intel atom yang menemaniku sejak awal kuliah dulu. Meskipun chargernya harus nempel terus setiap kali kugunakan, kalau tak ada laptop ini, aku tak bisa berkutik. Semoga dia (laptopku) masih mau berjuang bersamaku.
Pakai laptop sekolah? Ya, bisa sih sekali-kali. Tapi nggak enak juga, pun nggak bisa kubawa pulang. Karena di sekolah hanya ada laptop dua sedangkan gurunya ada sebelas. Yah, sekalipun terseok-seok, sementara ini aku masih bisa bertahan dengan laptopku.
Ngomong-ngomong soal laptop, sebenarnya aku juga berkeinginan untuk punya laptop yang baru. Insya Allah saat ada rezeki dari Allah dan waktunya yang pas, aku ingin punya ASUS X555BP. Kenapa harus ASUS X555BP?
Tidak.
Aku memang tidak jago IT, tapi kalau dengan harga sekitar 4,5 jutaan saja aku sudah bisa merasakan fitur berikut:
Kenapa tidak?
Cerita keseruan mendekorasi kelas aku buatin video berikut ya.
Saat muridku mencoba hand painting (ini juga masuk di materi pelajarannya di semester 1) sebelum mempraktikkan di dinding |
Pokoknya setiap kali mereka sudah mulai 'rusuh', keluar dari misi awal, berkali-kali aku bilang, "Kelas ini kelas kita. Bagaimanapun hasil karya kamu, inilah kelas kita. Bu Ika hanya ingin kamu nyaman di kelas ini." Mereka pun akan kembali bersemangat untuk mendekorasi kelas.
Dari kegiatan ini justru aku belajar banyak hal dari mereka, murid-muridku yang polos. Diantaranya, menerima kekurangan orang lain, tak selalu menuntut kesempurnaan, kreativitas tinggi, menghargai yang ada di sekeliling kita, kesederhaan yang membahagiakan, dan tentunya kerjasama yang tak terbatas usia.
Mau tahu bagaimana hasil dekorasi kelas kami sementara ini? Taraaaaaa...
Hand painting di sisi lain dengan bahan cat air. |
Langit-langit dengan hiasan burung, awan, dan nama kelompok belajar buah-buahan. |
Kenapa aku sebut sementara? Karena masih banyak PR ku dan anak-anak untuk mendekorasi kelas kami. Setidaknya kami akan membuat papan karyaku, berapa bintangku?, menghias langit-langit kelas dengan bulan, bintang, pelangi, matahari, menghias almari buku, dan pesanan anak-anak, seperti:
"Bu, kita print Tayo."
"Tobot saja, Bu."
"Barbie, Bu."
"Robocar Poli juga, dan banyak-banyak yang bagus pokoknya."
"Semuanya?" tanyaku menggoda.
"Iyaaaaa...." Dan mereka tertawa lepas. Begitu bahagia.
Betapa beruntungnya aku menjadi seorang guru. Setiap hari dikelilingi malaikat-malaikat kecil yang selalu membuatku terkagum-kagum atas apa yang mereka lakukan. Tak pernah ada capeknya.
Benar kata dosenku dulu, "Kamu itu enak, jadi guru di zaman modern seperti ini. Serba mudah. Rugi rasanya kalau hanya jadi guru biasa saja."
Ya, aku sepakat. Kini semua serba mudah. Hanya saja, akankah aku terlena dengan semua ini sehingga malas berinovasi? Semoga tidak.
Seperti mendekorasi kelas ini, jujur, aku sangat-sangat terbantu dengan adanya laptop. Mencari inspirasi di internet, membuat desain bunga, kupu-kupu, hiasan langit-langit kelas, proses membuat cairan hand painting, tutorial membuat rantai kertas, semuanya aku dapatkan dari internet. Kalau tidak ada laptop, kuyakin hasilnya tidak akan seperti ini.
Aku sangat bersyukur masih ada netbook jadul dengan prosesor intel atom yang menemaniku sejak awal kuliah dulu. Meskipun chargernya harus nempel terus setiap kali kugunakan, kalau tak ada laptop ini, aku tak bisa berkutik. Semoga dia (laptopku) masih mau berjuang bersamaku.
Pakai laptop sekolah? Ya, bisa sih sekali-kali. Tapi nggak enak juga, pun nggak bisa kubawa pulang. Karena di sekolah hanya ada laptop dua sedangkan gurunya ada sebelas. Yah, sekalipun terseok-seok, sementara ini aku masih bisa bertahan dengan laptopku.
Ngomong-ngomong soal laptop, sebenarnya aku juga berkeinginan untuk punya laptop yang baru. Insya Allah saat ada rezeki dari Allah dan waktunya yang pas, aku ingin punya ASUS X555BP. Kenapa harus ASUS X555BP?
Harga Terjangkau
Tahun 2011, saat aku membeli netbook jadul ini sudah 3 jutaan harganya. Kalau saat ini ada notebook yang didukung dengan AMD prosesor plus hadir dengan tampilan yang premium serta warna yang beraneka ragam, bukankah ini sangat menggoda kalau hanya dibandrol dengan harga 4,5 jutaan?Pilihan warnanya beragam |
Tidak Berat
Jujur saja, setiap hari memakai tas ransel rasanya sangat capek di pundak. Akan tetapi, pekerjaan menuntutku seperti itu. Tas terasa penuh dengan buku paket kurikulum 2013 baik buku guru dan siswa. Selain itu ditambah netbook jadulku dan tak lupa charger yang tak boleh ketinggalan. Tidak salah kan kalau aku ingin menikmati ASUS X555BP yang beratnya hanya 2.20 kg (dengan baterai cell)?Baterai Tahan Lama
Pengguna notebook manapun pasti demen banget kalau baterainya tahan lama. Ke mana-mana kalau tidak ada acara menginap di suatu tempat kan nggak perlu repot-repot untuk membawa charger. Ya, ini kaitannya dengan tas ransel yang berat tadi. Dan ternyata notebook yang dapat dinyalakan kembali dalam waktu 2 detik dari kondisi sleep mode ini, memiliki baterai Li-Polimer yang ketahanan baterai sampai dengan 2.5 kali lebih kuat dibandingkan baterai Li-Ion silinder.Fitur Ciamik
Kebanyakan orang berpikir kalau ada harga ada rupa. Kalau harganya tak ada 5 juta palingan fiturnya biasa saja.Tidak.
