Tahukah Kamu Sisi Lain Guru Honorer? Sssttt....Sekolah Membawa Anak. Memangnya ada? Ada, aku. Kalau saja diminta memilih antara mengajar dengan membawa anak atau tidak, jelas, aku akan memilih tidak membawa anakku, Kak Ghifa. Aku terpaksa membawanya.
Saat aku melihat nilai ujian CPNSku hanya berada di peringkat kedua, satu hal yang terasa berat di hatiku, yaitu tentang siapa nantinya yang akan momong anakku. Selain karena aku ingin memperjuangkan mimpi kedua orangtuaku agar aku jadi CPNS, aku mengikuti semua proses ini agar aku bisa menitipkan anakku di tempat penitipan anak atau orang lain.
((Plis, jangan bilang kalau demi mengajar dan mendidik anak orang aku malah menitipkan anakku kepada orang lain!))
Pikirku, kalau aku jadi PNS, jelas, gajiku akan berkali-kali lipat dari gajiku sebagai guru honorer dan aku bisa menitipkan anakku setengah hari. Ternyata Allah punya rencana lain.
(Ini menurutku) Masalah pun datang. Ibuku yang dulu momong Kak Ghifa, kini ikut bapakku jualan di pasar dan baru pulang pukul 10.00, kadang dzuhur baru pulang. Suamiku memang kerja di rumah, tapi akhir-akhir ini sering mendapat panggilan kerja ke luar rumah. Sempat Kak Ghifa ikut sekolah dengan tetanggaku yang punya anak PAUD, dia mau berangkat semingguan, eh, selanjutnya nggak mau. Lha terus anakku melu sopo?
Tetanggaku berseloroh, "Kamu apa nggak tega kalau anakmu dititipkan di penitipan anak?"
Ini bukan perkara tega nggak tega, wong makan saja masih ndompleng sama orangtua.
Ya Allah, cukupkanlah rezeki keluarga kami. Kutahu semua yang terjadi ini atas kehendak-Mu.
Di situ aku makin merasa gagal menjadi seorang ibu. Apalagi Kak Ghifa kini pintar sekali memprotesku. Setiap pagi pun sering memancing emosiku. Disaat aku sudah siap berangkat sekolah atau dia melihatku membawa handuk, mulai deh.
"Ummi, dulang neh, Ummi." Kak Ghifa minta disuapin lagi padahal sudah makan sepiring.
Susu ditumpahin lah.
Telur sudah digoreng minta digoreng lagi.
Minta pup atau pipis dan kutunggui.
Kaki robotnya pada lepas minta aku yang mencari dan masangin.
Huaaaaaa.....
Aku makin bertanya-tanya dengan kelanjutan hidupku, apakah aku harus bertahan menjadi guru atau lebih baik di rumah menemani anakku?
Kalau saat ini juga ibu dan suamiku bilang stop untuk mengabdi menjadi guru, aku akan berhenti. Sungguh. Hatiku rasanya pilu. Aku sering kelepasan marah-marah sama Kak Ghifa. Padahal ini jelas bukan salahnya. Maafkan, Ummi.
"Ummi, dulang neh, Ummi." Kak Ghifa minta disuapin lagi padahal sudah makan sepiring.
Susu ditumpahin lah.
Telur sudah digoreng minta digoreng lagi.
Minta pup atau pipis dan kutunggui.
Kaki robotnya pada lepas minta aku yang mencari dan masangin.
Huaaaaaa.....
Aku makin bertanya-tanya dengan kelanjutan hidupku, apakah aku harus bertahan menjadi guru atau lebih baik di rumah menemani anakku?
Kalau saat ini juga ibu dan suamiku bilang stop untuk mengabdi menjadi guru, aku akan berhenti. Sungguh. Hatiku rasanya pilu. Aku sering kelepasan marah-marah sama Kak Ghifa. Padahal ini jelas bukan salahnya. Maafkan, Ummi.
