Bagaimana Harusnya Orangtua Bertindak Saat Anak Mengadu Masalah di Sekolah? - Siang itu, saat anak-anak pulang, kubereskan tetek-bengek urusan kelas. Belum selesai kegiatanku, ada pesan WhatsApp masuk.
Seketika mataku terbelalak, dadaku berdegup kencang. Duh, ada masalah ini.
Salah satu wali muridku mengabarkan kalau anaknya (setelah ini kusebut K) hari itu uangnya dipalak oleh F dan A. Aku heran, F itu kalau menemukan uang di kelas atau di jalan selalu laporan kepadaku. Kalau si A dia cenderung pendiam tapi tidak pernah tampak bermain dengan K. Untuk karakter K, aku belum paham betul, karena dia anak baru di semester 2 pindahan dari Kalimantan.
Kubalas pesan wali muridku tadi dengan memberikan anjuran agar ditanyakan kembali, apakah F dan A benar-benar meminta secara paksa uang K. Eh, malah dibalas,
"Saya tahu betul anak saya seperti apa."
Waduh, sabar sabar.
"Saya memang bukan orangtua kandung F dan A. Akan tetapi, saya juga sedikit tahu karakter mereka seperti apa, Bu. Mari kita selidiki terlebih dahulu! Tapi, ya jangan kemudian masalah ini dibuat status!"
Akhirnya, kuterpancing emosi. Kusampaikan beberapa temuanku tentang K selama dua minggu sekolah. Mulai dari dia yang suka borong mainan, buang sampah sembarangan di kelas, kalau mendapat tugas sering belakangan selesainya, sampai main air di tengah lapangan padahal sudah kuwanti-wanti sebelumnya. Saat bergaul dengan temannya pun sering rewel. Kalau orang Jawa bilang, ora kenengan (suka marah-marah karena hal kecil).
Aku tidak bermaksud menjelek-jelekkan K. Aku hanya ingin orangtuanya tahu, bagaimana sang anak kalau di sekolah? Biar imbang infonya. Agar tidak berat sebelah.
Hari berikutnya, dengan suasana yang santai, sambil bermain, kutanya F dan A tentang kejadian tersebut. Yang paling menguatkanku kalau mereka tidak melakukan hal yang dituduhkan adalah ekspresi F. Dia kalau melakukan kesalahan, kemudian kutegur, pasti akan sering mengangkat kepalanya sambil menahan tangis. Nah, saat itu tidak. Dia bersikeras bilang tidak, tidak, dan tidak. Sama halnya dengan A.
Aku pun meminta tolong kepada ibu F untuk ikut menyelidiki masalah ini. Tak lupa kusampaikan pesan untuk tidak langsung memarahi F karena belum tentu F bersalah. Kali ini aku benar-benar mengucapkan terima kasih banyak untuk founder WhatsApp, karena dengan adanya aplikasi ini, masalahku sedikit mendapat titik terang.
Dua hari K tidak berangkat sekolah dengan alasan sakit. Wah, padahal aku penasaran ingin bertanya langsung kepadanya.
Saat berangkat, kira-kira apa yang terjadi?
"Benar F dan A meminta uangmu dengan paksa?"
K diam. Dia tidak berani menatapku. Bahkan dia mau lari kembali ke tempat duduknya.
"Bu Ika nggak marah dan tidak akan bilang ke ibumu tentang ini. Tapi, asal K jujur sama bu guru. Benar nggak F dan A minta uangmu?"
Dia masih diam.
"Kalau kamu diam saja berarti kamu bohong sama ibumu? Kenapa? Uangmu buat beli mainan, kah? Bukan diminta F dan A?"
"Aku takut dimarahi mama." Akhirnya dia buka suara.
"Karena uangmu habis, kamu ngaku kalau F dan A minta uangmu secara paksa?" tanyaku lagi.
"K mau duduk, Bu."
"Lihat Bu Ika dulu! Yang kamu lakukan itu salah lho. Bu guru panggil F dan A dulu ya, kita maaf-maafan dulu."
K justru berlari kembali ke tempatnya. Oke, K ini belum bisa berbesar hati atas kesalahan yang dilakukan. Kusentuh hati F dan A saja dulu.
"F, ternyata uang K itu habis untuk beli mainan. Dia ngaku kamu yang ambil karena takut dimarahi ibunya. Kamu tidak bersalah. Tapi, kamu juga nggak perlu marah sama K. Maafkan dia ya."
F kembali bermain seakan tanpa ada rasa sedih apalagi dendam karena sudah dituduh atas apa yang tidak dia lakukan.
Pagi harinya, A mendatangiku, "Bu, uangnya K tidak saya ambil, tapi dibuat jajan, beli mainan."
"Loh, kamu tahu dari mana?" tanyaku heran.
Dia berlari keluar kelas dan kudapati dia sedang bermain dengan K. Ehm...anak-anak. Semenit yang lalu 'bermasalah', semenit kemudian sudah bermain bersama.
