Kabar pindahku ini banyak yang bilang mendadak. Aku juga merasa demikian. Tapi, mumpung ada kesempatan baik, kenapa tidak?
Sejak setahun yang lalu
Kepindahan ini sudah lama kuinginkan. Banyak faktor, diantaranya aku mulai bingung Kak Ghifa siapa yang momong?, tidak tega kalau dia ikut sekolah terus, kemudian keadaan sekolah yang menurutku sudah tidak sehat. Poin terakhir itu murni menurutku lho ya.
Awalnya, keinginan pindah itu hanya jadi wacana saja. Karena aku takut tidak dapat kelas (jadi guru gajulan, alias cadangan), membuatku mundur teratur. Apalagi ada kabar kalau SD yang dekat rumahku (incaranku) telah menerima guru wiyata baru. Ya sudah. Pupus sudah.
Akhirnya kabar CPNS datang, aku berpikir, mungkin rezekiku memang di SD yang selama ini jadi tempat mengabdiku. Makanya, saat SD ku ini dapat formasi atau jatah 1 CPNS, aku pun ambil formasi itu. Walau ternyata aku tidak lolos CPNS dan harus bertemu dengan pesaingku. Hahaha.
Aku tidak masalah. Bahkan aku sekuat itu menerima takdir yang ada.
Allah tahu betul yang terbaik untukku.
Allah tahu betul yang terbaik untukku.
Kabar lowongan wiyata datang langsung dari kepala sekolah
Kamis, 13 Juni 2019, ibuku pulang dari bank dengan wajah sumringah.
"Kamu tahu, ibu ketemu sama siapa tadi?"
Jelas, aku menjawab tidak tahu. Ibuku lupa kalau aku ini bukan cenayang. Hahaha.
Ternyata ibuku bertemu dengan kepala SD dekat rumahku.
"Lho Mbak dengar-dengar larene (anak Anda) mau bantu saya di SD. Tak tunggu-tunggu sejak tahun lalu kok tidak ada datang." Begitu kata kepala SD itu yang direka ulang oleh ibuku.
Malam hari itu juga, aku langsung meluncur ke rumah kepala SD tersebut. Aku ingin memastikan, apakah benar kalau SDnya butuh guru kelas?
OK. Kabar gembira itu memang benar-benar datang kepadaku.
Bismillah, kuurus kepindahanku.
Pagi, Jumat, 14 Juni 2019, aku hendak menghadap kepada kepala sekolahku untuk mohon pamit terhitung mulai tahun ajaran baru. Tapi, kuurungkan, karena beliau sedang pusing dengan urusan salah satu guru.
Aku bertekad, pokoknya, setelah rapot kubagikan, aku harus segera pindah dari SDku ini.
Sabtu pagi, 15 Juni 2019, pagi-pagi, aku menghadap kepala sekolah dan mengutarakan maksudku. Beliau syok. Berat malah. Tak menyangka kalau akan ada kabar demikian. Tapi, aku tak mau goyah dengan keputusan awalku.
"Tolong jangan bilang dulu ke wali murid kalau kamu mau pindah. Nanti sini tidak dapat murid." pinta kepala sekolah.
Mendengar itu, aku kok campur aduk. Ini apa-apaan sih? Lucu sekali.
Sisa-sisa hari di sekolah, kuhabiskan untuk membereskan semua tetek bengek kelasku. Jumat depan pembagian rapot, Sabtu hari terakhir dan cus pergi.
Ternyata tak semudah itu, Kawan.
Kamis, sebelum pembagian rapot, kami semua menghadiri rapat dewan guru. Di kesempatan itu pulalah aku berpamitan secara resmi.
Aku nangis bombaaaaaaayyy, Kawan. Sumpah. Ingusku sampai ke mana-mana dan nggak ada yang ngasih aku tisu. Bwahahaha.
Sedih, iya, karena harus meninggalkan rumah keduaku setelah lima tahun di sana. Tapi, lebih nyesek lagi saat aku tahu ada rumor yang beredar kalau aku pindah karena tidak terima atas kekalahanku dalam tes CPNS dan satu atap dengan CPNS yang lolos.
Alamak, sungguh, aku ingin salto. Betapa teganya orang yang mengatakan demikian. Tapi, kini aku sudah mengerti, pikiran orang tak akan pernah bisa aku kendalikan. Biarlah.
"Kalau ada kabar saya pindah karena tidak bisa terima kekalahan tes CPNS kemarin, tolong jangan diambil hati! Saya pindah karena alasan yang saya utarakan tadi." ucapku sok tegar dan kuakhiri dengan tangis yang pecah karena nggak nyangka pimpinanku sendiri punya pikiran seperti itu? *Ups
Aku sampai pernah berpikir, beginikah balasan pengabdianku selama 5 tahun di sini? *Nangis gulung-gulung*
Jumat, saat pembagian rapot, kuberanikan diri untuk pamit ke wali murid yang hadir di kelasku. Nangis? Nggak, kok. Kutahan dengan ndangak-ndangak (menengadahkan kepala ke atas). Wali muridku yang pada melow. Ada yang nangis juga, Mbak Dewi, ah, miss you.