Kak Ghifa yang hobi naik sepeda |
Sampai akhirnya aku berada di titik terendahku, aku kelepasan menangis di depan Kak Ghifa. Selama ini aku hampir nggak pernah menangis di depannya. Tapi, kelepasan.
“Ummi, Ummi nangis? Ojo nangis, Mi.” ucapnya sambil menyentuh ujung mataku yang meneteskan airmata.
Hati ibu mana yang tak luluh lantah? Ummi ini nggak lagi strong seperti dulu, Kak. Maaf, Ummi menangis di depanmu.
Hari ini (14 Januari 2019), aku terpaksa membawa (lagi) Kak Ghifa ke sekolah. Karena hari Senin aku hanya mengajar dari pukul 08.00 sampai 08.35. Setelah itu anak-anak akan diajar oleh guru pendidikan agama islam dan budi pekerti. Okelah, nggak masalah, pikirku.
Akan tetapi, apa yang terjadi kalau aku sampai membawa anak ke sekolah? Jelas, pembelajaran tidak bisa berjalan maksimal seperti biasa. Saat asyik-asyiknya ngajar anakku minta minum, nggak fokus deh, mau nggak mau pembelajaran jadi berhenti sebentar. Anak-anak pun ikut-ikutan memperhatikan anakku.
Sebenarnya anak-anak hepi kalau anakku ikut sekolah, tapi aku sendiri merasa ruang gerakku terbatas. Pernah lho, saat pembagian rapot semester 1 kemarin, aku presentasi di depan wali murid dengan menggendong Kak Ghifa yang rewel. Setelah digendong, dia tidur. Satu jam lebih aku presentasi di depan wali murid dengan menggendong Kak Ghifa, luar biasa rasanya. Terima kasih, Bapak Ibu mengerti keadaanku. Mereka juga dengan senang hati membantuku saat membagikan rapot dan selebaran informasi. Terima kasih banyak.
Bagaimana dengan teman guru yang lain saat aku membawa anak ke sekolah? Mereka biasa saja. Asalkan tugasku terselesaikan. Akan tetapi, namanya orang hidup, pasti ada yang suka dan tidak. Aku sadar akan hal itu. Merekapun tidak bisa berbuat apa-apa, apalagi soal menaikkan gaji. Uhuk!
Aku beruntung memiliki anak-anak yang mengerti akan posisiku. Baik Kak Ghifa maupun anak-anak di sekolah. Selama di sekolah, Kak Ghifa kalau rewel ya nggak se-ekstrim kalau di rumah, dia tahu sedang berada di mana. Terima kasih, Kakak.
Kemudian, Kak Ghifa juga betah kalau di sekolah. Dia tidak pernah meminta untuk pulang. Jadi, pulangku ya tepat sesuai jam pulang seperti biasa. Mungkin karena di sekolah banyak teman-temannya. Saat muridku kelas 1 sudah pulang, jelas aku harus menyiapkan pembelajaran esok hari dan melengkapi adminstrasi kelas. Nah, anak-anak kelas 5 dan 6 sering ke kelasku, kemudian mengajak Kak Ghifa bermain. Alhamdulillah, bukankah benar, bersama kesulitan ada kemudahan yang Allah berikan.
Sampai saat aku menuliskan postingan ini, sepanjang sujudku, tak kenal lelah, satu doa ini tak pernah kulupakan. Aku memohon kepada Allah, jika memang menjadi guru ini adalah jalan hidupku, kumohonkan atas rezekiku di sana. Kumohon kepada-Nya agar menjaga selalu anakku di saat aku mengabdi ke masyarakat. Kalaupun tidak, aku ingin sekali mendidik Kak Ghifa di rumah. Aku mohon dimudahkan.
Sesungguhnya, kini, menjadi guru adalah passionku. Ah, sudahlah, kupercayakan semua kepada Allah
Kamu pernah mengalami hal yang serupa (tapi tak sama) sepertiku?