Sekarang, apa kabar? Semua sudah baik-baik saja. Seperti tidak ada masalah. Aku juga nggak laporan ke ibunya K untuk kelanjutan masalah ini, pengakuan K. Terpenting untukku adalah aku tahu muridku seperti apa. F, K, dan A pun tahu duduk permasalahannya. Semua pun baik-baik saja. Bahkan, setelah kejadian ini K justru lebih dekat denganku. Dia tak pernah sungkan untuk bercerita hal-hal kecil kepadaku.
"Bu, tadi aku sarapan sama tempe."
"Bu, aku dihukum sama ibu karena uangnya kubuat jajan semua."
Alhamdulillah, hepi rasanya kalau K jadi demikian. Itu tandanya aku berhasil mengalahkan egoku sendiri. Tidak mudah jadi orang yang netral. Dan gara-gara jadi guru, aku bisa belajar hal itu. Bagaimanapun anak didikku, mereka punya hak yang sama atas diriku.
Catatan penting dalam kejadian ini, sangat disayangkan apabila kemudian masalah ini dibuat status WhatsApp yang bisa dibaca oleh siapapun. Toh, kita belum tahu duduk permasalahannya seperti apa. Selidiki dulu, yuk! Pikiran yang slow harus kita gunakan. Lha aku juga sampai terbawa emosi. Meskipun mereka bukan anak kandungku, akupun berhak untuk membela mereka. Apalagi tidak ada bukti.
Maklum kalau setiap orangtua ingin membela anak. Akan tetapi, kita harus tahu, selain bersama kita, mereka juga bergaul dengan lingkungan sekitar yang tidak bisa selalu dalam pengawasan kita. Luangkan tempat, walau sedikit dalam hati dan pikiran kita untuk menampung kabar dari orang lain. Asal nggak baper.
Mari saling mengerti! Mungkin orangtua K khilaf saat itu. Lagi banyak masalah atau hormon ibu hamil yang sedang meluap-luap. Kuanggap tak ada apa-apa. Semua akan baik-baik saja dan selamat datang pelajaran hidup yang baru
Mari saling mengerti! Mungkin orangtua K khilaf saat itu. Lagi banyak masalah atau hormon ibu hamil yang sedang meluap-luap. Kuanggap tak ada apa-apa. Semua akan baik-baik saja dan selamat datang pelajaran hidup yang baru
Hmm namanya juga anak kecil ya bun. Harus bersabar bun kalau menghadapi persoalan dengan wali murid
BalasHapusYang sabar bun hehe. Ternyata nggak mudah ya kalau jadi guru
BalasHapusWaduh ada-ada saja ya bun masalahnya. Tapi namanya juga anak kecil :D
BalasHapusJadi guru memang nggak mudah ya, harus mengerti sifat dan karakter masing-masing anak
BalasHapusWaduh harus extra sabar ya Bun kalau ada masalah seperti itu. Tetap semangat bu guru hehe
BalasHapusKalimat "Saya tau betul anak saya seperti apa" itu biasanya emang jadi senjata pamungkas. Padahal, biasanya yang terjadi adalah hal sebaliknya. Aku beberapa kali nemu kasus kayak gini waktu ngajar dulu, Mbak.. Meski kejadiannya bukan sama anak didik di kelasku sendiri.
BalasHapusDan itu, give more attention with your child, mestinya berlaku untuk dirinya sendiri yaa.. Kalau anak sudah berani bohong, jangan-jangan ada kesalahan pola asuh yang nggak sengaja dilakukan oleh ibunya.
Duh, ini jadi reminder buat aku juga nih, Mbak.. semoga ngga asal tuduh, dan semoga aturan-aturan yang aku buat di rumah ngga membuat anakku jadi suka bohong. Na'udzubillah min dzalik..
Kadang orangtua kan gak tau anaknay gimana di luar ya. PErnah tuh di kelas anakku waktu kelas satu anaknya ngadu kalau kepalanya sakit karena 2 orang temannya termasuk anakku. Tapi pas ditanya lagi sama gurunya ternyata dia kejedot sendiri benjol takut dimarahi mamanay jadi asal nuduh aja
BalasHapusHehe.. Saya tersenyum membaca tulisan ini karena pernah juga mengalami hal yang sama saat menjadi tutor komputer di sekolah- sekolah. Memang sebenernya dunia anak- anak itu simpel sekali, namun kadang yang membuat jadi sangat serius adalah orang tuanya. Yah, tapi tidak bisa disalahkan juga sih ya sebagai orang tua insting untuk melindungi anaknya sangat besar. Namun sayang kalau sampai seperti itu.
BalasHapusHm org tua skrg apa2 dibikin status ya termasuk masalah anak. Belajar jd org tua bijak itu sepanjang waktu. Note to myself banget ini
BalasHapuskalau jadi orang tua itu ya pasti insting pertama adalah membela anak sendiri, kadang lupa kalau harus ngobrol sama orang lain utk melihat dari sudut pandang yang lain.