Aku memang tidak jago IT, tapi kalau dengan harga sekitar 4,5 jutaan saja aku sudah bisa merasakan fitur berikut:
- Performa yang halus dan responsif
- Visualnya bagus karena didukung dengan AMD Radeon™ R5 Graphics
- Warnanya begitu nyata karena berteknologi Asus Splendid
- Baterai tinggal 5%, notebook otomatis menyimpan dataku
- Dapat bertahan selama 2 minggu dalam standby mode
- Urusan colok mencolok atau konektivitas sangat mumpuni
- Memiliki USB3.0 untuk data transfer yang sangat cepat, 25 GB dalam 70 detik
- Audionya jernih
- Touchpadnya intuitif
- dan masih banyak lagi fitur lainnya yang mempermudah penggunanya.
Touchpad yang intuitif |
Kenapa tidak?
Andai saja, kegiatan mendekorasi kelas (lanjutan) nanti sudah ada ASUS X555BP ini di kelasku, pasti makin meriah kelasku, dan makin hepi murid-muridku.
Untuk kamu, guru-guru di luar sana, kalau mau beli notebook yang pas dengan kantong dan kebutuhan kita, tak ada salahnya pilih ASUS X555BP ini. Buat mahasiswa untuk tugas kuliah juga pas. Mumpuni untuk kegiatan setiap hari.
Terakhir, semoga dengan segala keterbatasan yang ada, aku bisa jadi guru yang istiqomah untuk membahagiakan murid-muridku ya. Doakan aku untuk tidak berhenti berinovasi. Karena aku pasti bisa, bukan?
Cerita keseruan mendekorasi kelas aku buatin video berikut ya.
Kreatif dan inovatif bu ika, salut sama semangat dan ikhtiarnya..
BalasHapusSemoga bisa mendapatkan laptop yg diharapkan yaa, Aamiin
Aamiin, Mbak. Semoga jatahku datang diwaktu yang pas.
HapusKeren yu... Bermanfaat
BalasHapusAlhamdulillah.
HapusKeren memang bu guru ika ini...kelasnya ramaaaaiiiii
BalasHapusMurid2ku yang amazing, Mbak.
Hapusmenjadi seorang guru memang banyak tantangannya ya... bukan hanya dari muridnya, tapi juga dari sarpra yg memang kurang, tapi menjadi guru harus tetap semangat, supaya semangatnya menular pada murid2nya :) Tetap semangat dan memotivasi :)
BalasHapusTerima kasih atas dukunganmu, Mbak.
HapusKelasnya jadi cantik, Mbak. Tantangan terberat menurut aku memang berkreasi dengan keterbatasan dana. Berat tapi bukan mustahil.
BalasHapusSemoga kreativitasnya ini bisa terus menular ke semua anak-anak muridnya ya, Mbak. Agar selalu bisa berpikir kreatif dalam mencari solusi.
Aamiin ya Allah. Secara tidak sadar aku mendidik mereka untuk tidak mudah puas dan putus asa saat menemui masalah ya, Mbak. Benar2 nggak sadar aku.
HapusMbak Diyaaann seru banget muridnya, senang dech kalo bu gurunya atraktif dan banyak ide seperti Mbak Diyan. Semoga tercapai cita-citanya yaa
BalasHapusHahaha...mereka itu pasukanku yang paling heboh. Gurunya juga harus lebih heboh. Wkwkwk
HapusAamiin, makasih ya, Mbak.
Menyenangkan sekali bisa mendapat berbagai inspirasi dari laptop ya mba :)
BalasHapusBanget banget, Mbak. Kalau hanya mengandalkan imajinasiku saja nggak kesampaian, Mbak.
HapusSeru banget bisa dekor kelas bareng-bareng! :) Sukses terus Bu Guru!
BalasHapusTerima kasih banyak. Aamiin ya Allah.
HapusKreatif ya mba,,, murah meriah kelas jadi bagus good luck y
BalasHapusIbu guru kekinian ini.
BalasHapusSemoga beruntung ya Bu...
wah aku jadi teringat, dulu aku pernah ngajar di sekolah nonformal di kalimantan, asik banget... karena kebetulan aku juga suka anak-anak. Semoga menang kontes nya ya mba, biar laptop asus nya bisa membantu kreativitas adek-adek disana. :)
BalasHapusGurunya super kreatif ini. Murid-muridnya jadi senang belajar juga di dalam kelas, yang sudah disulap jadi tempat menyenangkan. Keren mbak ^^
BalasHapusLaptop keren bikin semangat nukis dan ngeblog, mb
BalasHapusBagus memang ya mbak asus itu 😀
BalasHapusSeneng ya muridnya punya guru sekreatif Ika :)
BalasHapusBu ika...aku kok jadi inget jaman aku masih SD. Seorang guru memang harus kreatif dan inovatif ya bu. Semoga sukses lombanya.
BalasHapus