“Pada budaya patriarki, pemegang keputusan (suami), perempuan tidak dilibatkan.” Begitu kata Ibu Magdalena Sitorus dari Jaringan Perempuan Peduli Pengendalian Tembakau (JP3T) saat menjadi narasumber dalam program radio Ruang Publik KBR pada Rabu, 30 Mei 2018 pukul 09.00-10.00 WIB dengan tema “Selamatkan Generasi, Perempuan Dukung Rokok 50 Ribu.”
Ibu Magdalena |
***
Aku adalah salah satu hasil didikan keluarga penganut budaya patriarki. Bapakku tidak banyak bicara, tapi sekali keluar kalimat dari mulutnya, langsung membuat bulu kuduk berdiri. Apalagi kalau dibarengi dengan mata yang melotot, itu sudah jadi jawaban yang tak pernah terbantahkan oleh siapapun.
Aku paham jika ibuku sering mengalah dengan bapak. Beliau merasa kalau tak berpenghasilan, jadi tidak ada kewenangan apapun di rumah selain menerima keadaan. Seperti sudah tabiat bapak sih kalau tidak mau kalah dengan yang lainnya.
Bapak paling sensitif kalau disinggung soal kebiasaan merokoknya. Setiap kali aku mengusulkan untuk berhenti merokok, bapak pasti langsung naik pitam. Sudah deh, ujung-ujungnya aku diam seribu bahasa. Mau membantah pakai kalimat apapun nggak bakal mempan.
Sedihku itu kalau bapak masuk angin. Pasti disertai dengan batuk yang sembuhnya lama banget. Selain itu aku takut nggak bisa ngebiayain bapak kalau sampai sakit keras karena rokok jahat itu. Atau itu memang wajar dirasakan anak tunggal sepertiku? Sumpah, itulah yang kutakutkan. Dana dari mana untuk berobat. Ibuku pun hanya ibu rumah tangga yang hanya menengadahkan tangannya ke bapak. Kalau bapak sakit?
Senin, 4 Juni 2018, aku mendapat kesempatan untuk ngabuburit sekaligus buka bersama dengan teman-teman bloger Semarang. Alhamdulillah, kegiatanku kali ini sangat bergizi. Bertempat di hotel Aston Semarang Hotel & Convention Center (Jalan MT. Haryono Nomor 1 Purwadinatan), aku bertemu dengan sosok inspiratif, perkenalkan beliau adalah Bapak Kafi Kurnia.
Berangkat dari keinginan untuk memberikan motivasi dan inspirasi bagi warga Indonesia agar hidup lebih sehat secara jasmani dan rohani, Bapak Kafi bersama teman-temannya membuat platform digital Sembutopia pada November 2017 lalu.
Kenapa platform digital? Siapa sih yang hari gini nggak akses internet? Bahkan satu orang kini smartphonenya bisa lebih dari satu. Dan nyatanya, baru enam bulan dibuat, akun instagram @sembutopia sudah memiliki follower sampai 55K. Betapa angka tersebut cukup fantastis?
Sembutopia tidak hanya hadir di instagram saja, melainkan juga di facebook dan twitter. Berkaitan dengan konten, Sembutopia mengambil dari berbagai sumber tepercaya yang tentu diperhatikan betul kevalidannya. Selain itu, untuk lebih menyemarakkan keberadaannya, agar makin banyak orang yang termotivasi dan terinspirasi, Sembutopia juga beberapa kali mengadakan lomba foto, tulisan di blog, dan mulai tanggal 8 Juni sampai 15 Juli juga mengadakan lomba foto dengan tema "Mari Sembuhkan Indonesia dengan Maaf". Hadiahnya lumayan kan bisa buat beli kuota internet beberapa bulan ke depan nih.
***
Aku lelah memperingatkan bapak untuk berhenti merokok. Karena pada dasarnya bapak sudah kecanduan dan tak ada niat sedikitpun untuk berhenti merokok. Ketakutan terbesarku dan berkelanjutan adalah tentang 'peniru'-nya anakku.
Setiap hari memang abi tidak merokok, tapi lihat kakeknya merokok, tahu-tahu dia pernah menirukan gerakan menghisap rokok dengan menggunakan pensil warnanya. Aku sudah takut ini akan terjadi di kemudian hari, eh, malah beneran terjadi.