Sebenarnya anak-anak hepi kalau anakku ikut sekolah, tapi aku sendiri merasa ruang gerakku terbatas. Pernah lho, saat pembagian rapot semester 1 kemarin, aku presentasi di depan wali murid dengan menggendong Kak Ghifa yang rewel. Setelah digendong, dia tidur. Satu jam lebih aku presentasi di depan wali murid dengan menggendong Kak Ghifa, luar biasa rasanya. Terima kasih, Bapak Ibu mengerti keadaanku. Mereka juga dengan senang hati membantuku saat membagikan rapot dan selebaran informasi. Terima kasih banyak.
Bagaimana dengan teman guru yang lain saat aku membawa anak ke sekolah? Mereka biasa saja. Asalkan tugasku terselesaikan. Akan tetapi, namanya orang hidup, pasti ada yang suka dan tidak. Aku sadar akan hal itu. Merekapun tidak bisa berbuat apa-apa, apalagi soal menaikkan gaji. Uhuk!
Aku beruntung memiliki anak-anak yang mengerti akan posisiku. Baik Kak Ghifa maupun anak-anak di sekolah. Selama di sekolah, Kak Ghifa kalau rewel ya nggak se-ekstrim kalau di rumah, dia tahu sedang berada di mana. Terima kasih, Kakak.
Kak Ghifa main dengan anak-anakku kelas 6 |
Kemudian, Kak Ghifa juga betah kalau di sekolah. Dia tidak pernah meminta untuk pulang. Jadi, pulangku ya tepat sesuai jam pulang seperti biasa. Mungkin karena di sekolah banyak teman-temannya. Saat muridku kelas 1 sudah pulang, jelas aku harus menyiapkan pembelajaran esok hari dan melengkapi adminstrasi kelas. Nah, anak-anak kelas 5 dan 6 sering ke kelasku, kemudian mengajak Kak Ghifa bermain. Alhamdulillah, bukankah benar, bersama kesulitan ada kemudahan yang Allah berikan.
Sampai saat aku menuliskan postingan ini, sepanjang sujudku, tak kenal lelah, satu doa ini tak pernah kulupakan. Aku memohon kepada Allah, jika memang menjadi guru ini adalah jalan hidupku, kumohonkan atas rezekiku di sana. Kumohon kepada-Nya agar menjaga selalu anakku di saat aku mengabdi ke masyarakat. Kalaupun tidak, aku ingin sekali mendidik Kak Ghifa di rumah. Aku mohon dimudahkan.
Sesungguhnya, kini, menjadi guru adalah passionku. Ah, sudahlah, kupercayakan semua kepada Allah
Kamu pernah mengalami hal yang serupa (tapi tak sama) sepertiku?
semangat mbak semangat, insya alloh akan ada rezeki dari manapun arah datangnya. apalagi guru itu kerjanya ikhlas, insya alloh berkahnya akan sampai ke seluruh keluarga
BalasHapusYang sabar ya mbak, pasti ada berkah di balik semua itu :)
BalasHapusSemangat bunda, jangan putus asa
BalasHapusTetap semangat bunda, jangan putus asa ya hehe
BalasHapusTerkadang semua tidak seperti yang kita inginkan bunda, tapi percaya Allah pasti punya jalan yang baik
BalasHapusSemangat semangat semangat, jangan menyerah bunda :)
BalasHapusMbak, semoga selalu dikuatkan pundaknya ya! :)
BalasHapusPernah ngerasain jadi guru honorer juga cuma waktu itu belum punya anak, nikah pun belum hehe...
BalasHapusJdi kebayang gimana ribetnya. Semangat ya mbak:)
I fell you dan pergolakan nitipin anak ke pengasuh pernah aku alami.. bismillah aja, yang bisa bayar orang momong itu ga cuma PNS. Memang kita harus berkeja lebih keras lagi. Insyaallah Ghifa ngerti kok dek.. sabar yaaa.... Semangat!!!
BalasHapusMasyaallah, semangaaaat mbaa... semoga allah kuatkan pundak nya mba. Kak Ghifa anak pintar kok mba insyaallah bakal cepat mengerti. Mba adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang sesungguhnya :*
BalasHapusBismillah Semangat ya mba Ika, insyaAlloh ada jalan yang sabar jalaninnya harus kuat jangan sampe nyerah. InsyaAlloh hujan juga ada berhentinya pun sama dengan masalah mba pasti ada jalan keluarnya
BalasHapustetap semangat ya Mbak.