Kini, hampir dua bulan, aku sudah di sekolahku yang baru, dekat dari rumah, bisa jalan kaki setiap kali berangkat dan pulang, sekolahnya di kecamatan, muridnya banyak, lingkungannya kukenal, dan alhamdulillah, insyaallah aku bisa membawa diri.
Memang, saat kita mau naik tingkat tuh ada saja rintangannya. Terpenting, insyaallah aku tidak menyesal telah mengambil keputusan ini.
Selamat tinggal gaji daerahku, selamat tinggal karier yang cemerlang, sampai jumpa Kawan-kawanku wiyata bakti, Kawan pejuang PPG dalam jabatan, Kawan tim pembuat soal PTS dan PAS.
Yah, semua memang harus kumulai dari nol lagi. Aku percaya, mutiara itu akan tetap berkilau di manapun dia berada. Semoga Allah memberikan kesempatan yang lebih baik lagi untukku. Bisa, kok, bisa! Tak ada yang harus dikhawatirkan. Allah ingin aku haus untuk belajar lagi. Tidak puas sudah jadi guru yang seperti ini. Terakhir, Allah tak suka aku berada di zona nyaman. Karena aku akan jadi orang yang sombong.
Malam hari itu juga, aku langsung meluncur ke rumah kepala SD tersebut. Aku ingin memastikan, apakah benar kalau SDnya butuh guru kelas?
OK. Kabar gembira itu memang benar-benar datang kepadaku.
Bismillah, kuurus kepindahanku.
Perpisahan yang Menyakitkan
Pagi, Jumat, 14 Juni 2019, aku hendak menghadap kepada kepala sekolahku untuk mohon pamit terhitung mulai tahun ajaran baru. Tapi, kuurungkan, karena beliau sedang pusing dengan urusan salah satu guru.
Aku bertekad, pokoknya, setelah rapot kubagikan, aku harus segera pindah dari SDku ini.
Sabtu pagi, 15 Juni 2019, pagi-pagi, aku menghadap kepala sekolah dan mengutarakan maksudku. Beliau syok. Berat malah. Tak menyangka kalau akan ada kabar demikian. Tapi, aku tak mau goyah dengan keputusan awalku.
"Tolong jangan bilang dulu ke wali murid kalau kamu mau pindah. Nanti sini tidak dapat murid." pinta kepala sekolah.
Mendengar itu, aku kok campur aduk. Ini apa-apaan sih? Lucu sekali.
Sisa-sisa hari di sekolah, kuhabiskan untuk membereskan semua tetek bengek kelasku. Jumat depan pembagian rapot, Sabtu hari terakhir dan cus pergi.
Ternyata tak semudah itu, Kawan.
Kamis, sebelum pembagian rapot, kami semua menghadiri rapat dewan guru. Di kesempatan itu pulalah aku berpamitan secara resmi.
Aku nangis bombaaaaaaayyy, Kawan. Sumpah. Ingusku sampai ke mana-mana dan nggak ada yang ngasih aku tisu. Bwahahaha.
Sedih, iya, karena harus meninggalkan rumah keduaku setelah lima tahun di sana. Tapi, lebih nyesek lagi saat aku tahu ada rumor yang beredar kalau aku pindah karena tidak terima atas kekalahanku dalam tes CPNS dan satu atap dengan CPNS yang lolos.
Alamak, sungguh, aku ingin salto. Betapa teganya orang yang mengatakan demikian. Tapi, kini aku sudah mengerti, pikiran orang tak akan pernah bisa aku kendalikan. Biarlah.
"Kalau ada kabar saya pindah karena tidak bisa terima kekalahan tes CPNS kemarin, tolong jangan diambil hati! Saya pindah karena alasan yang saya utarakan tadi." ucapku sok tegar dan kuakhiri dengan tangis yang pecah karena nggak nyangka pimpinanku sendiri punya pikiran seperti itu? *Ups
Aku sampai pernah berpikir, beginikah balasan pengabdianku selama 5 tahun di sini? *Nangis gulung-gulung*
Jumat, saat pembagian rapot, kuberanikan diri untuk pamit ke wali murid yang hadir di kelasku. Nangis? Nggak, kok. Kutahan dengan ndangak-ndangak (menengadahkan kepala ke atas). Wali muridku yang pada melow. Ada yang nangis juga, Mbak Dewi, ah, miss you.
Kini, hampir dua bulan, aku sudah di sekolahku yang baru, dekat dari rumah, bisa jalan kaki setiap kali berangkat dan pulang, sekolahnya di kecamatan, muridnya banyak, lingkungannya kukenal, dan alhamdulillah, insyaallah aku bisa membawa diri.
Memang, saat kita mau naik tingkat tuh ada saja rintangannya. Terpenting, insyaallah aku tidak menyesal telah mengambil keputusan ini.
Selamat tinggal gaji daerahku, selamat tinggal karier yang cemerlang, sampai jumpa Kawan-kawanku wiyata bakti, Kawan pejuang PPG dalam jabatan, Kawan tim pembuat soal PTS dan PAS.