Mau nggak mau aku harus menerima keadaan demikian. Setiap hari rumah terkepung dengan asap rokok. Kalau pas sadar dan legowo bapak mau keluar rumah untuk merokok, kalau nggak ya, hak kami yang perokok pasif seakan direnggutnya. Ini sangat menyedihkan.
Saat ini aku memang tidak bisa mengubah keadaan di rumahku. Akan tetapi, pertemuanku dengan Pak Kafi membuatku melek mata dan hati bahwa sesungguhnya aku juga bisa ikut serta membantu warga Indonesia untuk lebih mengenal hidup yang lebih sehat lagi. Ya, kalau aku nggak bisa membuat bapak berhenti merokok, setidaknya aku bisa membantu orang lain untuk tidak mencicipi rokok.
Bagaimana caranya?
***
Sepulang dari acara yang bertajuk "Hari Anti Tembakau" yang selalu diperingati setiap tanggal 31 Mei itu, aku langsung menyusun cara. Aku ini guru, guru kelas 1 pula, harusnya aku bisa mengedukasi murid-muridku tentang bahaya rokok ini. Kucarilah strategi yang paling ngena banget untuk murid-muridku.
Pagi itu, Rabu, 6 juni 2018, kutenteng proyektor ke dalam kelas. Seperti biasa, murid-muridku langsung kepo semua.
"Kita mau nonton apa, Bu?"
"Tunggu saja."
Setelah sudah siap, kulemparkan pertanyaan, "Bapak atau ayah siapa yang merokok?" Hampir semuanya mengangkat tangan? Sesuai dugaanku.
"Ada nggak yang nanti kalau sudah bekerja, punya uang, terus pengen merokok?" Aku berharap nggak ada yang angkat tangan, tapi ternyata ada dua anak yang angkat tangan. Apa alasan mereka mau merokok?
"Enak, Bu."
"Biar keren, Bu."
Jawaban polos mereka membuatku sedih.
"Oke, kalau begitu, coba lihat di layar. Apa yang kalian lihat?"
Semua pada melotot ke layar, ekpresi mereka bermacam-macam.
"Hi....jijik. Masak giginya gitu, Bu?"
Begitulah ekspresi mereka saat melihat gigi para perokok. Gambar kedua kutampilkan. Tenggorokan yang berlubang.
"Hiiiiiiiiiii....." respon mereka hampir sama semua.
Kemudian Rori teriak, "Bu itu kan ada di TV, karena suka merokok , kan? Terus mati."
Aku hanya mengangguk, kemudian kuperlihatkan gambar terakhir, organ dalam yang gosong.
"Whuuuueeek....Hiiiiii....ganti, Bu. Menjijikkan. Nanti puasaku batal kalau muntah, Bu. Gantiiiiii." teriak Syifa.
Kumatikan layar proyektor saat itu juga. Semua diam menatapku seakan menunggu apa yang akan kukatakan selanjutnya.
"Bu guru mau tanya satu kali lagi, masih ada yang mau merokok?"
"Ngaaaakkkk mau......" teriak mereka dengan kompak, ada yang sambil geleng-geleng, pun melambaikan tangan.
Aku tak berhenti disitu saja. Kulanjutkan ceramahku tentang perokok pasif dan tentang kesamaan akibat yang diterima. Mata mereka pada melotot kaget.
Layar menampilkan tenggorokan yang berlubang karena kanker tenggorokan. |
"Berarti ini dadaku juga gosong, Bu? Kan bapakku kalau merokok, aku di sampingnya."
"Lah iya."
Kemudian N'Vidia malah curhat, "Ayahku kalau dibilangin susah, Bu. Kan rokok itu bahaya ya. Aku kalau mau dicium ayahku, aku nggak mau. Baunya nggak enak."
Hahahahaha.
Seisi kelas tertawa. Saat itu juga aku baru sadar kalau ternyata banyak kelas lain yang mengintip di jendela. Ehm, sepertinya mereka juga tertarik dengan bahasan bahaya rokok ini. Yes, mereka adalah target selanjutnya.