BalasHapusjadi ingat waktu sekolah dulu, guru-guruku juga ada yang harus bawa anaknya ke sekolahan tiap hari, tapi kami siswa pun senang-senang aja ada si Adek itu :D
ada juga teman sekarang yang ke Sekeloh membawa anak, sambil ngajar ya sambil gendong anak, tapi doi tetap fun aja menjalaninya :)
+sepupuku juga gini, anaknya masih usia bulanan, maish baby di bawa ke daerah tempat dia ngajar dan anaknya di bawa ke ruang kelas juga, soalnya anaknya ga mau nyusu pakai dot, alhamdulillah sekolahnya ngerti dan proses belajar gak keganggu
BalasHapusYa Allah luar biasa sekali mbaaa..yang sabar ya, semangat terus! Semoga si Kecil selalu dalam penjagaan terbaik :) salam hormatku buat para guru, karena mamaku juga seorang guru
BalasHapusaku terharu membacanya kak, speechless rasanya. Guru adlah pekerjaan mulia. Semangat yah kak, pantang menyerah, Tuhan pasti menolong hamba-hamba-Nya yang eminta pertolongan. Im so proud to you. Sekalipun sibuk mengajar, merawat anak, masih sempat menulis. Two Thumbs for you kak
BalasHapusSaya belum pernah mengalami karena sejak menikah sudah memutuskan untuk resign. Tetapi, mamah saya seorang pekerja kantoran. Jadi saya justru respek banget dengan ibu bekerja yang juga masih mengurus anak :)
BalasHapusMaaaf aku sambil nangis bacanya, seakan merasakan. 😖
BalasHapusYang semangat ya mbak, insha allah jalan yang ditempuh diridhoi dan merupakan amanah
Insyaa Allah selalu ada jalan keluar untuk satu masalah ya Ka. Semangat ya, dan lebih sabar menghadapi Ghifa. Kalo rasanya ingin marah2 sama anak, coba tarik nafas dan menjauh sebentar. Semoga ketika kembali bersama Ghifa, hanya ada senyuman dan wajah bahagia
BalasHapusSabar dan semangat ya bu guru. semoga tetap terus menjalani kehidupan dengan mudah. semoga juga rejeki terus bertambah dan melimpah...amiiin.
BalasHapusMembawa anak saat beraktivitas ini selalu aku lakukan, kak.
BalasHapusSecara hidup sendiri di perantauan.
Alhamdulillah,
Pernah mengalami dimarahi orang juga.
Semoga kak Difa dan Bundanya sehat selalu.
Barakallahu fiikum.
Mbaa, Allah melancarkan rejekimu ya mbaa. Aku ya sering dulu mba pas anak masih masa masa perlu ditemanin tapi ga ada yang bisa nemanin akhirnya bawa ke kantor. Selama aku kerja dan wawancara orang, temanku jagain anak. Jagoannya pasti makin kuat dan mandiri
BalasHapusMasya Allah mbak, insya Allah pahala ngalir terus untuk para guru yang tulus ikhlas. Semoga dimudahkan rejekinya lewat jalan lain dan lebih berlimpah dan berkah. Aamiin
BalasHapusJadi ingat masa kecilku banyak main di sekolah dikerubutin anak2 yg dulu kuanggap besar, menjawilku krn mengganggapku lucu hehe...
BalasHapusIbuku bkn guru tp bag adm nya jd kadang2 aku bs dibawa.
Semoga kebsrkahan selalu menyelimuti mba sekeluarga..
aku pernah ngajak anakku ke tempat kursus karna gak ada yang momong. alhamdulillah dibolehin selama anaknya nggak ganggu yang lain.