Yah, semua memang harus kumulai dari nol lagi. Aku percaya, mutiara itu akan tetap berkilau di manapun dia berada. Semoga Allah memberikan kesempatan yang lebih baik lagi untukku. Bisa, kok, bisa! Tak ada yang harus dikhawatirkan. Allah ingin aku haus untuk belajar lagi. Tidak puas sudah jadi guru yang seperti ini. Terakhir, Allah tak suka aku berada di zona nyaman. Karena aku akan jadi orang yang sombong.
Wahh memang banyak challenge dalam hidup ya Mak.
BalasHapusBismillah.... Semoga Allah mudahkan langkah kitaa. Aamiinnn
Sesuatu yang baru kadang bikin gamang ya mba, tai berdamai adalah lagkah terbaik. Bener, nggak usah menyesali langkah yg kita putuskan, yakin akan lebih baik, karena Allah SWT kan melihat ikhtiar kita
BalasHapusTentu tidak mudah ya, sudah mengabdi 5 th di sekolah ini kemudian harus pindah. Pasti anak-anak didik yang sedih melepaskan kepergian gurunya.
BalasHapusSemoga semuanya dilancarkan di tempat yang baru.
Semoga ini menjadi awal yang baik meskipun perpisahannya terasa menyakitkan ya, Mbak. Tetap semangat. Insya Allah berkah di tempat yang baru. Aamiin
BalasHapusTidak ada yang kebetulan dalam.hidup ini. Aku percaya sekali itu. Pasti ada hikmah di setiap peristiwa. Keberhasilanmu pindah ini pasti sudah menjadi salah satu ketetapannya yg insya Allah adalah yg terbaik untukmu, bukan? Tetap semangat..Bu Guru..
BalasHapusPasti berat bagi yang menjadi teman bahkan saudara. Tapi bertepuk tangan bagi yang menganggap adanya persaingan. Tetap semangat ya. Mirip pengalaman suami. Bedanya ia justru pindah dari yg dekat rumah ke yang jauh. Tapi justru dapat PNS di sekolah jauh pelosok itu...
BalasHapusSemangat mbak, mutiara akan terus berkilau di mana pun dia berada. Tetap berusaha dan berdoa dalam menjalankan perjalanan yang lebih baik mbak.
BalasHapusTetap semangat Mbasay, Alloh pasti tau yg terbaik utk setiap hambaNya. Di tempat yg baru insya Allah lebih baik aamiin
BalasHapusBuguru Ika, aku mendoakan dari jauh. Semangat dan terus berkarya. InsyaAllah selalu ada alasan di balik semua yang terjadi. Bener banget mutiara akan selalu berkilau dimanapun berada. Bu guru pasti bisa.
BalasHapusSelalu saja ada rumor yang beredar.
BalasHapusSemoga Allah memberikan hikmah yang terbaik di tempat mengajar yang baru yaa, kak...
Sukses selalu, kakaaa~
Insaallah hijrahnya membawa berkah ya mba, membawa rasa baru yang lebih membahagiakan meski sedih berpisah. Tapi memang setiap kehidupan akan ada perpisahan
BalasHapusWaah semangat mba, pengen deh ngajar juga. Tapi masih tarik tarikan karena punya balita dan batita
BalasHapusSemangat terus bu guru, di sekolah yang baru ini bisa memberikan ilmu terbaik bagi murid-murid. Tega amat yang bikin rumor kaya gitu, tapi tetapsemangat supay abisa lebih maju lagi
BalasHapusPukk pukk yang sabar ya kak, hempaskan manjahhh saja omongan negatif dari luar kalau buat kita stres, lebih baik kita terus memperbaiki diri aja dan membuat happy kita dan keluarga.
BalasHapusMbak dewi.. semangat mbak.. ibu guru inspirasi aku ini.. semoga ditempat yang baru ini tambah berkilau ya.. tetap jadi ibu guru yang menyenangkan.. InshaAllah kebahagiaan itu akan indah pada waktunya.. tetep berusaha dan berdoa ya mbak..
BalasHapusSemangat terus ya Bu Guru Ika, dimanapun mengabdi, yang penting tujuannya adalah mencerdaskan anak bangsa. Itu yang paling dipegang oleh Sang Maha Sabar. Kesabaranmu tentu akan berbuah manis nantinya.
BalasHapusBaca ini jadi ingat waktu saya mau pindah juga etapi bukan pindah ngajar sih. Cuma pindah daerah , ikut suami jadinya nggak ngajar lagi. Tapi pastinya saya tahu gimana rasanya pamitan, apalagi kita sudah mengabdi bertahun-tahun di sana. Yah, hidup ini memang soal pilihan. Semoga nyaman di tempat ngajarnya yang baru Mbak :)
BalasHapusHalo Mba semoga enjoy di tempat yang baru dan lingkungan baru ya . semangat selalu Mba
BalasHapusiya kita gak bisa mengontrol pikiran orang lain. Alhamdulillah sudah pindah ke yang lebih dekat ya mbak. Makin dekat dengan anak
BalasHapus