Semoga dengan apa yang kulakukan di atas, makin banyak anak yang tahu kalau rokok itu berbahaya. Paling tidak, kalau sedini mungkin mereka tahu dan sadar akan bahaya merokok, semoga kelak mereka punya prinsip dan tidak mau ikut coba-coba di kemudian hari
Tentu yang kulakukan ini belum seberapa, pun belum tahu efeknya seperti apa. Akan tetapi, aku punya tekad ini tidak hanya berhenti di sini saja. Pengetahuan bahaya rokok ini akan sering kuselipkan di setiap pembelajaran yang kulakukan sehari-hari. Doakan aku semoga aku tak lalai dan tetap istiqomah ya.
Nah, itulah langkah kecilku, kalau kamu, hal apa yang sudah kamu lakukan untuk mengurangi dampak bahaya rokok yang ada di sekitarmu? Sharing dong, siapa tahu apa yang kamu lakukan bisa memberikan inspirasi juga kepadaku dan bisa aku praktikkan.
Mbak Ika keren!! semoga satu langak kecil ini bisa terpatri di sanubari hingga nanti ya mbak..biar mereka selalu ingat kalu merokok itu nggak ada manfaatnya :D
BalasHapusMasyaallah ya bu guru syantik, urusan merokok memang bikin kebat-kebit. Apalagi fenomena sekarang anak sekolah bahkan masih tingkat SD sudah berani mengisap rokok rentengan (beli eceran)
BalasHapusWuihhhh Ika keren nih udah memberikan sharing yang ciamik untuk murid-murid di kelas. Kalo aku dari dulu termasuk galak ngomongin tidak pada rokok. Alhamdulillah anak-anak ngikuti jejak babenya yg nggak merokok.
BalasHapusSedih rasanya kalau lihat ada bapak2 yang ngrokok sambil gendong anak.
BalasHapusAyahku juga masih ngrokok, kalau dibilangin jawabnya "Ayah ngrokok dah dari kecil (SD), sampai sekarang masih sehat (70th). Yang nggak ngrokok juga ada yang mati muda. Semua itu kan takdir."
Ada masukan cara jawab yang kayak gitu nggak bu guru? Soalnya kenyataannya memang ayah nggak pernah sakit parah akibat rokok. Langsung diam seribu bahasa. Skrg nggak pernah nasehatin lagi.
Hihi...
Hapusdi Kalimantan ada yg sampai 125 tahun, tiap hari habis 3 bungkus rokok, dan masih hidup sehat bugar. Kasus ini seribu satu Mbak. Dan jaraaaaang sekali yang ada.
Tapi data yg mencengangkan adalah per tahun pasti di atas 2000 orang yg mati akibat jangka panjang rokok.
Sudut pandang menceritakan kembali sebagai seorang guru keren deh Mba, aku rasa peran guru juga sgt penting bagi anak2 didik zaman now biar enggan menyentuh rokok
BalasHapusSemoga anak-anak generasi masadepan jijik sama rokok yaa, keren kampanyenya bu guru..
BalasHapusbahaya rokok mmg harus dikenalkan sejak dini kepada anak2 ya mbak
BalasHapuswow, great step! terimakasih, bu guru..
BalasHapusBu Guru Ika sip banget nih, cara mengedukasi bahaya rokoknya sesuai dengan profesi. Semoga anak2 yg sudah dikenalkan bahaya rokok ini bakalan terus teringat sampai nanti dewasa dan menyebarkan informasi positif ini ke teman2nya.
BalasHapusluar biasanya bu guru..
BalasHapusselagi masih kecil, saya haruskan untuk dicegah..
sebagai mantan perokok, saya harus akui, untuk dapat "sembuh" sangat butuh hidayah..
karena yang namanya CANDU itu tidak bisa ditolak.. sampai merangkak pun masih tetap akan dicarinya..
tapi percayalah, jika ada niat yang kuat, keinginan untuk rokok masih bisa kok untuk ditolak.. :)
Menjadi guru memang pekerjaan yang sangat mulia mbk, tidak akan ada kepala negara jika tidak dimulai dari seorang guru.
BalasHapusTerima kasih Ibu Guru, sudah mengedukasi anak-anak bangsa agar mereka paham dampak buruk dari rokok. Agar kelak jadi generasi jauh dari jerat dan dampak rokok.
BalasHapusMasyaAllah, trik keren banget dan kreatif mbak. Saya juga masih memperjuangkan hal yg sama kepada ayah saya.
BalasHapus