BalasHapustetap semangat ya mbak. semoga dimudahkan rezeki dan kemudahan lain oleh Allah karena guru adalah tugas yang mulia
BalasHapusPeluuk.. semoga semua perjuangannya jadi ladang pahala ya mba, baik sebagai istri, ibu, maupun guru. Semoga makin didekatkan dg kemudahan dan rizki yg berkah, Aamiin. Semangat mbaaa :))
BalasHapusSaluut..semoga rezeki mbak dilancarkan, Insyaallah pastinada solusi kedepannya ya mbak.
BalasHapusKelingan jamanku cilik mbak. Aku diajak ibuku ke sekolahan jaman semono ibuku masih pengabdian juga. Soale ora ono sing momong aku
BalasHapusAamiin. In sya Allah selalu cukup. Ikut mendoakan. Allah selalu kasih sesuai yg kita butuhkan. Optimis selalu...
BalasHapusSemangat ya Mbak! Kuingat guruku juga ada yang bawa ana ke sekolah, jadi kita main2 juga sama dia. Semoga jalan guru dipermudah sehingga bisa didik anak orang lain juga anak sendiri
BalasHapusPernah juga jadi guru walau sebulan hihihi. Kenayang drh rempongnya gimana. Tapi salut deh mba.
BalasHapusSemangat mba insyaallah semua akan ada imbalanya yang sangat indah. Ak kok nagis ya bacanya inget masa kecil aku yang mamah harus kerja ninggalin kami berdua dirumah..
BalasHapusSegala sesuatu telah diatur oleh skenario_Nya tetap semangat mbak
BalasHapusWah kalo kerjanya bisa bawa anak sih gpp, teruskan saja. Apalagi jam kerjanya gak panjang ya.
BalasHapussaat jadi guru honorer beberapa tahun lalu, suamiku juga kadang-kadang bawa anakku ke sekolah saat ia ngajar (bila gak ada orang yang bisa dititipi).
BalasHapusSemoga impian Mba Ika (dan juga ortu) untuk jadi PNS segera terwujud yaa, Mba. Amiin
Peluuuuk mbaaa.. rasanya aku terenyuh sekali dengan perjuanganmu mba... insya Allah Sang Segala kabulkan doamu ya mba. Dedikasi dan pengorbananmu luar biasa. Mba ini komentar aku ulang karena tdi yg pakai URL kayaknya ngehang :(
BalasHapusMaa syaa Allah! Semangat semangaaat! Semoga Allah mudahkan dan kuatkan segala sesuatunya ya mbaak. Jadi guru itu sungguh mulia dunia akhirat, insyaa Allah. Salah satu pekerjaan yang saya hormati betul sebab panen pahala jariyahnya banyaaak. :")
BalasHapusGhifa akan selalu dijaga oleh Allah melalui tangan2 terbaik penuh cinta kasih selama ibunya menjaga dan mendidik anak orang lain.Percaya deh Ika, bakalan banyak berkah melimpah untuk ibu guru yang keren gini ini.
BalasHapusMasyaAllah, Mbak. Guru honorer memang berat, tapi kuyakin pengorbananmu setimpal dengan ladang amal jariyahmu, Mbak. :)
BalasHapusSalut saya sama mbak...!!
BalasHapusSepertinya kak Gifa seneng di sekolahan
Semangat mba ....semoga suatu saat diangkat jd pns . Ilmunya jd amal jariyah
BalasHapusaku hanya bisa bilang semangat ya kak, semoga bisa menjadi lebih baik lagi ketika ada pengangkatan PNS. Dedikasi guru dalam pendidikan anak sangat penting lho, guru tuh bagaikan pahlawan tanpa tanda jasa
BalasHapusPonakanku di Jambi tiap hari dibawa mamanya sekolah, honorer juga di SD. Anaknya have fun dan makin pintar karena gaulnya dengan anak gede hihihi, semangat ya say
BalasHapusWah Mbak semangatnya luar biasaaa, salut aku. Kak Ghifa pasti akan belajar arti perjuangan dan kasih sayang dari ibundanya :)
BalasHapusPPPK mau dibuka kan Mbak, yuk ikut barangkali rejekinya disana :)