BalasHapussemangat ya bu guru, semoga semakin sabar atas drama di sekolah :D
Emosi jiwa memang musuh terberat manusia ya.. jangankan dengan orang lain dengan saudara sendiri saja, suka ngga bisa kendalikan emosi, selalu ingat, bahwa apapun keputusan yang diambil dengan keadaan emosi itu tidak baik apalagi sampai mengeluarkan kata-kata yang tidak baik. karena ketika perasaan orang lain telah tersakiti, maka sangat sulit untuk disembuhkan, walaupun sudah meminta maaf
BalasHapusMba ngajar dimana sih mba? Concern ya kereeeeeen. Ku berharap anak2 ku dpet guru kaya mba yg peduli ke anak didik nya jd ga sekedar transfer ilmu ... kl kata aku ibunya si K belum tuntas pencarian jati dirinya mba #eh ortu jaman dlu mana ada bela2 anak. Mau bener apa anak salah. Tetep aja kita dimarahin hehehe
BalasHapusYa ampun, kok jadi ingat waktu ngajar dulu ya. Ini Makananku setiap waktu mbk, ada pengaduan dari wali murid, wali kelas, dan murid. Tapi untungnya dulu belum booming WA jadi apa apa nggak dibikin status. Ngeri juga kalo udah dibikin status..
BalasHapusYang sabar ya bugulu...
Kita belajar pada kehidupan memang bisa melalui kejadian apa aja yaaa... Bu Guru Ika nih keren loh, bisa menyelesaikan masalah dengan kepala dingin meskipun tadinya emosi.
BalasHapusMamah2 murid memang gitu, ga mau tau kalau anaknya justru yang salah.
Andai semua Guru kaya kamu Mbak. Karena kadang ada kan guru yang ketika ada pencurian di kelas, eh anak itu disuruh maju, lalu dikata2in di depan banyak murid. Kita memang kudu cari tahu duduk perkara, jangan hanya dari 1 anak saja
BalasHapusMba aku suka sekali sama cara penyelesaian masalah di sekolah ini.
BalasHapusSayangnya di sekolah anakku gak begitu dan kebetulan emang anak pertama korban bully dari kelas 1 sampai sekarang kelas 3. Sedih rasanya gak ada pilihan sekolah lain yg terdekat. Karena adik2nya juga sekolah di yayasan yg sama.
Beberapa kali anak cuekku sampai mogok sekolah. Karena tak bisa berkompromi dengan semua pihak, jadi saya yang memberi pengertian ke anak dan mensupportnya terus
Bu guru Ika adalah guru idaman wali murid, ngga hanya muridnya. Karena gak mudah percaya dengan aduan yang belum tentu kebenarannya
BalasHapusAnak kecil emang harus ditiru sifat legowo dan mudah memaafkannya ya Mak. Santai aee.. Meski udah diomongin juga. Seloowww seperti kata lagu. :)
BalasHapusBu guru keren. Kece cara bu guru nyelesein masalah ini dan alhamdulillah dapet bonus yg oye yg mana murid K jd lebih terbuka dg kamu mbk. Semangat mbk diyanika,
BalasHapusTipikal ibu-ibu yang suka curhat distatus jadi kaya reminder buat aku nih
BalasHapusWah jd banyak belajar tentang anak2 ya jd guru itu...Belajar sabar menghadapi berbagai karakter anak dgn katar belakang yg bermacam macam...:)
BalasHapustantangan ya mbak jadi seorang guru itu.. harus sabar, bisa kroscek masalah dari pandangan A dan B, bersikap netral.. salut.. ibuku juga guru..
BalasHapusSemangat kak, jadi guru emang gak gampang buat aku, tapi.. sungguh profesi ini begitu mulia dan menjadi amal jariyah.
BalasHapusJadi inget masa-masa kerja di salah satu sekolah dulu. Hampir tiap hari ngadepin murid yang ribut dan berantem. Paling repot kalo ortunya ikut campur. Bukannya malah nyelesaiin masalah, tapi malah bikin masalahnya jadi panjang. Untungnya jaman itu belum ada medsos.
BalasHapusKlo nurutin emosi kpingin lsg nyamperin marah2 ya mba,, cuma itu harus maklum sama karakter anak2 kecuali klo sdh berlebihan
BalasHapusGuru memang harus menyelidiki kasus seperti ini dan sebaiknya juga menjelaskan permasalahannya kepada orangtua supaya ortu paham.
BalasHapusini memang bagian dari pembelajaran, termasuk untuk orang tua ya mba. dan bukti kalua pakai emosi ngga akan bisa selesai dengan baik
BalasHapusSiap bu guru hehe,, saya sendiri biasanya ga langsung percaya tapi saya selidiki dulu. Yang penting tugas saya sebagai orang tua tetap memberi nasihat ke anak.
BalasHapusBenar yaa, mba..
BalasHapusJadi banyak belajar dari kehidupan.
Tapi namanya emosi, sekejap yang terjadi...itulah namanya penyaluran yang tidak bijak.
Semoga Allah mudahkan selalu yaa, mba Diyan.
Iya kak, tipsnya enggak baperan deh kalau ada hal hal yang gak mengenakan. Harus pintar menempatkan diri juga.
BalasHapus